Chereads / Konspirasi Rasa Cinta / Chapter 2 - MIMPI SEORANG WANITA DESA

Chapter 2 - MIMPI SEORANG WANITA DESA

Aku Anggun. Aku adalah wanita yang memiliki banyak mimpi. Meski terlahir di pelosok desa, tapi sangat berharap di masa yang akan datang, dapat hidup di tengah perkotaan. Aku bukannya tidak suka tinggal di kampung halaman. Hanya saja, aku mempunyai mimpi untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi negeri yang hanya ada di kota-kota besar. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan kampung halamanku. Hanya ingin meraih mimpi. Menurut pemikiranku, dengan masuk dalam perguruan tinggi negeri yang berada di kota besar saja yang bisa menuntunku menuju mimpi-mimpiku. Tentang mimpiku, aku ingin menjadi seorang Dokter.

Bagiku, menjadi seseorang yang bisa membantu orang lain untuk menjaga kesehatannya, sangat mengagumkan. Terlebih lagi, aku pernah mengalami rasa sakit yang cukup membuatku tidak bisa menjalani hidup secara normal selama setengah tahun. Saya pernah menderita penyakit Tipes (Tifus) saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Dan aku tahu bagaimana tersiksanya hidup dengan menderita sebuah penyakit dalam tubuh. Itu menjadi alasan utama untuk memilih menjadi Dokter sebagai profesiku nantinya. Aku juga merasa kagum dengan Dokter-Dokter yang telah membantuku untuk melawan penyakit itu, hingga akhirnya aku kembali sehat meski tidak seratus persen. Masih besar kemungkinan, penyakitku akan kambuh lagi. Aku ingin menjadi dokter, sebagai wujud dari rasa syukurku terhadap tuhan yang masih memberiku rezeki kesehatan dan untuk mengabdikan diriku di tengah masyarakat, sebagai seorang Dokter.

Di akhir tahun dua ribu tiga belas ini, adalah masa-masa perjuanganku. Jika tidak ada masalah, aku akan mendaftar di beberapa kampus ternama di kota Makassar. kota Makassar sebagai ibu kota Sulawesi Selatan merupakan salah satu kota besar dan maju di kawasan Indonesia timur. Perkembangan dan kualitas perguruan tingginya tidak kalah jauh dengan perguruan tinggi yang ada di kota-kota besar lainnya, khususnya di ibu kota negara Indonesia (Di Jakarta).

Aku sudah selesai merapikan pakaianku dan memasukkannya ke dalam koper. Beberapa peralatan mandi serta alat dandan juga, telah kumasukkan ke dalam tas ransel kecilku. Lalu berdiam sejenak, untuk mengingat dan memastikan barang bawaanku telah lengkap.

"tok.. tok.. tok" pintu terbuka dan muncullah sesosok wanita paruh baya yang sangat saya kagumi dan sangat saya sayangi. Dia ibuku, ibu yang mengajarkanku arti berkasih sayang dan selalu memberiku semangat di saat-saat terpurukku selama ini. Saya pastinya akan merasa kesepian tampah dia nantinya. Mungkin nanti, ketika saya kuliah dan tinggal di kota Makassar akan membuat saya di landa rindu yang cukup membuatku untuk ingin kembali secepatnya. Tapi ibu telah berpesan, agar saya harus sebisa mungkin menumpuhkan seluruh perhatianku pada proses ujian masuk ke perguruan tinggi. Ibu hanya sebentar saja di kamarku. Lalu dia pergi, setelah memastikan barang bawaanku lengkap dan memastikan saya tidur lebih awal. Dia takut jika saya nantinya akan kelelahan dalam perjalanan. Karena perjalanan memakan waktu empat sampai lima jam dari pusat kota Bulukumba. Dari kampung ke kota Bulukumba, masih butuh waktu tiga puluh menit. Kurang lebih lima jam aku akan sampai di tujuanku, Kota Makassar. Kota dengan sejuta mimpi dan kegelisahan hidup bagi wanita desa sepertiku.

***

"tok.. tok.. tok" aku segera membuka pintu kamar.

" kamu sudah siap?" tanya ibuku.

" belum bu, Aku masih dandan ini. " jawabku sambil tersenyum manja padanya.

" aduh.. Kenapa lama sekali. Bapakmu sudah siap itu!" sambil menunjuk keluar. Di halaman, Bapak memanaskan sepeda motornya. Kami sudah janjian untuk sama-sama ke terminal yang berada di pusat kota Bone. Karena kebetulan Bapak juga ingin mengurus surat perizinan usaha barunya.

" maaf bu, sebentar lagi ya. " sedikit merengek manja padanya.

" ya sudah, jangan lama-lama dandannya. Dan jangan lupa sarapan! Ibu sudah siapkan di meja makan. "

" siap nyonya. Hehehe" ibu hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuanku. Lalu beranjak keluar meninggalkanku sendiri di kamar.

***

Di sepanjang perjalanan Aku kedinginan. Aku mencoba mendekap erat badan Bapak. Udara pagi hari di kampung sangat segar, tapi cukup membuat kulitku kering. Ketika memasuki wilayah perkotaan, saya mampu merasakan suhu udara yang normal. Dan aku tidak tahu, jika matahari mulai meninggi, udara seperti ini masih bisa di rasakan atau tidak? Setahuku, meski ibu kota Watampone meeupakan kota kecil tapi perekonomiannya terus tumbuh dengan pesat, dan perekonomian Kabupaten Bone berpusat di kota ini. Kendaraan roda dua hingga truk-truk besar akan banyak berlalu lalang di pusat kota. Yang pada akhirnya, sisa pembakaran mesin kendaraan akan mulai menginfeksi suhu udara yang normal ini, dan udara menjadi tidak sehat. Hingga kelak matahari makin terik, maka suhu udara akan menjadi sangat panas. Atau dengan kenyataan lain, lapisan pelindung bumi menjadi sangat tipis. Sudah menjadi keharusan bagi pemerintah mencanangkan konsep kota hijau, dimana kota memiliki taman-taman penghijauan atau menanam pohon di sepanjang pinggiran jalan. Mungkin hal itu akan membantu mengurangi polusi dan menambah keindahan sebuah kota serta menjaga kesehatan udara di kawasan perkotaan itu sendiri.

Mewujudkan kota hijau, kota yang sehat, atau melakukan perawatan kota. Akan memberi suasana yang nyaman bagi para insan yang setiap hari bergelut di pusat kota. Memikirkan hal tersebut, membuatku sedikit mengerti tentang arti dari seorang dokter, yaitu sebagai perawat dan pemberi nasihat serta solusi bagi pasiennya. Yang pada intinya adalah merawat keberlangsungan hidup pasiennya. Dan semoga, aku lulus di salah satu perguruan tinggi negeri nantinya, lalu menyelesaikan kuliah hingga akhirnya aku bisa menjadi seorang Dokter yang bisa memberi harapan hidup bagi orang-orang yang membutuhkannya. Itu mimpiku, mimpi dari seorang wanita desa.