[Tahun 105 Neo Gaia]
Pagi itu, seluruh murid Sekolah Desa berkumpul di lapangan Sekolah Desa. Mereka menunggu Bapak Kepala Sekolah maju kedepan mereka untuk memberikan suatu pengumuman. Daniel dan Alexander berdiri di barisan yang paling belakang. Mereka sedang megobrol.
Hingga akhirnya, Pak Kepala Sekolah pun maju ke depan. Ia adalah seorang lelaki tua, rambutnya panjang hingga mengenai leher. Memiliki jenggot yang tebal, dan mengenakan tuxedo hitam. Rambut di tubuhnya sudah beruban semua.
"Baiklah anak-anak, selamat pagi semuanya!"
"Pagi Pak!"
Seluruh murid menjawab serentak.
"Hari ini, bapak ingin mengumumkan. Bahwa bulan depan, kalian akan menghadapi ujian kenaikan tingkat. Ujian ini akan berupa ujian bertahan hidup."
Para murid terkejut dengan jenis ujiannya.
"Untuk mengikuti ujian ini, ada dua ketentuan yang harus dipenuhi. Yang pertama, kalian harus memiliki minimal lima sihir tingkat tiga. dan yang kedua, kalian harus mengikuti ujian tulis yang akan diadakan satu bulan lagi. Pelaksanaan ujian ini akan dilaksanakan dua hari setelah ujian tulis. Itu artinya, kalian punya waktu satu bulan untuk mengasah kemampuan sihir kalian. Bagaimana, mengerti?"
"Siap dimengerti!"
"Bagus, sekarang bapak akan mengirimkan ke layar kalian layar persetujuan. Bagi yang ingin mengikuti ujian ini, silahkan pilih opsi setuju. Bila tidak, cukup tutup layar kalian."
Tiba-tiba dihadapan Alexander, muncul sebuah gambar amplop berukuran kecil. Gambar kecil itu adalah penanda bahwa ada sesuatu yang masuk ke {layar}. Alexander pun membuka {layar} nya.
Saat ia membuka {layar} nya, ia melihat {layar} pemilihan. Di {layar} pemilihan terdapat dua tombol, {setuju} atau {tidak setuju}. Di atas pilihan itu terdapat kalimat yang bertuliskan {Apakah anda setuju untuk mengikuti ujian?}. Alexander berpikir terlebih dahulu. Lalu ia melihat kearah Daniel.
"Menurutmu bagaimana Daniel? Apa kau akan ikut?"
"Tentu saja. Ini kesempatan kita untuk naik menjadi tingkat empat."
"Begitu ya..."
Alexander pun memilih {setuju}.
Kepala Sekolah pun kembali berbicara.
"Baiklah anak-anak. Terimakasih atas perhatiannya, sampai bertemu satu bulan lagi."
Kepala Sekolah pergi meninggalkan para murid.
"Hei Alexander, berapa banyak sihir tingkat tiga yang kau miliki?"
"Aku belum punya sama sekali. Bagaimana denganmu?"
"Aku hanya punya satu. Itupun sebuah sihir pengaktifan."
Alexander dan Daniel hanya memiliki waktu satu bulan untuk mempelajari lima sihir tingkat tiga.
***
Tinggal seorang kakek tua di pedalaman hutan sisi utara Desa Lumicorff. Kakek itu berambut panjang berwarna putih. Warna putih itu berasal dari ubannya. Wajahnya sudah tua sekali. Mata kanannya sudah tidak dapat melihat dan terdapat luka sayatan. Ia memakai sebuah baju lusuh berwarna hitam dan celana panjang yang sudah sobek-sobek. Ia juga memegang sebuah tongkat kayu untuk membantu dirinya berjalan.
Ia tinggal sendirian di dalam sebuah gubuk tua yang sudah hampir rubuh sambil di temani seekor kucing liar.
Saat ia sedang berbaring di dalam gubuk tuanya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ia pun kaget lalu terbangun. Kali ini, perasaannya semakin nyata. Ia benar-benar merasakan sesuatu yang aneh. Tidak, bukan aneh, melainkan sesuatu yang sangat kuat.
"Perasaan apa ini?"
Ia pun teringat bahwa dulu ia pernah merasakan hal yang sama.
"Sial! Ini... adalah perasaan yang sama... seperti waktu itu..."
Kakek tua itu segera keluar dari gubuknya sambil membawa tongkatnya. Setelah keluar dari gubuknya, ia melihat ke langit.
Pandangannya berubah menjadi pandangan takut bercampur dengan takjub.
Lalu ia menyipitkan matanya untuk mengaktifkan {Sihir Penglihatan}. Sihir ini adalah sihir yang membuat penggunanya dapat melihat aliran sihir, ataupun seberapa kuat sihir yang ada di sekitarnya.
Saat {Sihir Pengelihatan} diaktifkan, matanya berubah menjadi berwarna biru.
