Chereads / Silent Bullet / Chapter 18 - Crigia I : Bunga di Tengah Badai

Chapter 18 - Crigia I : Bunga di Tengah Badai

Matahari pagi terbit dengan sinarnya yang terik, menyinari seluruh hamparan hutan di sekitar Markas Horns. Cahaya matahari menembus setiap lapisan hutan, termasuk celah-celah gelap, menciptakan suasana yang tenang.

Di dalam markas, beberapa pasukan berkumpul dan berbincang, sibuk melakukan persiapan untuk berjaga. Suasana ruangan terasa tegang, dan kekhawatiran terpancar dari wajah Brosko yang berdiri menatap langit melalui pintu garasi bengkel kavaleri yang mulai terbuka.

Kruciev, yang duduk dan meminum secangkir kopi, penasaran dengan keadaan Brosko. "Ada apa dengannya?" tanyanya kepada Yuvi yang hanya mengangkat bahu dan melanjutkan pekerjaannya.

Lous memasuki ruangan dan melihat Brosko yang sedang dalam keadaan bimbang.

"Ada apa dengannya?" tanya Lous kepada Kruchiev, dan ia membalas dengan menggelengkan kepalanya.

Brosko menghela nafas. "Aku tidak tahu lagi yang mana yang benar," jawabnya, membuat suasana semakin tegang.

Di ruang analisis, Jeniffer sedang sibuk menyusun berkas bersama dengan Seraphim dan Gorka. Mereka membahas strategi penjagaan dan kebutuhan penembak jitu di beberapa titik.

Gorka memberikan saran untuk penjagaan di hutan, sementara Seraphim menyarankan penggunaan penembak jitu di titik-titik tertentu. Jeniffer mencatat semua saran tersebut, termasuk saran dari anggota tim analisis lainnya.

Seraphim mendekati Jeniffer dan memeluknya dari belakang, mencoba memberikan dukungan. "Jangan terlalu membebani dirimu sendiri. Kau adalah Kepala Analisis baru, Henderson mempercayakan semuanya padamu. Jika kau kesulitan, kita selalu siap membantu," ucapnya dengan suara tenang.

Namun, Jeniffer menepis tangan Seraphim dan menegaskan bahwa ia sedang berfikir. Seraphim hanya tersenyum dan mengerti bahwa sahabatnya sedang menunjukkan sikap kepala analisis yang serius.

Sementara itu, di dalam kamar, Kara sedang sibuk mempersiapkan pakaian seragamnya untuk kembali bekerja. Dia mengatur rapi setiap lipatan dan memastikan semuanya siap digunakan. Dalam hatinya, ia merasa tegang namun juga penuh semangat untuk melanjutkan tugasnya.

Di sisi lain, di dalam markas pasukan hantu merah, White Dove sedang menjalankan pelatihan ekstra dibawah bimbingan Craux dan Sabrina.

Seluruh pasukan berlatih dengan penuh fokus dan ketekunan, mengasah kemampuan tempur mereka untuk menghadapi tantangan yang akan datang.

Pelatihan tersebut berlangsung intens, dengan Craux dan Sabrina memberikan arahan dan bimbingan kepada White Dove dan pasukan lain.

Mereka berusaha memaksimalkan potensi dan keahlian setiap anggota pasukan, mempersiapkan mereka untuk situasi yang mungkin terjadi di medan pertempuran.

Di dalam ruangan kendali militer, Charlie, sebagai pimpinan Horns, duduk dengan tatapan penuh nostalgia pada foto yang menampilkan dirinya bersama Henderson, Deryl, Reynold, dan George. Dia teringat akan momen-momen kebersamaan mereka, saat mereka masih bersatu sebagai tim yang tak terpisahkan.

George, yang juga menatap foto tersebut, memecah keheningan. "Pesan itu datang dari Reynold dan Deryl. Mereka mengatakan bahwa situasi di Khorkan semakin kacau," ucapnya dengan serius.

Charlie mendengarkan dengan seksama, sambil membiarkan cahaya matahari yang lembut masuk melalui jendela ruangannya.

Tiba-tiba seekor merpati putih hinggap di jendela ruangan nya dan menarik perhatian mereka berdua

Di kaki merpati tersebut terdapat sebuah kotak kecil berisi gulungan surat George pun mengambil surat tersebut dan membacanya dengan seksama setelah itu menyerahkannya kepada Charlie.

Setelah membaca surat tersebut Charlie pun melanjutkan tulisan yang ada dihadapannya sebari berkata. "Anak baru itu tidak salah kalian menunjuknya sebagai pengganti mordon. "

"Kami tidak akan mengambil sembarangan dalam pemilihan anggota terlebih pasukan merpati putih" Jawab George.

Di sisi lain, di dalam Markas Khorkan, Sierra tengah merenung dalam kamarnya. Dengan catatan kecil di tangannya, dia menatap langit biru yang diselimuti awan putih. Sesekali, dia mengamati aktivitas pasukan di luar, dari Crigia yang sedang berkomunikasi dengan pasukannya hingga pasukan yang tampak mengeluh dengan sikap Crigia.

