Sabtu pagi yang sangat murung. Cahaya matahari terhalang awan hitam dan kabut pagi. Burung-burung bersenandung di sebalik dedaunan yang rimbun. Masih sangat pagi untuk melakukan aktivitas dan masih sangat awal untuk menentukan hal apa saja yang harus di lakukan untuk mengisi hari ini. Pagi di kaki bukit lompo bantang, sama dengan pagi-pagi sebelumnya dalam hidupku. Setelah memberi makan untuk ternak peliharaan orang tua. Maka aku harus bergegas bersiap kesekolah untuk mengikuti pembelajaran.
Tahun ini adalah tahun terakhirku di sekolah menengah atas (SMA). Tidak ada yang berarti dalam hidupku. Tidak ada yang mampu di ceritakan sebagai pembangkit gairah hidup. Sampai hari ini, aku masih menjalani setiap detik waktuku dengan peliharaan orang tuaku dan bekerja di kebun. Tidak ada kisah romansa remaja dalam detak waktu hidupku. Aku adalah remaja berusia tujuh belas tahun yang sangat sibuk dengan pekerjaan. Bagiku, dengan bekerja di usia muda akan mengajarkan aku untuk melakukan banyak hal nantinya. Akan memberiku pengalaman bekerja yang cukup untuk bisa membantuku kelak, ketika aku telah dewasa. Bukankah"Rajin pangkal Pandai dan sukses", begitulah bunyi pepatah itu, yang aku yakini benar.
Aku anak desa di sebuah pelosok desa. Desa-Ku bukannya tidak indah, hingga aku harus berpimpi untuk dapat bisa hidup dengan nyaman di perkotaan atau di kota-kota besar. Aku sering mendengar cerita yang menarik di luar sana dari tetangga atau sanak keluarga yang kembali dari perantauannya di kota-kota besar. Aku ingin melihat gedung yang tinggi, aku ingin merasakan naik kereta Api, Pesawat maupun Kapal laut. Karena transportasi itu tidak ada di desaku. Aku bisa tahu betapa panjangnya kereta api dari gambar-gambar di buku pelajaran, bentuk kapal terbang seperti burung dan kapal laut yang terbuat dari bongkahan besi namun mampu mengapung di lautan. "Entah bagaimana merakitnya?" itu lah salah satu pertanyaan di kepalaku ketika memperhatikan gambar-gambar transportasi tersebut.
Aku suka belajar. Aku jarang bermain dengan anak-anak sebaya di desaku. Karena itu aku tidak memiliki kenangan indah, seperti yang di ceritakan di buku-buku cerita dan film-film di televisi. Meski aku ingin, hal tersebut akan sulit bagiku. Karena selain belajar, waktuku tersita untuk merawat tanaman di kebun dan binatang peliharaan orang tuaku. Dan aku sangat menikmatinya. Apa lagi saat-saat memandikan kerbau di sungai dan memberinya makan. Sangat menarik melihat mereka bertumbuh dan membesar. Meski pada akhirnya, aku harus merelakannya untuk kemuadian di jual demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga kami. Mungkin karena dari kecil aku yang selalu merawat dan memiliki waktu yang lama untuk bersama dengan kerbau-kerbau itu aku akhirnya merasa kasihan melihatnya di sembeli. Tapi, pada akhirnya aku menyadari bahwa begitulah tugas mereka. Binatang-binatang yang bisa di sembelih dan di konsumsi dagingnya, mereka hanya di tugaskan sebagai pelengkap dan memenuhi kebutuhan manusia di dunia. Mungkin begitulah kodrat di ciptakannya. Wallahu alam.
