" Dimana aku?" pertanyaan itu terlontar begitu Yuna menyadari ia berada di suatu tempat yang asing baginya. Ia berada diatas awan. " Nona cantiiik..." sebuah suara lembut terdengar malas menegurnya. Yuna menoleh kearah suara itu berasal, seekor ulat berwarna putih dengan garis hitam menyeringai kearahnya. " Kau... kau bicara..?" Yuna menunjuk ulat tadi dengan ragu.
" Apa salahku kalau aku seekor ulat..?" Sang ulat menggembungkan pipi tembamnya seolah tersinggung. Ulat itu menggeliat, perutnya menggelembung sarat dengan lemak, ia menggoyang kan kakinya di atas jamur tiram yang besar.
" Aku hanya terkejut... maaf, dan kau sangat lucu" jawab Yuna berusaha ceria.
Ulat itu menggeliat lagi dan menguap.
" Tuan Ulat aku ingin tahu tempat apa ini?' tanya Yuna sambil menahan keinginan untuk melompat ke awan dimana sang ulat berada. Ulat tersebut merentangkan kedua kaki depannya. Dengan mata setengah terbuka ia menoleh kearah Yuna." Jangan coba coba melompat kemari, nona" katanya dengan tegas. " Aku sudah punya jodohku sendiri dan itu bukan seorang manusia" katanya menambahkan
' Iya .. iya tuan Ulat yang tampan" Yuna menjawab dengan suara lembut.
" Dan jangan panggil aku tuan Ulat" katanya lagi wajah bulatnya cemberut.
"Aku punya nama..." katanya lagi.
" Kau ingin tahu dimana kita? Ini di dunia mimpi. Disini mimpi seolah nyata dan kebanyakan para gadis yang bermimpi, itu sebabnya kebanyakan awan yang berarak berisi pemuda tampan impian para gadis pemimpi sepertimu.
Ia mengulet lagi tampaknya ulat itu aktivitasnya hanya makan dan tidur. Dengan gerakan malas ia membetulkan posisi tidurnya.
"Hoaaam... sebentar lagi sekumpulan pemuda akan lewat. Kamu tak boleh berlama lama diawan itu. Loncatlah kesalah satu awan dan temukan temanmu untuk mengarungi dunia." kata ulat itu, " Namamu Yuna bukan? Princess Yuna?" ia bertanya sambil menguap lagi. Yuna mengangguk, " Ku kenalkan namaku sang bijak Wisely"
"Senang berkenalan dengan mu tuan Wisely" kata Yuna ramah. Tiba tiba saja Wisely tidak lagi mengantuk ia berdiri dengan dua kaki depannya.
" Cepat ... bersiap princess... awan awan mulai berarak. Jangan sampai salah melompat" Yuna melihat iringan awan menuju kearahnya. Suara panggilan bersautan.
" Princess pilih aku!"
"Princess kemarilah... aku terbaik untukmu!" Yuna sungguh bingung untuk melompat. Awan yang beriringan tersebut memuat berbagai pemuda dari berbagai tipe. Lalu ia melihat salah satu awan memancarkan warna biru tanpa ada seorang pria yang memanggilnya. Ia menetapkan pilihan untuk melompat ke awan tersebut. Angin cukup keras menerpanya, kabut putih sedingin es menyambutnya saat ia mendarat dan ditangkap oleh sepasang tangan kekar. Wajah pemuda itu begitu familiar, senyumnya, suara bisikannya,"Selamat datang princess" di dadanya seuntai kalung dengan bandul cincin berbentuk setengah hati berwarna biru menyambutnya. Wajah Yuna memerah karena malu.
"Turunkan aku.." pinta Yuna.
" Kamu Ahi kan?" tanyanya menegaskan pemuda itu tidak menjawab ia hanya memandangi wajahnya yang memerah. Ia tersenyum padanya," Tunjukkan padaku" pemuda itu tidak melepaskan pelukannya. Yuna mengerenyitkan keningnya. "Maksudmu...?" tanyanya bingung. " Benda yang ada dibalik bajumu". jawabnya tanpa melepaskan pandangannya ke dadanya.
" Kau... dasar mesum!" ia meronta tapi gagal lengan pria itu tak tergoyahkan.
" Itu... benda berwarna biru" katanya. Yuna tersadar dan malu dengan pikiran nya. " Kalung half heart?" tanyanya. Pria itu tertawa merasa lucu dengan reaksi sang gadis.
" Apa aku terlihat sedang merayumu?" suaranya merdu menggodanya.
