"Hmmm, anak muda, bolehkah aku meminjam korekmu?" tanya Deryl kepada Bastille sambil mengulurkan tangannya.
"Kau harus berusaha sendiri lain kali untuk menyalakan rokokmu, pak tua," ucap Bastille sembari memberikan sebuah korek api. Deryl pun menyalakan rokok miliknya dan memberikannya kembali kepada Bastille.
Dengan santainya, ia menghisap rokok tersebut lalu berkata, "Hmm... kenapa kalian berdiri, ayolah duduk." Kemudian, Crigia menatap Bastille, dan Bastille hanya tersenyum tipis, memberikan isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Mereka berdua pun mulai duduk. "Kurasa hari ini agak sedikit terik, bukankah begitu, Henderson?" ucap Reynold. "Aku setuju. Bagaimana jika kita memesan minuman tambahan untuk tamu kita?" jawab Henderson yang kemudian memanggil pelayan bar dan memesan beberapa minuman.
"Jadi, langsung saja ke inti permasalahan. Henderson, bisakah kau meminta yang lainnya untuk turun ke bawah?" pinta Reynold.
Henderson pun berdiri dan mulai berteriak, "Baik, semua turun ke bawah. Kami ada pembicaraan serius. Bisakah kalian turun sebentar, teman-teman?" Para pengunjung yang ada di bar pun mulai mengerti arti dari kalimat Henderson dan meninggalkan mejanya satu per satu.
Sementara para pengunjung mulai pergi, Bastille pun berkata, "Wow, kurasa akan terjadi pemberontakan sebentar lagi."
"Belum saatnya, anak muda. Mereka hanyalah orang-orang dari Horns yang tersingkir akibat ulah pasukan kalian," jawab Deryl.
Kemudian, salah seorang pelayan naik ke atas dan menaruh beberapa gelas minuman, lalu pergi meninggalkan mereka. Deryl pun langsung mengambil gelas tersebut dan meminumnya sampai habis. Reynold yang menyaksikan hal tersebut hanya tersenyum, sementara Crigia masih canggung duduk di antara mereka semua.
"Hei, jangan sungkan. Minumlah, ini tidak mengandung racun. Aku tidak sekotor itu untuk membunuh seorang pemimpin pasukan," ucap Deryl.
Sementara Crigia minum, Bastille pun mengangkat gelasnya kemudian meminumnya sampai habis dan kemudian berkata "ini minuman terenak yang pernah ku temui. "
Henderson pun hanya tertawa dan membalas"kau bercanda?, ini minuman rakyat jelata. "
"Berhentilah bercanda kita akan berbicata mengenai langkah yang akan kita ambil, dan aku juga tau kalian sebenarnya ingin meminta saran kepada kami bukan? " Balas Reynold sembari menghisap rokoknya.
Disiang hari itu mereka merencanakan perencanaan yang besar untuk mengubah sejarah.
Sementara itu, di markas Horns Lous pun duduk di dalam ruangannya dan kemudian ia berdiri menuju pintu dan melangkah keluar serta meminta Yuvi yang sedang duduk di sofa agar memanggil Brosko untuk datang keruangannya.
Setelah itu Brosko pun berlari menuju ruangan Lous dan masuk.
Di dalam ruangan Lous pun meletakkan sebuah Dokumen di atas mejanya dan berkata "ambillah itu, kau mau informasi mengenai White Dove bukan?."
Dengan perasaan gugup Brosko pun mengambil dan membuka serta membaca dokumen tersebut satu-persatu.
Semakin ia membaca semakin keringat keluar dari wajahnya dan ia pun mengepalkan tangannya dan menggebrak meja lous lalu keluar dengan membanting pintu ruangan dengan keras.
Yuvi yang mendengar hal itu pun terkejut segera berdiri dan berkata "bisakah kau lebih pelan?!!. "
Brosko yang sudah berada di puncak amarah hanya melangkah melewati Yuvi dan menabrak salah seorang pasukan hingga ia terjatuh.
Langkah Brosko semakin tegap dengan penuh amarah diwajahnya.
Ia menyusuri lorong dengan amarah yang luar biasa dan masuk ke ruangan Charlie dengan menendang pintunya hingga terbuka dengan keras.