Crigia, yang menyadari kehadiran Sierra, melirik ke arahnya dan melambaikan tangan sambil tersenyum. Namun, Sierra hanya membalas dengan tatapan dingin, membuat Crigia merasa kecewa.

Tiba-tiba, suara pintu yang terbuka keras memecah keheningan. Natak masuk ke dalam kamar, menatap Sierra dengan tatapan penuh kebencian. Melihat Sierra berbalik badan untuk melindungi bukunya, Crigia bergegas menuju kamar Sierra.

Namun, dalam perjalanannya menaiku anak tangga dia dihalangi oleh pasukan pribadi Natak. "Tidak ada yang boleh lewat!" teriak salah satu pengawal. Crigia yang tak terima, mengeluarkan pistolnya dan menodongkan ke pengawal tersebut.

"Siapa kau? Kau hanya cecunguk ayah yang berlagak hebat, jadi menyingkir dari hadapanku!" teriak Crigia dengan suara keras. Natak keluar dari kamar Sierra, membawa sebuah buku dan pergi menjauh bersamaan dengan pasukan pengawalnya.

Crigia bergegas masuk ke dalam kamar dan menemukan Sierra yang tersungkur di sudut kamar, menangis kesakitan.

"Sierra!!!" teriak Crigia, berlari ke arah Sierra dan memegang tangannya dengan lembut.

Crigia terkejut melihat pipi Sierra yang memerah dan bibirnya yang berdarah. Dengan penuh amarah, dia berdiri, namun Bastille muncul dan menghalangi pintunya.

"Hentikan itu," ucap Bastille.

"Ini sudah keterlaluan! Lihatlah apa yang bajingan itu lakukan terhadap adik kecilku, ia sudah melanggar janjinya," ucap Crigia dengan penuh amarah. 

Bastille, dengan langkah mantap, mendekati Crigia. Ia memegang pundak Crigia dan mengguncangnya dengan kuat.

"Sadarlah, Crigia!" ucapnya dengan suara serius, "Aku punya rencana yang lebih baik. Tindakanmu hanya akan memperparah situasi."

Namun, amarah Crigia sudah memuncak. "Tapi...tapi...arrghhhh." Dengan geram, ia melemparkan kursi Sierra ke luar jendela. Bunyi pecah yang keras menimbulkan keributan dan membuat beberapa penjaga berlari ke arah kamar Sierra.

Bastille, yang menyadari kedatangan beberapa pasukan, berbicara dengan suara yang tenang namun tegas. "Sudahlah... kalian lebih baik tidak berkumpul di depan pintu ini. Ini hanya masalah keluarga," ucapnya, berusaha meredakan situasi.

Pasukan yang melihat kejadian tersebut pun perlahan-lahan mulai meninggalkan pintu kamar Sierra. Di tengah situasi yang tegang dan penuh emosi, Bastille berusaha menjaga ketenangan dan merencanakan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah ini.

"Mari Kita duduk dan membicarakannya, Crigia," ucap Bastille sambil menutup pintu kamar Sierra dengan hati-hati.

Mereka berdua duduk di sisi tempat tidur, mencoba menenangkan diri setelah kejadian yang dramatis.

Crigia membaringkan Sierra di kasur sambil mengusap luka di wajahnya akibat kekejaman Natak. Dengan lembut, dia memastikan bahwa adiknya merasa nyaman dan tenang.

"Maafkan aku, Sierra. Aku merasa tidak dapat melindungimu dengan baik," ucap Crigia dengan suara yang penuh penyesalan. Bastille meletakkan tangannya di atas tangan Crigia, memberikan dukungan.

"Kita semua mencintai Sierra, dan kita akan melindunginya bersama-sama. Tidak ada yang bisa menyalahkanmu atas apa yang terjadi. Yang terpenting sekarang adalah memastikan bahwa Sierra mendapatkan perawatan yang baik."

Crigia menatap Bastille, matanya penuh dengan rasa terima kasih. Dia merasa lega bahwa ada seseorang yang mendukungnya dalam menghadapi situasi sulit ini. 

Dalam keheningan kamar, mereka berdua berusaha mencari solusi terbaik untuk mengatasi konflik dan menjaga keutuhan keluarga mereka.

Sementara itu, Natak, dengan penuh amarah, mulai mengobrak-abrik meja kerjanya, melempar buku Sierra ke dalam perapian.

Buku itu terbakar dan menjadi abu, seiring dengan amarah yang semakin memuncak dalam diri Natak.

Di ujung kalimat, Natak berbicara kepada para pengawalnya dengan suara yang penuh otoritas, "Eksperimen AKH-120-N, bawa dia kehadapanku."

Para pengawal yang mendapatkan perintah tersebut segera melangkah pergi, meninggalkan Natak sendirian di ruangan tersebut.

"Kita lihat siapa yang lebih serius dalam menjadi Pemimpin Pasukan ini Crigia Kau atau Aku yang menjadi Ayah Angkat yang kau benci! " Ucap Natak Dalam Hati sembari menatap terbakarnya Buku Milik Sierra.

