Chereads / OVERLORD INDONESIA / Chapter 127 - Tentara Bayaran

Chapter 127 - Tentara Bayaran

Dia tertawa nakal. Seakan dia telah menemukan sesuatu yang tidak tertahankan lucunya, gadis itu melihat ke bawah dan meneruskan tertawanya, rambutnya menutupi wajahnya.

Dengan situasi yang semakin abnormal, tentara bayaran itu menghirup nafas dengan sedalam-dalamnya. Sementara itu tawa Shalltear semakin keras dan keras.

"AhahaaaaaaahahahaAHAHAAAAAAAAAAAAHAHAHAHA!!"

Dengan tawanya yang terus semakin keras, dia mengangkat kepalanya.

Wajah yang ada dalam penglihatan mereka membuat tentara bayaran itu merasa jantung mereka seakan berhenti berdetak dan darahnya membeku.

Tidak ada wajah cantik lagi yang mereka temukan. Warna Iris dari gadis itu seperti tertumpah dan mewarnai seluruh matanya dengan warna merah darah. Giginya, yang kelihatannya putih dan cantik sesaat lalu, digantikan dengan barisan taring yang sempit dan seperti jarum mirip dengan rahang seekor hiu. Bibirnya yang memberikan kilauan merah, semakin lembut, dan tetesan air liur keluar dari sudut mulutnya.

"AHAHAAAAAAAAAAAAAAAAAAHAHAHAHAAAAAHAHA!"

Bibir Shalltear robek ke atas hingga di bawah telinganya. dan mengeluarkan sebuah tawa yang terdengar seperti banyak lonceng yang serak.

Udara di aula itu kedengarannya seakan berteriak.

Meskipun mempertimbangkan mereka yang sedang berada di dalam gua, pantulannya mengerikan. Seakan udara itu sendiri tidak bisa menahan suara bising dan berteriak kesakitan.

-gadis?

-monster?

-binatang buas?

Dia bukan salah satu dari ketiganya.

Sebuah avatar dari terror--.

Bahkan dari jarak ini, nafasnya mengalahkan bau darah yang sangat banyak. Kelihatannya bahkan udara di sekelilingnya berwarna merah dari baunya.

"Uuuuwaaaaaahhhhh!!"

Dengan sebuah teriakan, seorang tentara bayaran benar-benar ditelan terror menarik pemicu pada crossbow miliknya.

Anak panah yang menembus udara dan menancap dalam di dada Shalltear. Tubuhnya sedikit terguncang dari benturan itu.

"-Tembak!"

Terbangung atas suara pimpinan mereka, seluruh tentara bayaran menembakkan crossbow mereka dengan perasaan ingin menolak ketakutan mereka. Anak panah - anak panah itu berjatuhan dengan suara seperti hujan deras dan menusuk tubuh Shalltear.

Dari 40 yang ditembakkan, 31 diantaranya masuk ke dalam target. Setiap yang mengenai target menancap dalam-dalam ke badang sasarannya. Itu adalah hasil yang jelas, mempertimbangkan jarak ini, anak panah itu dengan mudah menembus armor besi.

Ada Empat anak panah yang menembus kepalanya, jika dia adalah manusia, luka itu akan sangat fatal.

"Kita berhasil..."

Seseorang berujar.

Itu adalah harapan yang ada di lidah dari setiap tentara bayaran yang hadir. Meskipun dia masih berdiri. anak panah itu telah menutupi tubuhnya membuat dia terlihat seperti landak. Seharusnya, dia sudah tewas. Meskipun ada sedikit yang tertancap di kepala mereka, sebuah duri yang bernama teror dan masih menggantung dalam di sudut hati mereka.

Para tentara bayaran itu, seakan didorong oleh insting menyelamatkan diri dari binatang buas yang tersembunyi, mulai memasang anak panah lagi ke crossbow mereka.

Dan- Shalltear bergerak.

Dengan gerakan berlebihan, seperti seorang konduktor orkestra yang memainkan tongkat konduktornya, dia pelan-pelan - meregangkan kedua lengannya. Seluruh anak panah yang menancap dalam di tubuhnya pelan-pelan terdoro keluar dan berjatuhan ke lantai. Tak ada setetes darahpun yang terlihat dari satupun anak panah itu. Kepala anak panah itu kelihatannya tak pernah tersentuh, seakan mereka tak perna ditembakkan dari awal.

Shalltear tertawa. Senyum yang berkembang di wajahnya benar-benar bisa disebut jelek.

Ketakutan melanda mereka, teriakan menggema di seluruh penjuru sekali lagi, anak panah dalam jumlah yang banyak menuju ke arah Shalltear.

Melalui mata, leher, terpendam dalam perut, atau yang bersarang di bahu. Bahkan hujan es, dia menganggapnya sebagai gangguan kecil, sebuah gerimis.

"IItuuuuuuu tidaaaaak akaaaaan berhaaaaaasiiiiilll. Kaaaaliiiaaan teerlaaaluuu beerusaaaahaaa keeeraaaas."

Sebuah langkah. Lalu sebuah lompatan.