Charlie yang saat itu bersama George langsung melihat Brosko yang dengan wajah penuh amarahnya berdiri layaknya seorang raksasa yang mengamuk.
"Wow.. Kurasa pintu ruangan kita sudah usang" Jawab George.
"Jadi begitu?! Kau mengorbankan Gourment untuk kepentinganmu, komandan macam apa kau?! Kau menuduhnya melakukan konspirasi dengan pasukan musuh, dan mengeksekusi mati dirinya?!" teriak Brosko dengan penuh amarah.
"Inikah yang kau mau, Jenderal?!" teriak Brosko sembari menodongkan pistolnya ke arah kepala Charlie.
Seluruh pasukan yang sedang bekerja pun mulai mengerumuni pintu ruangan Charlie.
Dengan sigap, George langsung menatap Charlie, dan Charlie pun meresponnya dengan anggukan.
Lalu, George keluar dan menutup rapat pintu ruangan Charlie serta berkata kepada pasukan, "Tidak ada yang perlu kalian lihat, kembali bekerja."
Di dalam ruangan, Charlie hanya memandang mulut senjata yang ditujukan ke arahnya serta berkata, "Brosko, tembaklah aku jika kau mau." Charlie pun berdiri dan membalikkan badannya sembari mengangkat tangan.
Tangan Brosko bergetar hebat, membuatnya semakin ragu akan keyakinannya untuk menembak Charlie.
Kemudian, ia perlahan menurunkan senjatanya dan menembakkan pelurunya ke lantai yang memantul dan menggores wajah Charlie.
Mendengar suara tembakan, George pun bergegas membuka pintu dan melihat Charlie hanya berdiri membelakanginya.
Serta Brosko, dengan tatapan tajam, melangkah keluar dari ruangan, sementara seisi ruangan hanya memandang Brosko yang melangkah keluar dan kemudian langkahnya terhenti oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan berkata "menyingkir aku sedang buru-buru".
George pun melangkah mendekati Charlie, seraya berkata, "Charlie? Apakah kau tidak apa-apa?"
Charlie belum menjawab dan hanya diam seribu bahasa, sementara darah menetes dari pipinya.
Kemudian, ia menarik nafas dan berkata, "Aku baik-baik saja. Nampaknya aku sudah membuat kesalahan besar dalam peperangan ini."
Tiba-tiba, seorang wanita masuk ke dalam ruangan Charlie dan memberikan surat kepadanya.
"Ini surat hasil pengintaian kami, seperti yang kau minta, Jenderal," ucap wanita tersebut.
George pun mengambil surat itu dan berkata, "Terima kasih. Apakah anggotamu pulang dengan selamat?"
"Kami berhasil pulang, Jenderal, namun satu orang terluka di bagian kakinya akibat ranjau di tepi barat kota," jawab wanita itu.
Charlie pun berbalik badan dan menatap wanita tersebut. Wanita itu memiliki postur tinggi, rambut hitam, dan mengenakan jubah sniper yang terbuka, memperlihatkan pakaian tanktop yang dikenakannya.
"Siapa namamu?" tanya Charlie sembari mengusap pipinya dengan sapu tangan.
"Aku Letnan Dua Caroline, dari Divisi Cakar Harimau, Jenderal, atau divisi khusus Sniper," jawab wanita itu.
"Baiklah kau boleh pergi. " Ucap George.
Caroline pun melangkah keluar dan menutup pintu ruangan Charlie. Sementara para staff yang berkerumun pun kembali ke meja mereka masing-masing.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu, Jendral? " Ucap Caroline.
"Apa itu? " Jawab George.
"Tidak ada Jendral kurasa sudah tidak ada lagi Jendral" Jawab Caroline.
"Kau Yakin? " Tanya Charlie.
"Iya Jendral" Jawab Caroline.
"Baiklah, kau boleh pergi," ucap George.
Caroline pun melangkah keluar dan menutup pintu ruangan Charlie. Sementara para staf yang berkerumun pun kembali ke meja mereka masing-masing.
Melihat hal itu, Caroline pun menegur salah satu dari mereka dan bertanya, "Ada apa dengan Jenderal? Kenapa pipinya berdarah dan kulihat dalam ruangan ada bekas tembakan peluru?"
"Kau tidak perlu tahu. Ini hanya masalah internal," jawab orang tersebut.
