"...Se..Se..Selamat datang ?"
Pria itu menjadi bingung dan hanya bisa menatap Sebas dengan tatapan kosong saat Sebas berjalan di depan
wajahnya. Biasanya seseorang yang bekerja di tempat seperti ini akan terbiasa dengan kekerasan. Namun,
pemandangan yang baru saja dia lihat sejauh ini jauh dari hal yang wajah yang biasa dia saksikan hingga saat
ini.
Mengabaikan pertanyaan dari sekutunya di belakang, pria itu memberi Sebas senyuman pujian. Itu karena
naluri bertahan hidupnya berkata kepadanya bahwa itu adalah tindakan terbaik. Dia bisa juga mati-matian
berbohong kepada dirinya sendiri bahwa pria ini adalah seorang kepala pelayan yang melayani salah satu
pelanggan mereka. Pria dengan janggutnya yang tebal, pipinya berkedut saat dia mencoba sebaik mungkin
untuk menunjukkan senyuman ramah, penampilan seperti itu benar-benar tidak enak dilihat.
Sebas juga tersenyum; lembut dan ramah. Namun, tidak ada kebaikan yang ditemukan dalam matanya. Matamata itu mengeluarkan kilauan ganas yang bisa menjebak orang, seperti pedang yang tajam.
"Bisakah kalian minggir ?"
Sebuah suara 'thud', bukan, lebih seperti 'splat'. Sebuah suara menyakitkan terdengar.
Pria dewasa yang terlihat kasar mengenakan perlengkapan yang dengan mudah memiliki berat lebih dari 85
Kg. Seorang pria seperti itu berputar di udara seperti sebuah candaan dan dilemparkan ke samping dengan
kecepatan yang terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata. Seperti itu, tubuh dari pria tersebut menabrak dinding
dengan suara benturan yang keras.
Rumah itu gemetar seakan ditabrak oleh tinju sebuah raksasa.
"...Oh tidak, jika aku membunuhnya agak dalam maka dia akan menjadi pagar psikologi yang bagus... Ya,
kelihatannya masih tersisa banyak jadi aku akan lebih hati-hati mulai sekarang."
Sebas berkata kepada dirinya sendiri bahwa dia seharusnya menahan kekuatannya sedikit saat dia
meninggalkan mayat itu ke samping sini dan bergerak ke arah yang lebih dalam.
Sebas membuka pintu dengan lebar dan melangkah ke dalam ruangan. Dengan gerakan yang anggun, dia
melihat sekelilingnya. Daripada disebut sebagai seseorang yang menyerang markas musuh, dia mengeluarkan
udara dari seseorang yang sedang jalan-jalan di sekitar rumah yang sudah ditinggalkan.
Ada dua orang pria.
Mereka sedang menatap tercengang ke arah bunga merah tua pada dinding di belakang Sebas.
Ruangan itu dipenuhi dengan bau alkohol murah seperti yang takkan pernah ditemui di Nazarick. Bercampur
dengan bau darah dan menggantung memberikan aroma aneh yang membuat perut ingin muntah.
Sebas mengumpulkan informasi yang dia dengar dari Tsuare dan assassin dan mencoba untuk memetakan struktur bagian dalam dari bangunan ini di kepalanya. Meskipun ingatan Tsuare dipenuhi lubang dan hanya
sedikit yang bisa ditawarkan, dia memang mendengar bahwa toko yang sebenarnya terletak di bawah tanah.
Assassin tak pernah ke bawah sana dan tidak banyak membantu mulai dari sini.
Meskipun Sebas mengamati lantai, dia tidak bisa menemukan tangga karena disembunyikan dengan baik.
Jika dia tidak bisa menemukannya sendiri, maka dia hanya cukup bertanya kepada seseorang yang tahu.
"Maaf, saya punya pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu."
"Guaaahhh!"
Sesaat setelah dia bicara dengan mereka, salah satu pria itu mengeluarkan teriakan dengan nada tinggi.
Kelihatannya sekarang, pemikiran untuk bertarung sendiri telah hilang dari pikirannya. Sebas merasa lega. Dia
tidak bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik jika dia memikirkan tentang Tsuare dan tinjunya akan jadi
membunuh mereka dengan sekejap.
Jika mereka menyerah tanpa melawan, dia baru bisa berhenti setelah mematahkan kaki-kaki mereka. Pria-pria
itu gemetar ketakutan menempelkan punggung mereka ke dinding, semuanya untuk mencoba menjauh sejauh
mungkin dari Sebas. Sebas melihat mereka tanpa emosi dan mulutnya terpisah menjadi senyuman.
