Chereads / Terang Dalam Gelap / Chapter 9 - Artikel

Chapter 9 - Artikel

"The proceeds from the provisional crime scene were suspected of suicide and for the victims at Citra Medika Hospital," said Head of the Criminal Detective unit Grand Orchid Police Department said in a statement to reporters.

The victim was found dead at night, found by witnesses from other apartment occupants. At that time the witness was relaxing in the park and suddenly heard the sound of objects falling from above.

"After checking it turned out (the person who fell) was a person," he added.

The witness then shouted for help. Until finally the apartment security and manager contacted the police.

Police from the Pavilia Police Station and Grand Orchid Police conducted a crime scene at the scene. The police also examined witnesses related to the incident.

From the results of the witnesses' examination, it was found that the victim fell from the 17th floor. The police then went to the unit on the 17th floor which was allegedly the victim's location.

But at that time the door to the room was locked from the inside, so the police asked the apartment clerk to open it with a spare key. When the door opened the clerk entered, found broken glass in the sink and bathroom.

"The door (balcony) is open and there is a red chair that is believed to be the footing of the leap victim," he added.

The victim is said to be a final year student at a medical university. The victim wore a white dress, a thick red jacket and red high heels.

---

("Hasil dari TKP sementara di duga bunuh diri dan untuk korban di Rumah Sakit Citra Medika," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Grand Orchid Departemen Kepolisian dalam sebuah pernyataan kepada wartawan.

Korban ditemukan tewas pada malam hari, ditemukan oleh saksi dari penghuni apartemen lainnya. Pada saat itu saksi sedang bersantai di taman dan tiba-tiba mendengar suara benda jatuh dari atas.

"Setelah memeriksanya ternyata (orang yang jatuh) adalah orang," tambahnya.

Saksi kemudian berteriak minta tolong. Hingga akhirnya keamanan dan manajer apartemen menghubungi polisi.

Polisi dari Kantor Polisi Pavilia dan Polisi Anggrek Besar melakukan tempat kejadian di tempat kejadian. Polisi juga memeriksa saksi yang terkait dengan kejadian tersebut.

Dari hasil pemeriksaan saksi, ditemukan bahwa korban jatuh dari lantai 17. Polisi kemudian pergi ke unit di lantai 17 yang diduga lokasi korban.

Tetapi pada saat itu pintu ke kamar terkunci dari dalam, jadi polisi meminta petugas apartemen untuk membukanya dengan kunci cadangan. Ketika pintu dibuka petugas masuk, ditemukan pecahan kaca di wastafel dan kamar mandi.

"Pintu (balkon) terbuka dan ada kursi merah yang diyakini sebagai pijakan korban lompatan," tambahnya.

Korban dikatakan sebagai mahasiswi tahun terakhir di universitas kedokteran. Korban mengenakan gaun putih, jaket merah tebal dan sepatu hak tinggi merah).

---

Mata Tiara tertuju pada layar yang menuliskan bahwa Brenda berkuliah di Universitas Kedokteran, tepat di mana Dean berkuliah.

Tiba-tiba...

Dummmm....

(Suara ledakan kecil berbunyi)

Lampu kamar Tiara mati di ikuti dengan layar monitor komputernya yang masih menyala bergaris merah.

"Hm? Kenapa ini?", gumam Tiara.

Garis merah menghilang, kamar menjadi gelap. Tak terlihat apapun. Bahkan cahaya dari jendela kamarnya tidak ada.

Dalam kegelapan itu Tiara berdiri perlahan meraba dinding. Saat sampai ke pintu dan memegang gagang pintu, Ia merasakan seperti memegang tangan seseorang. Ia terkejut dan melepaskan tangannya. "EH..!!", leher Tiara merinding. Dan..

Klik!

Lampu menyala.

Di hadapan Tiara sesosok wanita tanpa mata menjerit.

"AAAAAAARGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!"

Tiara terduduk dan berteriak. "Deeeeeeeeennn!!!!!!!!!"

"Jenniiii!!!!!"

Wanita tanpa mata yang di lihat Tiara, menghilang dalam sekejap. Dengan wajahnya yang ketakutan, Tiara memberanikan diri membuka pintu.

Ceklek! (suara pintu terbuka keras)

Klik!

Lagi-lagi lampunya mati. Segera mungkin Tiara berlari keluar hingga pundaknya tertabrak sesuatu. Seperti tertabrak pundak seorang pria.

Duk..!

"Argh! Ugh.. Deeen....!!", Tiara tidak menghiraukan tabrakannya. Sampailah Ia di depan pintu kamar Dean dan menggedornya kuat. Lalu pintu kamar Dean terbuka pelan.

Krii..eee...ttt...

"Denn...??", kata Tiara perlahan.

Ia melihat Dean berdiri menatap keluar jendela yang terbuka. Ia masuk ke kamar Dean tanpa pikir panjang. Bergegas menutup jendela dan meraih tangan Kakaknya.

"Deeennn.. Are you okay?? Ini kan dingin.. Sudah malam.. Lanjut tidur ya..",

Klik.

Lampu sudah mulai bercahaya terang menerangi sekeliling kamar. Mata Tiara tertuju ke arah jendela lagi.

Tidak lama, dari luar pintu kamar yang terbuka, Dean memanggil adiknya. "Tiara...??? Kamu ngapain di kamarku??"

Tiara menoleh dan terdiam.

Ia masih memegang tangan Dean. Pikirannya kosong.

Ia menengok ke arah pegangannya. Cukup lama Tiara terdiam.

".....", tanpa sepatah katapun terucap. Lalu Ia berkata,

"Oh, gak apa-apa..Den. Aku.. Aku.. tadi.. Cuma..mau..ngecek keadaan..kamu aja.", Ia tidak berani menatap ke arah samping tangan yang Ia genggam.

