Chereads / OVERLORD INDONESIA / Chapter 248 - Balasan Untuk Si Babi

Chapter 248 - Balasan Untuk Si Babi

Atmosfir aneh mendesak Stafan untuk langsung bangun dan mengambil bajunya.

Namun, sebelum itu, Sebas sudah mulai bergerak.

Plakkk. Suara tamparan terdengar nyaring dari samping Stafan dan di waktu yang sama, pandangannya

terguncang hebat.

Beberapa saat kemudian, pipi kanannya semakin panas dan dia bisa merasakan luka yang menyebar dengan liar.

Sebas telah memukulnya- tidak, dia hanya ditampar di wajah. Stafan akhirnya berhasil menyadari apa yang

telah terjadi.

"Dasar brengsek, melakukan hal seperti-"

Plakkk. Lagi, pipi Stafan mengeluarkan tangisan perih. Dan seperti itu, tidak berhenti.

Kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, kanan-

"Plaaakkk, plaakkkk, plaaakkk, plaaaakkk, plaaakkk, plaakkk, plaakkk!"

Stafan selalu yang memukul orang lain tapi tak pernah terkena pukulan sendiri. Air matanya mengalir.

Dia menutupi pipinya dengan kedua tangan sambil bergerak mundur.

Saat pipinya semakin terbakar, luka itu pelan-pelan mulai menjalar.

"Va--vamu vavingan! vamu vira vamu visa vavur vevelah vevavuvan vini!!"

(Ka--kamu bajingan! kamu kira kamu bisa kabur setelah melakukan ini!!)

Pipinya yang lebam merah berdenyut setiap kali dia bicara.

"Tidak bisakah aku ?"

"Ventu vaja vidak! Vasar vungu! Vamu vira viapa vaku!"

(Tentu saja tidak! Dasar dungu! Kamu kira siapa aku!)

"Orang yang Bodoh."

Sebas dengan mudah memperpendek jarak yang dibuat Stafan diantara mereka dan - Plak! Sekali lagi, pipi Stafan terbakar.

"Vshtoop! Volongg ventivan!"

(Stooop! Tolongg hentikan!)

Stafan menutupi pipinya seperti seorang anak kecil yang dimarahi oleh orang tuanya.

Meskipun dia menyukai kekerasan, orang yang dia hajar selalu adalah orang yang tak punya daya untuk

melawan. meskipun dia bangun melawan Sebas, yang terlihat seperti orang tua di luar, Stafan terlalu takut

memukulnya. Dia tidak bisa ketika dia tidak memiliki jaminan lawannya tidak akan melawan balik.

Seakan mengerti apa yang ada di hati Stafan, mata Sebas kelihatannya kehilangan ketertarikan saat dia

mengalihkan pandangan ke arah wanita itu.

"Benar-benar hal yang mengerikan yang sudah kamu lakukan..."

Stafan berlari melewati Sebas yang sedang berjalan ke samping wanita itu.

"Dasar bodoh!"

Kepala Stafan dipenuhi dengan panas emosi. Dasar pak tua bodoh.

Dia akan memanggil orang-orang yang ada di bangunan ini dan memberinya pelajaran. Sekarang setelah dia

telah melakukan hal semacam ini kepadanya, dia takkan pernah mengampuninya dengan mudah. Stafan akan

membuatnya merasakan luka dan rasa takut yang mengerikan.

Di dalam otaknya, dia berpikir tentang tuan yang cantik dari kepala pelayan itu.

Tuan yang bertanggung jawab atas error pelayannya. Dia akan membuat mereka berdua bertanggung jawab

terhadap rasa luka ini. Dia akan membuat mereka menyadari siapa yang sudah mereka pukul.

Dengan pemikiran seperti itu di otaknya dan perutnya yang kembang kempis, Stafan berlari ke luar.

"Vey! vavavah vava vovang viviini!?!"

(Hey! apakah ada orang disini?!)

Dia berteriak dengan suara kencang. Salah satu pegawai seharusnya segera datang.

Namun, dia menyadari bahwa otaknya sudah mengkhianatinya setelah melangkah keluar ke aula.

Sepi sekali.

Sangat sepi sehingga bisa terasa tempat ini kosong.

Sambil telanjang, Stafan dengan gugup melihat ke arah sekelilingnya.

Keheningan yang menggantung di lorong itu - atmosfir aneh yang membuat ketakutan mengalir ke arah Stafan.