Lalu, ia melihat sesuatu...
"Tidak mungkin, ini benar-benar dia..."
Ia melihat aliran sihir di langit berwarna gelap dan berbentuk seperti awan yang hendak pudar. Saat ia mencari sumber dari aliran sihir tersebut, ia mendapati bahwa sihir itu berasal dari dalam desa.
"Anak itu... sudah terbangun."
***
Alexander berbaring di kamarnya. Ia melihat ke atap kamarnya itu. Ia teringat kembali, saat pertama kali ia datang ke Desa Lumicorff. Saat itu tubuhnya lemah sekali dan tidak bisa melakukan apa-apa. Namun sekarang, ia sudah dapat mengendalikan sihir tingkat satu hingga tingkat dua. Tiba-tiba, ia teringat seorang pria bertopeng. Pria itu adalah pria yang pertama kali ia temui.
"Bagaimana ya, kabarnya sekarang..."
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya.
"Tok Tok"
"Masuk!"
Seorang laki-laki seumuran dengan Alexander masuk kedalam kamarnya. Ya, itu adalah Daniel.
"Oh Daniel. Ada apa kawan?"
"Aku hanya ingin memberitahumu, bahwa ada lowongan PSJ baru keluar di Balai Desa dua jam yang lalu. Bayarannya lumayan loh, 20 keping emas sebagai imbalannya."
Note: PSJ adalah singkatan dari 'Pekerjaan Sekali Jalan'. Yang artinya pekerjaan itu hanya dapat dilakukan saat pekerjaan itu diumumkan. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka tidak akan ada pekerjaan yang sama lagi. Lowongan dari PSJ ini dapat ditemukan di Balai Desa maupun orang yang membuka lowongannya secara langsung.
"Wah, boleh tuh. Memangnya pekerjaan macam apa?"
"Ada seekor kucing milik salah satu penjaga desa kabur kedalam Hutan Utara. Kita harus mencarinya."
"Hmm. Baiklah. Batas pengajuan peserta kerjanya kapan?"
"Dua jam lagi."
"Hmm, begitu ya."
Alexander membuka {layar} miliknya. Di situ ia melihat kearah penunjuk waktu yang ada di pojok kanan atas {layar}.
{13:40}
"Baiklah, ayo kita ke Balai Desa."
"Oke!"
Tiba-tiba Alexander teringat sesuatu.
"Tunggu sebentar Daniel. Kita ini masih tiga belas tahun. Memangnya tidak apa bila kita melakukan PSJ?"
"Batas usia minimal peserta PSJ adalah murid tingkat satu Sekolah Desa. Jadi kupikir karena kita sudah tingkat tiga, maka tidak akan masalah."
"Baiklah."
Alexander dan Daniel pun pergi ke Balai Desa. Balai Desa merupakan sebuah bangunan berbentuk lingkaran dengan atap yang menyerupai sebuah 'dome'. Di dalamnya terdapat tiga area. Area pertama yaitu di sebelah kanan pintu masuk merupakan area bank. Area kedua yaitu di sebelah kiri pintu masuk merupakan area layanan masyarakat. Dan di area ketiga, yaitu di seberang pintu masuk adalah area pusat informasi.
Mereka berdua menuju ke pusat informasi untuk mengambil informasi mengenai PSJ yang akan mereka lakukan.
Daniel berbicara kepada petugas yang berdiri di depan meja pusat informasi.
"Permisi Pak, kami ingin memeriksa mengenai PSJ nomor 098. Apakah PSJ tersebut masih membuka pendaftaran?"
"Sebentar ya nak, biar kami periksa dulu."
Petugas tersebut berjalan ke belakang. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan keadaan {layar} miliknya terbuka. Di dalam {layar} milik petugas terdapat informasi mengenai PSJ yang akan mereka lakukan.
"Untuk PSJ nomor 098 masih ada. Apakah anda akan mengambilnya?"
"Iya Pak."
"Baiklah, akan ku kirim kan layar pendaftarannya kepada anda."
Petugas tersebut menekan tombol {kirim} di dalam layarnya. Tombol tersebut berfungsi untuk mengirimkan {layar pendaftaran} kepada orang yang ingin mendaftar untuk ikut melakukan PSJ.
{layar pendaftaran} pun muncul di dalam {layar} milik Daniel dan Alexander.
"Ternyata isinya hanya data diri biasa ya?"
"Iya."
Mereka berdua pun mengisi {layar pendaftaran} tersebut. Setelah selesai mengisi {layar pendaftaran}, mereka menekan tombol {kirim} untuk mengirim kembali {layar pendaftaran} yang sudah terisi kepada petugas.
"Sudah Pak."
"Baiklah, terimakasih ya nak. Beberapa saat lagi kalian akan dikirimkan mengenai informasi seputar PSJ ini di layar kalian. Jadi tetap selalu periksa layar kalian."