Dean memasang wajah bingung. "Keadaan? Aku dari tadi tidur."

Tiara langsung melihat ke kasur. Ia melihat Dean tertidur pulas. Tangannya segera melepaskan tangan Dean yang Ia genggam. Matanya kembali tertuju melihat Dean di depan pintu kamar.

Dada Tiara sesak dan tidak bisa bernafas. Ia tidak bisa bergerak untuk lari. Ia mundur perlahan. Ia terduduk dan jatuh. Matanya tidak ingin melihat Dean yang berada di sampingnya. Pikiran Tiara mulai kalut dan menangis sekuat tenaga. Dean yang berada di kursi roda mulai bergerak mendekati, ingin meraih Tiara. Dean yang tidur akhirnya bangun. Tiara terpojok ke sudut lemari kamar diantara meja komputer Dean.

Dari laci meja komputer itu, keluar tangan dengan kuku panjang yang di penuhi darah.

Di ikuti dengan kepalanya, rambut putih yang panjang.

Sosok itu melihat ke arah Tiara yang menangis sendu.

Tanpa mata dan mulutnya terbuka.

Darah segar yang terus menerus menetes.

Sosok itu membengkokkan badannya. Kepalanya memanjang. Suara teriakan melengking yang di keluarkan oleh sosok itu terus menerus.

Tiara berteriak minta tolong sambil menggedor pintu lemari.

"Arrgggggghhhhhhhhhh!!!!!!!"

"Tolongggg!!!!!!!!!!!!!!!!"

"Tolongggg!!!!!!!!!!!!!!!!"

"Jeniiiiiii!!!!!!!!!!

"Deeeeeeeaaaaaaannnnnnn!!!!!!!!!"

"Glek!"

Sosok itu masuk kedalam tubuh Tiara.

--

"Tiara....??!", terdengar samar suara Jeni memanggil namanya.

Ia terbangun, matanya bengkak seperti menangis, badannya berkeringat basah seperti di siram air hujan.

"Tirrr!!"

"Tirrr!!"

"Tir..! Kamu gapapa kan???", terlihat Dean yang cemas memanggil Tiara.

"Den....?"

"Syukurlah..", katanya Dean memegang pipi Tiara.

Tiara tertidur di depan monitor komputernya dan berteriak keras hingga membangunkan Jeni dan Dean.

"Ini minum dulu. Jangan main komputer lagi kalau sudah jam segini.", ujar Jeni.

Tiara yang bingung, melihat ke arah jam tangannya. "..cuma mimpi..","Maaf Jeni.."

"Iya, lanjut tidur ya.."

"Aku nemenin disini.", kata Dean.

"Gak. Gak perlu.", jawab Tiara ketus.

"Tir.. Kamu itu kelelahan.. Aku temani ya?"

"Den! Please! Aku mau sama Jeni. Bisa kamu keluar?"

Dean membalikkan dan mengkayuh kursi rodanya pelan.

--

"Kamu kenapa tidur sampai larut malam??", Jeni menseka wajah Tiara dengan handuk kecil sembari berjalan ke kasurnya.

"Aku lihat Dean dalam mimpiku. It was so weird."

"You had nightmare, Tiara.. It's okay then. Just go sleep, kay..?"

"Tapi, temani aku ya, Jen??"

"Yeah, I'm here.."

"Thanks.. Don't turn off the light.."

Jeni mengangguk dan menarik selimut dari bawah kaki Tiara.

--

Beep-Beep-Beep

Beep-Beep-Beep

Suara alarm diatas meja samping kasur Tiara berbunyi nyaring menandakan waktunya beraktifitas seperti biasa lagi.

Matahari pagi yang selalu terbit terang terlihat dari jendela kamar Tiara.

Matanya terbuka sayu.

"Jen..?","Urgh.. Badanku sakit semua..","Jen.. Kok diam aja sih..??"

"Jenn...??!", katanya memanggil Jeni yang di lihatnya duduk di kursi tempat Ia semalam bermimpi.

"Sudah bangun tuan putri..??", kata Dean yang masih duduk di kursi roda melihat-lihat di depan komputer Tiara.

"Den..?? Kok kamu?? Jeni mana??"

"Buat sarapan..","Kamu.. Buat apa cari Brenda?"

"O..Shit.", Tiara memalingkan wajahnya.

"Tiara??", Dean terus menanyakan.

"Maaf Den...", Ia hanya bisa memalingkan wajahnya.

"Jujur."

"....", Tiara masih terdiam.

"Tir. Kalau kamu begini terus, aku bisa gila!"

"Maaf, Den.."

"Maksudmu apa cari-cari nama Brenda? Apa dari semalam kamu cari nama Brenda?!"

Tiara hanya menganggukkan kepalanya.

"Kenapa, Tir...?? Cerita."

"Tiara???"

"Hey! Ini apa maksudnya??!"

Dean sudah tidak bisa menahan kesabarannya. Ia mengernyit sambil tertawa kecil. Ia berdiri meninggalkan kursi rodanya. Lalu menarik tangan Tiara.

"Tiara! Aku sudah tanya berulang kali!", Ia menariknya kuat.

"Den! Kamu kok...?? Bisa berdiri??! Lepasin..!"

"Cepat jelasin ini apa maksudnya!!!", Dean memegang selembar artikel berisi nama Brenda.

"TIARA! JELASIN!!?" Ia membentak Tiara.

"Jawab pertanyaanku, Tirr!!"

"Apaan sih Den! Tanganku sakit!", Tiara meronta dan mulai menangis.

PLAK!