Caroline pun memaksa ingin mengetahui apa yang terjadi, namun ia tidak mendapatkan respon sama sekali dari para anggota yang ada di dalam ruangan tersebut.
Ia pun keluar dan melihat Brosko sedang bersandar di dinding sambil memegang pistolnya.
"Ahh.. Sepertinya aku tahu apa yang terjadi," gumam Caroline dalam hati.
Ia pun melangkah mendekati Brosko dan berkata, "Brosko, kau nampak murung. Ada apa denganmu?"
Brosko pun menatap tajam ke arah Caroline, kemudian memalingkan wajahnya serta berkata, "Kau tidak perlu tahu soal itu."
Caroline pun dengan kesal memukul kepala Brosko dan berkata, "Jika aku tidak mendapatkan jawabanmu, maka aku harus menggunakan metode ayah untuk membuka mulutmu."
Brosko pun memegang kepalanya yang benjol, sambil berkata, "Sepertinya aku akan pergi dari sini entah kapan itu terjadi."
"Hey, ada apa denganmu?" ucap Caroline.
"Kau tidak perlu tahu," jawab Brosko, sembari melangkah pergi meninggalkan Caroline seorang diri.
Melihat sikap Brosko membuat Caroline semakin kebingungan, kemudian ia mengejar langkah Brosko sembari berkata, "Jika kau berkata jujur, aku akan memberimu uang."
"Uang bukanlah segalanya, ini adalah masalah yang sangat serius," jawab Brosko sembari berjalan.
Kemudian, Caroline pun berhenti dan berkata, "Apakah ini soal Gourment?"
Brosko pun berhenti, menganggukkan kepalanya, dan perlahan badannya bergetar menahan tangis.
Caroline pun mendekati Brosko dan memeluknya, sembari berkata, "Tidak apa, kau bisa ceritakan semuanya padaku."
Brosko pun mengajak Caroline untuk pergi ke Cafeteria, dan ia pun menceritakan semua yang terjadi.
"Wajar saja, jika kau sampai emosi begitu, namun ide yang sangat buruk mengeluarkan sebutir peluru untuk melampiaskan amarahmu," ucap Caroline.
"Bagaimana kau bisa tahu aku menembak di dalam ruangan Jendral?" tanya Brosko.
"Hey, aku dari divisi Sniper, aku tahu semua jenis peluru hanya dengan melihatnya," jawab Caroline.
Brosko pun terdiam seribu bahasa mendengar hal itu.
Didalam Ruang Komando Analisis Jeniffer sedang menyusun beberapa arsip bersama dengan Gorka dan Seraphim.
Saat sedang menyusun ia menemukan beberapa catatan Henderson mengenai situasi peperangan dan analisis lengkap saat hendak melakukan penyerangan.
Ketika membuka beberapa file itu ia melihat catatan kecil Henderson tertulis didalam buku tersebut yang berisikan bahwa Pasukan Merpati Putih merupakan pasukan yang direkrut dari Orang yang sudah dinyatakan mati baik itu dari pihak Horns maupun Hantu merah.
Ia mengambil catatan itu dan menyelipkannya ke dalam kantongnya. Dan meletakkan beberapa arsip di atas meja.
"Fuhh ini banyak sekali" Ucap Seraphim sembari mengelap keringatnya.
"Kurasa ini akan muat jika diletakkan di laci atas. " Sahut Gorka.
Kesibukan mereka membuat beberapa suara bising didalam ruangan tersebut yang mana tertutupi oleh suara obrolan beberapa Staff Pasukan Analis yang sedang bekerja.
Di lapangan Tembak suara tembakan terdengar begitu keras yang membuat telinga sebagian orang berdenging keras.
Kara yang ada di tempat tersebut masih sibuk dengan mengisi beberapa magazen senjata miliknya.
Ketika ia hendak menembak bayangan wajah Gourment melintas dalam benaknya dan membuat ia berhenti sejenak.
"Eumm Letnan, kau tidak Apa-apa? " Tanya seorang prajurit wanita yang berada disampingnya.
"Aku tidak apa-apa hanya saja sedikit kelelahan" Jawab Kara sembari memasukkan kembali senjata miliknya.
"Aku akan pergi, sampaikan kepada kapten bahwa sesi latihan ku sudah selesai" Ucap Kara sembari merapikan barang bawaannya.