Aku sudah berdiri di depan cermIn. Mencoba merapikan kancing baju dan rambutku yang mulai memanjang. Lalu menantap mataku yang penuh tanda tanya akan hari esok. Kemanakah arah hidupku? Apakah esok, aku mampu meraih mimpiku? Setidaknya, aku sedang mengusahakannya saat ini, dengan rajin belajar, bekerja dikebun dan rajin bersekolah. Semuanya telah kuserahkan pada pemilik hidup ini. Segalanya, biarlah menjadi rahasianya. Dan aku hanya perlu sedikit berusaha dan terus berusaha meraih mimpi-mimpi itu. Hingga kelak aku harus pergi, maka aku akan pergi dan jika tidak, maka aku harus tinggal lalu melanjutkan hidup seperti biasanya. Aku sudah sangat siap untuk berangkat kesekolah hari ini.
***
Sekarang aku telah berada di sekolah. Tidak begitu jauh sekolah ini dari rumah. Hanya sekitar lima kilo meter. Tepatnya, berada di kampung sebelah. Aku membersihkan kelas, setibaku tadi pagi. Dan sekarang aku sedang makan siang di kantin. Aku berangkat kesekolah dengan sepeda motor. Aku mendapatkan sepeda motor itu dari orang tua-Ku, sebagai hadiah dari kerajinanku membantu mereka. Harganya, sebanding dengan seekor kerbau. Lagi pula, dengan adanya sepeda motor tersebut. Maka aku akan mudah untuk berangkat ke kebun, bekerja.
Kadang, aku berjalan-berjalan ke bukit di dekat kebun. Untuk sekedar melepas lelah dan menenangkan diri. Aku tidak pernah sampai ke puncaknya. DeTapi, pemandangan yang dapat kulihat. Sangat luar biasa indahnya. Aku selalu ingin ke puncaknya. Tapi, sulit bagiku untuk menemukan jalan. Dan juga, tenagaku yang tersisa dari bekerja di kebun, tidak cukup dan melelahkan-Ku. Mungkin suatu hari nanti, aku akan bisa mencapai puncaknya. Ya, Mungkin nanti! Mungkin jika aku telah beranjak dewasa, aku mampu mendaki ke puncaknya.
"Hai ka Rifki" seseorang menegur. Aku berbalik dan mendapati seorang siswi dari kelas sebelas. Dia adik kelasku. Aku sempat membantunya saat motornya mogok di jalan. Namanya Windi.
" Halo. Ada apa Windi? " aku tersenyum kepadanya.
" Ngak apa-apa kak. Cuman mau makan saja sama teman-teman"
"Ohh... Silahkan. " aku mempersilahkan mereka untuk duduk di meja yang kosong.
"Terima kasih kak." aku hanya tersenyum padanya.
Windi, nama yang indah. Berbanding lurus dengan wajahnya yang jelita. Beruntung, laki-laki yang menjadi kekasihnya. Anaknya juga baik dan sopan. Sungguh wanita pujaan para lelaki. Mungkin termasuk aku juga. Tapi, entahlah! Aku hanya ingin memikirkan mimpiku. Dan memikirkan Windi sebagai teman saja. Semoga setelah lulus dari sekolah ini, aku mendapat kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas terbaik di kota Makassar. Tepatnya mendapat kesempatan untuk mempelajari Teknik mesin. Aku ingin sekali, suatu saat mampu membuat Pesawat, Kereta Api dan Kapal laut. Bagiku, itu sangat menarik. Semoga, orang tuaku, memberi izin nantinya. Semoga aku mampu mencapai mimpiku.