Jarak atap sekitar lima meter. Sebuah lompatan yang cukup tinggi untuk menyentuhnya, dengan mudah melewati barikade dan mendarat di sisi yang berlawanan. Sepatu hak tinggi miliknya menyentuh tanah dengan suara klik, dan anak panah yang mengotori tubuhnya berjatuhan ke tanah semuanya.

Dia memutar wajahnya ke arah para tentara bayaran yang masih mengisi ulang di belakangnya.

Dan dengan satu kaki ke depan - menyerang.

Sebuah serangan tanpa sedikitpun berat badan yang menyertainya, itu hanya sebuah pukulan sederhana yang terlihat seakan dia hanya mengarahkan tangannya ke depan. Tapi kecepatan dan daya hancur dari pukulan itu memiliki kelas tersendiri.

Pukulannya dengan mudah menembus seorang tentara bayaran dan menghancurkan barikade. Dengan suara meledak, kayu-kayu itu berhamburan dan hancur, membuat kayu-kayu itu berhamburan ke seluruh ruangan.

Sebuah tirai berat keheningan memenuhi aula. Suara yang terdengar hanyalah dari pecahan-pecahan kayu yang berjatuhan ke tanah.

Mereka hanya berdiri menatap Shalltear dengan tatapan kosong, tangan mereka tidak lagi sibuk mengisi ulang senjata mereka.

Shalltear melanjutkan dengan mengarahkan jari telunjuknya ke bola darah yang melayang di atas kepalanya. Ketika dia pelan-pelan menarik jarinya, Sebuah benang darah mengikuti di belakangnya dan menggambarkan sebuah karakter di depan Shalltear. Mirip dengan sanskerta atau tulisan kuno, membentuk sebuah karakter magic.

Itu adalah sebuah skill yang disebut [Blood Pool] dari salah satu kelas Shalltear, [Blood Drinker]. Dengan menyimpan darah yang dihisap dari musuh, membuat pemakainya bisa menciptakan sebuah bola dengan energi magic yang bisa digunakan untuk hal lain nantinya. Dan juga, dengan menggambarkan kekuatannya, seseorang bisa menggunakan skill augmentasi tanpa mengeluarkan MP.

[Penetrate Magic: Implosion]

Magic level 10 - Magi dengan level terkuat meluncur, tubuh dari sepuluh tentara bayaran tiba-tiba menjadi bengkak.

Mereka bahkan tidak memiliki kesempatan untuk berteriak. Ketika mereka melihat dirinya sendiri dalam kebingungan, sebuah wajah yang dipenuhi dengan teror muncul. Selanjutnya - sebuah suara balon yang pecah bisa terdengar ketika tubuh-tubuh mereka meledak.

"Ahahaahahahaahahaha! Splat! Caaaaaanttiiiiiikk seeeekkaaaaaliiii!"

Shalltear bergerak menuju kabut darah dan tertawa gembira sambil tepuk tangan.

"Uwaaaaahhh!"

Dengan tangisan, sebuah pedang meluncur dan menusuk dada Shalltear dari belakang -  menembus tempat jantungnya berada. Diputar dan dipelintir, mencoba untuk memperlebar lukanya.

"Matilah!"

Diikuti dengan sebuah pedang besar yang membelah kepalanya dan bersarang di mata kirinya.

"Terus serang, ayo kalian!"

Campuran teriakan dan jeritan, teriakan semangat mereka meledak ketika tiga orang tentara bayaran menghunuskan senjata mereka kepada Shalltear.

Lagi dan lagi, pedang mereka membelahnya. Namun, dengan pedang besar yang masih tertancap di wajahnya, Shalltear berdiri dengan tenang. Seakan serangan mereka tidak sakit sedikitpun, jangankan sakit, dia malahan tersenyum dan hanya membuat mereka semakin marah.

Setelah serangan berkali-kali, kelelahan ada tentara bayaran itu membuat mereka melepaskan genggaman senjata mereka; dengan teriakan ratapan, mereka menghujani Shalltear dengan pukulan dan tendangan. Meskipun ukuran mereka berbeda, seperti sebuah batu besar, Shalltear masih berdiri tak bergerak.

Shalltear memiringkan kepalanya dan menatap penyerangnya, tenggelam dalam lamunan. Lalu seakan dia baru saja memikirkan sesuatu yang bagus, bertepuk tangan.

"Haaaaauuuuuaaaaa."

Seakan melepaskan seluruh panas dari dalam tubuhnya, dia mengeluarkan nafas yang banyak,  bau darah yang bisa memuntahkan isi perut memenuhi sekitar.

Shalltear dengan malas menarik pedang lebar keluar dari kepalanya. Tak perlu disebutkan, tak ada goresan yang tertinggal.

Seakan dia akan mengayunkan pedangnya, tangan Shalltear berhenti di tengah-tengah ayunan. Pedang di tangannya pelan-pelan hancur berkeping-keping. Di otaknya hanya haus darah, dia teringat salah satu kelasnya - Penalty dari [Knight Terkutuk]. Dia melemparkan senjata itu kesamping dengan kecewa dan dengan malas mengusapkan tangannya.