"Letnan?, kau yakin tidak apa-apa? " Tanya prajurit wanita tersebut.
Kara hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.kemudian meletakkan senjata miliknya dan pergi dari lapangan tembak.
sementara itu dari Kejauhan dalam rindangnya hutan Sabrina sedang duduk di atas sebuah bukit kecil yang merupakan tempat persembunyian Pasukan Hantu Merah.
Ia menatap langit melalui rindang pohon yang bergoyang ditiup angin.
kemudian White Dove muncul di sebelahnya dan Sabrina hanya tersenyum sembari menatap White Dove membuka topengnya.
"aku sudah melakukan pengintaian dari selatan kota kudengar banyak sekali pihak musuh disana bahkan ada yang menyamar sebagai warga sipil banyak anggota kita tertangkap dan disiksa oleh pasukan Khorkan."Ucap Gourment.
"terimakasih atas informasi yang diberikan,sekarang kau bisa istirahat sembari menunggu perintah dari Wakil Jendral"Jawab Sabrina.
Kemudian White Dove pun melompat ke bawah dan sebelum ia masuk kedalam markas suara Sabrina membuatnya terhenti.
"kau tidak rindu pada dia?"Tanya Sabrina.
"maaf,aku tak mengerti maksudmu.."Jawab White Dove.
"kau sudah lupa identitas aslimu?"Ucap Sabrina.
kemudian White Dove pun hanya pergi sembari tersenyum.
di dalam markas Horns Brosko yang sedang mencoba untuk tenang pun dikejutkan dengan munculnya Yuvi dari pintu Caffetaria.
perlahan ia pun mendekat dengan ekspresi ragu untuk mengatakan sesuatu kepada Brosko.
Brosko pun menatap Yuvi dan berkata "kau mau apa datang kesini..?"Ucap Brosko dengan Ketus.
Kemudian Tangan Caroline pun melayang ke pipi Brosko.
"kasar sekali nada bicaramu terhadap wanita"Ucap Caroline.
"maaf.."Ucap Brosko.
melihat hal itu pun Yuvi pun mendekati Brosko dan berkata bahwa ia penasaran tentang apa yang sedang terjadi dan Perlahan Brosko pun menceritakan apa yang ia lakukan tadi pagi.
"APAAAAA!!!!,Kkkkkau menembak Jendral?!!!!"Ucap Yuvi sembari terkejut.
Caroline pun hanya tertawa dan berkata" Hahahhaha.. memang seharusnya begitu kalau sedang emosi tenanglah ia hanya perlu belajar mengontrol dirinya."
"Oh ya Ngomong-ngomong kau siapa?"Tanya Caroline kepada Yuvi.
"Ahh..salam Letnan aku Sersan Yuvi dari Komando Pasukan Kavaleri "Jawab Yuvi.
"kau pacarnya ya?"Tanya Caroline dengan Polos.
Wajah mereka berdua memerah dan serempak berteriak "TIDAK MUNGKIN!!!".
"Baiklah..tenanglah kalian berdua"Balas Caroline dengan tersenyum sembari meredakan situasi.
"Mayor Lous memintamu untuk menghadap dan aku harap kau bisa kembali bergabung diruangan karena ada sesuatu yang harus disampaikan kepadamu kapten"Pinta Yuvi kepada Brosko.
Brosko pun terkejut dengan apa yang barusan dikatakan Yuvi.
"Kkkapten..aku..kapten?"Tanya Brosko dengan terbata-bata sembari tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"selamat adikku kau sepertinya baru saja dipromosikan"Ucap Caroline dengan girang.
Brosko pun hanya terdiam sejenak dalam suara teriakan Caroline.
Kau tidak salah?.. Tanya Brosko dengan sedikit terkejut.
" Umm tidak kapten mulai sekarang jabatanmu sudah seperti wakil dari Divisi I Kavaleri.dan kau diperintahkan untuk mengomandoi pasukan mobil tempur "Jawab Yuvi.
" Woww.. Benar-benar sempurna.. Adikku sekarang naik jabatan setingkat lebih tinggi dariku"ucap Caroline dengan wajah bahagia.
Brosko tak sadar akan yang terjadi bahwa pengangkatan dirinya merupakan pertanda besar.