***
Hari berlalu, minggu berganti. Dua bulan yang lalu, adalah waktu yang paling padat akan aktivitas. Aku harus belajar, menjaga ternak, membantu orang tua di kebun dan mengikuti ujian akhir sekolah. Sungguh melelahkan bagiku. Dan hari ini, aku akan berangkat ke makassar untuk mempersiapkan ujian masuk Universitas. Aku tidak sendirian, ada dua orang teman yang menemaniku. Mereka sama denganku, ingin melakukan hal yang sama denganku. Aku yakin, bahwa mereka memiliki mimpi yang sama denganku. Mereka ingin lulus dalam ujian lalu menjadi Mahasiswa di Univeraitas tersebut. Kami harus bersaing dan berkompetisi dalam hal itu. Hanya saja, kami berjanji untuk tidak mempermasalahkannya. Jika bisa dan jika ada kesempatan, kami ingin saling membantu dalam ujian masuk Universitas nantinya. Biar bagaimanapun, kami adalah teman dan dari desa serta memiliki mimpi yang sama. Bekerja sama jauh lebih menguntungkan, daripada harus melakukannya sendiri. Melakukan sendiri akan merepotkan dan memerlukan tenaga yang ekstra.
Nama dari kedua temanku adalah Muhammad Fikri dan Dani Irawan. Semenjak kecil kami telah berteman. Hanya saja, aku tidak begitu sering ikut bermain dengan mereka. Karena harus menjaga ternak dan membantu orang tua bekerja di kebun. Hanya, di beberapa kesempatan kami bermain bersama. Jika mereka datang ke rumah atau ikut denganku memandikan ternak di sungai. Kami bermain sambil mandi di sungai tersebut. Selebihnya, mereka kadang meyebrang ke kampung sebelah untuk bermain bersama anak-anak di sana. Sampai usia remajaku ini, hal tersebut yang berlaku. Namun kali ini, kami di hadapkan dalam situasi yang sama. Dan jika kami lulus nantinya atau di terima di sebuah Univeraitas yang sama. Mungkin kami, mempunyai waktu yang banyak untuk bersama. Aku akan membayar waktu kebersamaan kami yang terbatas selama ini. Biar bagaimanapun dari mereka jugalah aku belajar untuk bermimpi dan meraih mimpi tersebut. Pembicaraan kami pada waktu istirahat di sekolah, selalu berkaitan tentang mimpi hidup di kota serta kuliah dan bekerja di sana. Kata mereka, aku harus keluar dari tempurung yang mengekang pergerakan dan cara berpikirku. Aku harus melihat dunia luas, memiliki pengalaman dan teman yang banyak. Kata mereka lagi, dunia ini luas dan sangat beraneka ragam. Aku tidak akan pernah tahu itu semua, jika saya hanya tinggal di kampung saja selama-lamanya. Dan aku merasakan itu. Walau bagaimanapun, aku juga manusia biasa. Akan ada titik-titik dalam proses hidupku yang menghadirkan kebosanan serta keinginan untuk mengetahui serta merasakan kehidupan yang berbeda dan jauh lebih baik. Dalam hati kadang berontak untuk bebas dari segala aktivitas yang ku lakukan di kampung. Ada banyak masa-masa indah yang harus aku korbankan. Aku juga butuh main, butuh teman, dan butuh kebebasan. Aku kini menuju kehidupan tersebut. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harus sukses nantinya dan membuat orang tuaku bangga serta tidak menyesal memberiku peluang ini.
"Puncak dari bermimpi adalah berusaha menjadikannya nyata. Puncak mimpi sendiri adalah sukses. Dan puncak dari sukses adalah prestasi. Lalu prestasi tak memiliki sekat, batas dan keadaan yang kukuh, melainkan suksea dapat di lakukan dalam bentuk apa saja, kapanpun dan di manapun. Sukses atau berprestasilah pada apapun yang kamu lakukan! Selamat menjalani kehidupan baru kalian"
Aku membuka catatan itu lagi. Sudah berkali-kali aku baca. Dan berkali-kali aku mendapatkan dorongan kuat dari dalam diriku untuk mencapai mimpi-mimpiku. Aku mencatat potongan pidato dari wali kelasku saat acara kelulusan. Biar bagaimanapun, aku sangat suka dengan kata-kata motivasinya ini dan mungkin aku akan membutuhkannya dalam perjalanan ini. Perjalanan menuju kota Makassar, kota sejuta mimpi bagi anak kampung sepertiku.