"Hiiii!"
Mereka semakin ketakutan dan bau amonia menyebar ke sekitar.
Sebas berpikir bahwa dia mungkin terlalu jauh dalam menakuti mereka dan mengerutkan dahinya.
Salah satu pria itu matanya tergulung dan pingsan. Tekanan yang ekstrim telah membuatnya melepaskan
kesadarannya sendiri. Pria lain melihat rekannya dengan ekspresi iri.
"Haa.. seperti yang kubilang, aku ingin menanyakan sesuatu. Aku ada urusan di bawah. Bisakah kamu beritahu
bagaimana aku bisa menemukan jalannya ?"
"..I-Itu."
Sebas melihat cahaya ketakutan di mata pria itu saat dia mempertimbangkan berkhianat. Meskipun para
assassin juga sama, kelihatannya pria ini takut terhadap pembersihan yang dilakukan organisasi pula.
Mengingat bagaimana pria yang kabur dengan uang yang dia terima dan bagaimana dia bersikap, Terkena
pembersihan mungkin berarti kematian.
Karena kelihatannya dia tidak ingin bicara tanpa diberi pelajaran, Sebas mengatakan kalimat yang bisa
memutuskan keraguan pria itu.
"Kelihatannya ada dua mulut di sini. Tidak perduli bagiku apakah kamu yang bicara."
Pria tersebut mulai berkeringat banyak dari dahinya dan tubuhnya gemetar.
"Se-se-se-sebelah sana! Disana, itulah tempat pintu rahasianya!"
"Memang benar."
Melihat ke arah yang dia tunjukkan , memang kelihatannya lapisan itu lantai itu berbeda.
"Ternyata begitu, terima kasih. Maka kalian sudah melakukan bagian kalian."
Saat Sebas tersenyum, pria itu mengerti maksud dibalik kalimatnya dan gemetar, wajahnya menjadi pucat.
Meskipun begitu, dia bergantung kepada sebuah cahaya kecil harapan dan bicara.
"A-Aku mohon padamu, to-tolong jangan bunuh aku!"
"Aku menolak."
Balasan langsung membuat ruangan itu membeku dalam keheningan. Mata pria itu menjadi bundar, ekspresi
dari orang yang mencoba untuk menolak apa yang tidak ingin dia percayai.
"Tapi, aku sudah bilang padamu! Hey, aku akan melakukan apapun, jadi biarkan aku hidup!"
"Itu benar, tapi..."
Sebas menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
"Aku menolaknya."
"Anda.. Anda bercanda, ya kan ?"
"Jika kamu ingin percaya seperti itu. Hanya ada satu hasil dari hal ini."
"...Aku mohon.. dewa."
Sebas teringat ketika dia mengambil Tsuare dan sedikit memicingkan matanya.
Atas hak apa pria dengan pekerjaan semacam ini meminta sesuatu kepada dewa ? Dan bagi Sebas, 41 Supreme
Being adalah dewa-dewanya. Rasanya seakan jika mereka baru saja menghina mereka.
"Ini yang layak kamu terima."
Dari suara yang seperti bajak menolak apapun, pria tersebut kelihatannya menyadari bahwa dia akan mati.
Apakah dia akan lari, atau melawan ? Saat ketika pilihan itu diletakkan di depan matanya, tanpa ragu lagi, pria
itu memilih - untuk kabur.
Meskipun jika dia harus melawan Sebas, hasilnya sudah jelas. Malahan, tak perduli sekecil apapun, dia memiliki peluang selamat yang lebih baik jika dia lari. Pemikiran di balik keputusannya memang benar, karena untuk beberapa detik, tidak, bahkan hanya beberapa sepersepuluh detik, nyawanya bisa lebih panjang.
Setelah dengan sekejap menangkap pria yang sedang berusaha menghancurkan pintu, Sebas dengan entengnya
memutar tubuhnya. Tiupan angin melewati kepala pria tersebut dan dia roboh seperti benangnya telah putus. Sebuah obyek bulat menabrak dinding dengan sebuah suara thud dan menggelinding ke lantai, meninggalkan
jejak darah.
Sesaat kemudian, darah muncrat dari leher tanpa kepala pria tersebut dan menyebar ke lantai.
Itu benar-benar teknik yang luar biasa. Menerbangkan sebuah kepala dengan roundhouse kick (tendangan
putar), meskipun tendangan itu memiliki kecepatan dan kekuatan untuk membuat suatu hal semacam itu jadi
mungkin, bagian yang paling menakutkan adalah bahwa tidak ada satu tetespun noda ditemukan di sepatu yang
melindungi kaki Sebas.
