"hei ini bar mana ada es jeruk, dasar anak ingusan apa yang kau lakukakan disini. seharusnya kau berada di kamarmu untuk belajar". bartender itu berdiri memandangi gadis yang lesu itu sambil mengelap gelas kacanya.
"berisik, aku bukan anak ingusan, aku ini sudah..." dia berhenti berkata dan mulai berfikir. aku hampir lupa aku ini anak SMA, lupa... lupa... ia menepuk-nepuk keningnya. "sudah berusia 18 tahun" ia merendahkan suaranya beberapa oktaf. "berikan aku sesuatu yang tidak beralkohol". ia melambaikan jari jemarinya yang lentik itu.
"baiklah" bartender itupun melangkah pergi. beberapa menit kemudian pria itu meletakkan gelas minuman yang telah ia siapkan "jangan suka bermain di sini, itu tidak sehat untuk anak kecil sepertimu". gadis itu memandang bartender itu dengan mata mengitimidasi.
aku lupa kalau sekarang usiaku masih belasan tahun bahkan aku belum lulus SMA. dulu setiap kali fikiranku terasa kacau aku akan kemari, karena terlalu sering bahkan aku pernah bekerja di bar ini pula. kebiasaan itu kenapa aku terapkan di kehidupan ini. dulu usiaku sudah puluhan tahun wajar saja aku sering kemari tapi sekarang ini akan terlihat sangat aneh bukan.
"hai gadis manis, boleh aku bergabung" pria itu mulai duduk di samping gadis itu.
"hai cantik, kau terlihat sangat muda, tapi aku suka sekali dengan gadis manis sepertimu. apa kau perlu teman untuk menemanimu pulang. aku siap melayanimu" pria itu mencodongkan kepalanya dan mengedipkan sebelah matanya seolah-oleh memberikan rayuan yang mematikan.
pria ini membuat mataku sakit, dadaku terasa sesak di dekatnya. apa dia tidak ada kerjaan sehingga mengoda anak kecil seperti aku, apa dia tidak merasa malu. ia mendengus kesal, mengabaikannya dan mencoba untuk menghindar. tapi pria itu mulai mengambil tindakan ia mulai memegang dan meremas tangan gadis yang putih dan mulus itu. sebelum sempat untuk meluapkan kemarahannya.
"hei, kau" pria yang sedari tadi memperhatikannya dari jauh itu penepuk pundak gadis yang masih sibuk menahan emosinya.
"kau ini, gadis yang sangat nakal, suka mabuk-mabukan, bukannya belajar malah bermain di bar dan menggoda pria seperti ini, apa karena dia kau lari dari rumah ku padahal aku sudah baik padamu, apa aku kurang memuaskan. apa kau orang seperti itu". pria itu memberikan tatapan mengintimidasi seolah-olah tatapannya bisa membunuh orang. tatapannya tajam menatap tangan yang masih di pegang dengan erat oleh pria yang masih duduk itu. gadis itu mulai mengalihkan pandangannya pada pria yang baru saja datang dan mencaci makinya. gadis yang seperti itu. apa maksudnya yang seperti itu. ia mendengus kesal dan bertambah kesal.
"lepaskan, dia pacarku". Kenno berkata dengan penuh tekanan dengan lantang menunjukan kepemilikannya. pria itu mulai bangun dari duduknya dan mendengus kesal "sial..." dan berlalu pergi.
Naumi masih membuka mulutnya menganga seolah tidak percaya apa yang baru saja terjadi selama ini tidak ada yang memperdulikannya kecuali keluarganya, selama ini tidak ada yang mau menolongnya kecuali kedua orangtuanya tapi apa yang terjadi saat ini seperti mimpi. sebuah perasaan terharu menyelimuti wajahnya. siapa pria ini kenapa dia mau menolongku. walaupun kita pernah bertemu tapi aku tidak pernah punya hutang budi padanya untuk apa dia berbuat baik padaku. ia masih menganga dengan mulut terbuka menatap pria yang berdiri di depannya itu yang telah mengatakan sebuah kata-kata 'dia pacarku' pria yang hampir memangsanya seketika mulai lari terbirit-birit. apa sebuah kata pacar itu sangat manjur untuk mengusir bajingan.
"aku bukan pacarmu". ia mulai berdiri dan mulai beranjak untuk pergi, seharusnya aku menghindari dia juga aku tidak mau berhutang budi pada siapapun.
pria itu menariknya dengan paksa hingga punggung dan dada yang bidang itu saling bertabrakan, posisi mereka sangat dekat hingga nafas pria itupun dapat ia rasakan dan pria itu berkata dengan sangat lembut "bukankah seharusnya kau berterima kasih padaku".