Sementara itu, di dalam kamar Sierra yang sunyi, Sierra masih merasakan rasa sakit yang menyiksanya,

Pipinya diusap perlahan oleh pelayan yang dipanggil oleh Bastille. Crigia hanya bisa menatap Sierra dengan hati yang hancur, Ia berulang kali mengucapkan maaf dalam hatinya, Sambil memegang erat tangan Sierra yang terasa rapuh.

Sierra memberikan isyarat kepada pelayan untuk mendekat, Seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting,

Pelayan pun berkata dengan nada lembut kepada Crigia, "Maaf Tuan Crigia, Nona Sierra ingin sendiri untuk hari ini, Dan ia memintaku untuk tetap di sini."

Crigia yang masih belum bisa menerima kenyataan, Pundaknya seketika dipegang oleh Bastille dengan lembut,

Ia mengerti dan menganggukkan kepala, Sebagai isyarat untuk keluar dari kamar Sierra yang sunyi. Dengan hati yang berat,

Crigia meninggalkan kamar itu, mengikuti langkah Bastille, Menuju bar yang terletak tidak begitu jauh dari Kastil Khorkan.

Beberapa masyarakat yang melihat kedatangan mereka, Seketika berdiri, penasaran dengan kehadiran mereka.

Bastille melangkah ke depan dengan percaya diri, Berbicara dengan suara lantang, menenangkan hati para pengunjung, "Kalian tidak perlu takut, aku dan adik iparku tidak akan berbuat jahat, Bersikaplah seperti biasa saja, jangan merasa terusik." Bastille tersenyum, berharap masyarakat dalam bar merasa tenang,

Mereka pun mengangguk, menyambut kedatangan Crigia dan Bastille. Atmosfer di bar pun kembali normal, riuh dengan obrolan dan tawa, Crigia dan Bastille duduk di meja, menikmati suasana yang damai.

Di tengah keramaian, Crigia masih terhanyut dalam kehancuran hatinya, Namun Bastille tetap berusaha memberikan kekuatan dan dukungan, 

Ketika sedang berbicara, Crigia dan Bastille dihampiri oleh seorang pria tua berpakaian petani, Dengan suara rendah, ia berkata, "Aku sudah memahami kedatangan kalian ke sini, Bisakah kalian bergabung bersama kami di meja yang ada di lantai dua?"

Crigia terkejut dan heran dengan permintaan pria tersebut, Namun Bastille bangkit dan dengan tegas berkata, "Ayo, apa lagi yang kau tunggu? Kita punya rencana besar!" Mereka berdua melangkah menuju lantai dua,

tanpa ragu dan penuh semangat. Di lantai dua, meja yang penuh dengan pria dan wanita petani, Mereka menyambut Crigia dan Bastille dengan senyuman hangat.

Kemudian mereka bertiga menuju sebuah meja di mana terdapat dua orang pria dengan pakaian petani yang melirik ke arah mereka. Salah satu dari mereka berkata, "Wah... bukankah ini Putra Kebanggaan Natak?"

Namun, pria yang lainnya segera menyela, "Hei, jangan berbicara seperti itu kepada anak ini."

Crigia pun keheranan melihat interaksi mereka, lalu Bastille dengan sigap langsung berkata, "Perkenalkan, mereka adalah Jendral Besar Pasukan Horns." Ucapan tersebut membuat Crigia terkejut, dan ia hendak mencabut pistolnya, namun dihentikan oleh Bastille.

Pria petani tersebut menegur, "Jangan terlalu berlebihan, Nak. Kau membuat para pengunjung takut dengan tindakanmu. Jangan berikan aku gelar seperti itu, aku hanya seorang petani." Sambil berkata demikian, pria tersebut membakar rokok di tangannya.

Pria yang lainnya menyapa Crigia dengan senyuman, "Halo, anak nakal. Senang berjumpa denganmu lagi." Ucapannya membuat Crigia semakin keheranan.

Pria tersebut melanjutkan, "Kau tidak mengenalku? Menyedihkan sekali bagiku, padahal pasukan udara Horns sangat terkenal di kalangan Khorkan."

Crigia menatap mereka berdua dengan tatapan penuh kejutan. "Kalian... bukankah kalian..."

Pria tersebut menjawab, "Ya, aku Deryl, dan yang sedang merokok ini adalah Reynold, serta pria yang memanggilmu ke sini adalah Henderson."

Crigia merasakan atmosfer kepemimpinan dari mereka bertiga, yang sempat membuatnya ketakutan. Namun, Bastille dengan bijaksana menenangkan Crigia dan berkata, "Mari kita berdiskusi, Crigia, sesuai dengan janjimu."

Disiang Hari itu terjadi beberapa perubahan besar dari orang-orang yang sudah terlanjur terlibat dalam pertempuran besar beberapa waktu yang lalu mereka semua berharap dapat menemukan titik terang dari permasalahan yang terjadi.