Dengan suara langkah kakinya, Sebas berjalan ke arah pria yang telah pingsan dengan mata memutar ke
belakang dan menurunkan kakinya. Dengan suara seperti pohon tua yang patah, tubuh pria itu mengejang.
Setelah beberapa kejang-kejang, dia tidak lagi bergerak.
".. Bukankah itu adalah bukti yang jelas apa yang akan terjadi pada kalian dari apapun yang telah kalian
lakukan sejauh ini ? Tapi tenanglah, setidaknya, kalian telah menebus dosa itu dengan tubuh kalian."
Sebas mengambil mayat mereka.
Dia menjejerkan area sekitar tangga dengan tubuh yang hancur sama sekali. Bahkan mereka terlihat sangat
mengerikan; itu akan membuat rasa takut dan ragu-ragu pada siapapun yang mencoba untuk kabur. Itu adalah
sebuah metode yang Sebas pikirkan jika dia tidak bisa menghancurkan titik masuknya.
Setelah memindahkan mayat-mayat itu, Sebas melangkahkan kakinya ke pintu masuk rahasia bawah tanah.
Pertama adalah suara bagian mekanik yang hancur. Lalu, sebuah lubang besar terbuka di lantai. Penutup lantai
yang hancur jatuh dengan keras melalui tangga.
"Aha... Jika aku menhancurkan tangga ini, maka akan sulit bagi mereka untuk kabur dengan cara ini."
---
Ruangan itu tidak begitu luas.
Bagian dalam yang sunyi itu ada lemari untuk menyimpan pakaian dan sebuah tempat tidur, tak ada yang
lainnya.
Tempat tidur tersebut bukan tipe yang buruk yang hanya ada sprei di atasnya. Namun, itu adalah sebuah kasur
yang dipenuhi kapas, sebuah kemewahan yang digunakan oleh para bangsawan. Namun, seakan mereka terfokus pada fungsionalitasnya saja, desainnya sangat datar dan hiasan-hiasannya kurang bervariasi.
Dan dia atas tempat tidur itu ada seorang pria yang sedang telanjang.
Dia melihat kelihatannya memiliki usia yang lebih dari paruh baya. Karena kehidupan yang bebas, tubuhnya
gemuk dan tidak menarik.
Meskipun tampangnya bisa lulus sebagai hampir rata-rata, gumpalan di wajahnya mengurangi poin pada dirinya
dengan cepat. Melihat ke arahnya, siapapun akan berpikir bahwa pria ini seperti babi. Babi-babi adalah binatang
yang pintar dan menawan dan menyukai hal-hal yang bersih. Namun, dalam kasus ini, babi itu bodoh dan hina,
digunakan sebagai cacian.
Namanya adalah Stafan Hevish.
Dia menurunkan tinjunya yang terangkat - ke arah kasur. Suara benturan daging terdengar.
Sebuah tampang gembira muncul di wajah lembek Stafan. Itu karena sensasi menggilas daging disalurkan ke
tangannya dan dia merasa getaran kenikmatan yang naik ke tulang belakangnya. Tubuhnya lalu gemetar.
"Ohhhh...."
Saat dia pelan-pelan mengangkat tangannya, ada darah yang lengket di sana.
Stafan sedang berbaring di atas wanita yang sedang telanjang.
Wajah wanita itu bengkak-bengkak dan kulitnya berwarna titik-titik merah karena pendarahan dalam. Darah
yang mengalir dari hidungnya yang hancur membuat wajahnya kusut. Baik bibir dan matanya juga bengkak dan
wajahnya yang pernah menarik sudah tak terlihat lagi. Tempat tidur itu menjadi berubah warna, darah yang
menyebar menodai kain spreinya.
Tangan yang diangkat ke udara untuk mencoba melindungi wajah gadis itu sekarang tergeletak di tempat tidur.
Gambaran dari rambut wanita itu yang tersebar di atas kain membuatnya terlihat seakan dia sedang
mengambang di air.
"Hey, apa, sudah selesai ? Ahn ?"
Wanita itu sudah tidak sadar lagi.
Stafan mengangkat tangannya dan membantingnya ke bawah.
Smack.
Tinju dan pipi, bersama dengan tulang pipi yang ada di dalam, luka dari benturan itu juga mengalir ke
tangan Stafan.
"Che, sakit juga!"