Melihat ke setiap sisinya, ada banyak pintu, tak usah dikatakan lagi tak ada siapapun yang keluar dari pintu

tersebut. Sebuah toko dimana orang-orang dengan fetish spesial - meskipun berbahaya, sering sekali kedap

suara.Tapi tidak mungkin para pegawai itu tidak bisa mendengarnya.

Dia telah melihat beberapa pegawai ketika dia diantarkan ke kamarnya. Semuanya adalah pria dengan tampang

kasar dan memiliki tubuh yang menakjubkan yang tidak bisa dibandingkan dengan orang tua seperti Sebas.

"Vengava vak vava vovang vang vavang ?"

(Mengapa tak ada orang yang datang ?)

"-Karena mereka jika tidak sudah tewas atau pingsan."

Sebuah suara lirih merespon teriakan Stafan. Dia cepat-cepat berputar dan melihat Sebas yang berdiri tanpa

bicara.

"Kelihatannya ada beberapa di dalam... kebanyakan dari mereka sedang tidur."

"Vi-Vivu vivak vungvin! Vavu vivir vevapa vanyak veveva ?"

(I-Itu tidak mungkin! Kamu pikir berapa banyak mereka ?)

"...Tiga orang yang kelihatannya adalah pegawai, sepuluh di bawah. Dan ada tujuh orang yang seperti dirimu."

Apa yang dia katakan ?

Stafan menatap Sebas dengan ekspresi semacam itu.

"Untuk sementara, tak ada orang yang akan datang membantumu. Meskipun jika mereka siuman, Aku

hancurkan kaki dan lengan mereka. Mereka akan merangkak kemari seperti ulat."

Sebuah ekspresi terkejut muncul dari wajah Stafan. Dia mengira bahwa itu tidak mungkin, tapi atmosfir aneh di

dalam rumah bordil ini membuatnya sadar bahwa Sebas berbicara yang sebenarnya.

"Namun, aku merasa tidak perlu membawamu hidup-hidup. Aku harus membuatmu mati disini."

Sebas tidak membuat gerakan menghunus pedang atau senjata dan hanya mendekatinya tanpa bicara,

kelihatannya tidak perduli. Stafan takut terhadap gerakan biasa yang menakjubkan itu. Dia menyadari bahwa

Sebas benar-benar akan membunuhnya.

"Vungvu! Vungvu! vavu vunya vevavavan vang vavus vunvukvvu!"

(Tunggu! Tunggu! Aku punya penawaran yang bagus untukmu!)

"...Sulit bagiku untuk mengerti perkataanmu. Apakah yang kamu maksud bahwa kamu memiliki penawaran

yang bagus untukku ? Biar kupikir lagi..... Aku tidak tertarik."

"Vavu vengava vavu vevavuvan val vevavam vivi!"

(Lalu mengapa kamu melakukan hal semacam ini!)

Tidak ada alasan baginya untuk berakhir seperti ini. Alasan apa yang membuatnya harus mati ? Untuk pertama

kalinya, Sebas mampu memahami pemikiran Stafan.

"...Meskipun kamu memikirkan semua yang sudah kamu lakukan selama ini, kamu masih tidak tahu ?"

Stafan mencoba mengingatnya. Apakah dia melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan ?

Sebas menghela nafas.

"...Ternyata begitu."

Bersamaan dengan ucapannya, Sebas meluncurkan tendangan depan yang sangat kuat ke perut Stafan.

"Jadi ini maksudnya orang yang tak layak untuk hidup."

Stafan diserang dengan rasa perih yang luar biasa dan beberapa organ dalamnya meledak. Meskipun tidak aneh

baginya jika jatuh pingsan dari rasa luka itu dan mati, dia hanya merasakan rasa perih yang samar sementara

kesadarannya masih ada.

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Sakit sekali!

Meskipun dia ingin berteriak dan berontak kesana kemari, rasa luka itu sangat kuat sehingga membuatnya

bahkan tidak bisa bergerak.

"Matilah seperti itu."

Stafan mendengar suara yang dingin. Meskipun dia ingin memohon ampunan terhadap nyawanya,

tenggorokannya tidak bergerak.

Keringat masuk ke dalam matanya dan pandangannya semakin suram. Dari dalam pandangannya, dia melihat

punggung Sebas saat dia pergi menjauh.

Selamatkan aku!

Selamatkan aku!

Aku akan memberimu uang sebanyak yang kamu inginkan jadi selamatkan aku!

Satu-satunya orang yang bisa merespon suara yang hening memohon ampunan sudah hilang.

Pada akhirnya, Stafan mati perlahan-lahan dengan luka mengerikan terbakar dari perutnya.