"Turunkan aku dulu" pinta Yuna dengan suara pelan. Pemuda itu tersenyum geli. Ia menurunkan gadis itu perlahan. Yuna mundur dan mendongakkan wajahnya menatap wajah tampan itu. Wajah tampan yang sungguh menggoda.
" Buka kalungmu. Perlihatkan padaku" pria itu mengulangi permintaannya. Yuna mengambil kalung half heart dan memberikan padanya. Ia tersenyum mata hitamnya berbinar.
"Akhirnya aku menemukan pasanganku" ujarnya. Ia menautkan kedua kalung tersebut. Segera sebentuk bunga mawar biru terbentuk dari keduanya. Ajaibnya kedua kalung itu berpendar dan dipenuhi kabut dingin. Yuna terperangah " kalung kalung itu..." pemuda itu terlihat puas ia menatap wajah Yuna dan tiba tiba saja mendaratkan sebuah ciuman dibibir gadis itu. "Plak!!!" sebuah tamparan mendarat di pipinya. Ia tersenyum geli
" Mengapa kau menamparku?" tanyanya.
" Kau...kau telah mencuri ciuman pertamaku...!" ada air mata di mata jelita nya. " Lalu apa yang bisa aku lakukan... bila ingin melepasnya ... hanya dengan sebuah ciuman maka kedua batu tersebut dapat dipisahkan". wajah tampan itu bersemburat warna merah.
Yuna menutup bibirnya terkejut mendengar hal itu.
" Mengapa kau malu dan marah padaku, bila nyatanya aku adalah suamimu nanti". ujarnya. Angin bergemuruh disekitar awan tempat mereka berada.
" Ini kalungmu. Jaga baik baik dan jaga pula dirimu untukku" setelah mengucapkan kalimat itu sang pemuda berlari menjauh dan diterbangkan angin.
" Jangan tinggalkan aku!" seru Yuna. Ia melambaikan tangannya.
" Kita akan bertemu kembali di dunia nyata. Asta la Vista !" Saat itu Yuna meracau memanggil Ahi.
Pagi itu mentari bersinar cerah. Suara kicau burung membangunkan Yuna dari tidurnya. Ia merenggangkan badannya yang penat, lalu pintu kamar tidur terbuka. Ahi masuk ke kamar membawa nampan. Wajahnya sumringah senyum cerah bermain di bibirnya.
" Bangun... dan mandilah putri pemalas" ujarnya meletakkan nampan berisi sarapan pagi. Ia mendekat membuka selimut yang menyelimuti tubuhnya. Aroma aftersave 'marine scent' semilir bersama gerakan tubuhnya.
" Siap tuan!". Yuna bergegas turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Ia tak ingin terlalu berdekatan dengannya ia terlalu indah dan sangat menggoda. Apalagi dengan perubahan perilakunya yang begitu berbeda.
" breakfast for me? what a coincident!" Yuna membatin namun hatinya seolah merasakan musim semi.
Setelah sarapan pagi Ahi mengajak Yuna kekamar membaca dan menunjukkan daun lontar peninggalan kakek buyutnya. "Berarti Aki Kamajaya telah memperlihatkan diri padaku" ujar Yuna setelah selesai membaca pekamen tersebut. "Pelindung kita akan menampakkan diri saat kita dalam bahaya" Ahi memberitahu gadis itu.
"Aku bertemu pelindungku saat usiaku lima tahun. Saat itu nyawaku terancam. Sekelompok bandit menculik dan hampir membunuhku. Ia sesosok wanita yang rupawan. Penuh kasih membimbingku sejak itu. Delapan perisai iblis telah aku kuasai saat aku berusia enam belas tahun". Ia mengulurkan tangannya menggenggam erat jari mungil didalam telapak tangannya yang besar namun hangat.
" Dalam setiap mimpiku selalu ada seseorang yang begitu setia menemani namun wajahnya ablur dan itu adalah wajahmu. Aku mendapatkan gambaran wajahmu saat aku tertidur di mobil tadi malam" ucap Ahi. Matanya menatap gadis itu, mata itu berbinar sangat indah. Yuna tertunduk. " Subhanallah,... mengapa ia begitu menawan" Yuna membatin.
' Maafkan aku selama ini berlaku kejam padamu..." Ahi mengangkat dagu Yuna. Gadis itu terdiam tak mampu berbicara, seorang Ahi Sasongko, sang penguasa perusahan terbesar dinegerinya, seorang dokter bedah professional yang selama ini begitu arogan memohon maafnya dengan begitu rendah hati. Tanpa sadar air matanya berlinang mengalir di pipi mulus berwarna kemerahan.