"Baiklah Pak!"
Alexander dan Daniel pun duduk sebentar di taman yang berada di depan Balai Desa. Mereka menunggu pemberitahuan dari {layar} mereka.
"Menurutmu, apakah PSJ ini akan sulit Alexander?"
"Entahlah. Mau sulit atau tidak, aku yakin pasti kita akan menemukan seusatu yang baru dari PSJ ini."
"Haha, aku juga yakin seperti itu."
Tidak lama kemudian, di hadapan mereka muncul gambar pemberitahuan {layar}. Mereka pun membuka {layar} masing-masing. Mereka menemukan sebuah {berkas} yang isinya adalah informasi mengenai PSJ kali ini.
{PSJ 098: Kucing Hilang. "Temukan kucingku di pedalaman Hutan Utara. Kucingku berwarna putih dengan bintik-bintik hitam. Iya memiliki mata berwarna biru. Tolong bawa kucing itu kepadaku paling telat pukul 18:00 di Balai Desa."}
Seperti itulah isi dari {berkas} informasi mengenai PSJ mereka kali ini.
"Hmm, begitu ya. Baiklah, sepertinya kita tidak punya banyak waktu. Ayo kita bergerak sekarang Alexander!"
"Baiklah!"
"Tapi untuk jaga-jaga, kita harus membawa beberapa senjata kecil. Yah, kan siapa tahu apa yang akan terjadi nanti."
"Oh iya ya."
Mereka pergi ke toko senjata dan membeli pisau kecil. Pisau tersebut memang tidak terlalu kuat tapi cukup untuk sekedar menyelamatkan diri dari sesuatu.
"Baiklah, ayo kita berangkat!"
"Ayo!"
Mereka pun berjalan melewati gerbang desa. Hari masih sangat cerah dan cuaca lumayan panas. Mereka sudah mempersiapkan diri dengan beberapa perbekalan seperti air putih dan roti panggang. Mereka berjalan menyusuri sebuah sungai.
Alexander teringat akan sungai tersebut. Sungai itulah yang membawanya ke desa.
Tidak terasa, sudah tiga tahun berlalu.
Begitulah yang Alexander pikirkan saat menyusuri sungai tersebut.
"Daniel, apa masih jauh Hutan Utara?"
"Biar kuperiksa dulu layarku."
Di layar milik Daniel, terdapat sebuah {peta}. {peta} tersebut menunjukkan kemana mereka harus pergi untuk memulai PSJ. Jaraknya masih sekita 500 meter lagi.
"500 meter lagi."
"Haduuhh, aku mulai kehausan."
"Ya diminum lah bekal mu."
"Takutnya nanti habis."
"Hahahaha. Makanya, ayo tetap semangat!"
"Baiklah..."
Setelah 20 menit berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di tengah-tengah Hutan Utara.
"Oke. Karena kita sudah sampai, mari kita mencari kucing tersebut."
Mereka pun menggunakan {Sihir Pendeteksi}. Sihir tersebut merupakan sihir tingkat dua. Karena masih merupakan sihir tingkat dua, kemampuannya masih tidak sebanding dengan Sihir Pengamat lainnya yang tingkatannya masih jauh di atas.
Walau begitu, mereka tidak menyerah. Mereka menggunakan semua kemampuan yang mereka punya untuk mencari kucing tersebut.
Awalnya semuanya berjalan lancar, hingga tiba-tiba...
RRROOOOOAAAARRRRRR
Dari jauh terdengar sebuah raungan yang sangat keras. Raungan tersebut terdengar seperti berasal dari sebuah makhluk yang sangat besar.
Raungan tersebut kembali terdengar. Burung-burung yang ada di sekitar mereka berterbangan. Seakan-akan kabur dari sesuatu yang besar.
"Daniel... apa... itu tadi?"
"Entahlah.. aku pun... tidak tahu."
RRRROOOOOAAAARRRR
Mereka berdua kembali mendengar suara raungan itu.
"Daniel, apa sebaiknya kita memanggil seseorang dengan telepati?"
"Baiklah, aku akan memanggil petugas desa untuk menolong kita."
Daniel membuka {layar}. Belum sempat ia berinteraksi dengan {layar} itu, tiba-tiba pohon di dekat mereka tumbang. Dari balik pohon tersebut, muncul sesosok makhluk raksasa.
RRROOOOAAARRRR
Daniel dan Alexander terdiam. Mereka tidak bisa bergerak. Jantung mereka berdetak dengan sangat cepat. Tubuh mereka bergetar. Keringat dingin keluar dari kulit mereka. Mereka benar-benar sangat ketakutan. Mereka merasakan ketakutan yang sama seperti saat akan menghadapi kematian. Mereka merasa bahwa, yang ada di depannya adalah kematian itu sendiri.
Makhluk tersebut berbentuk seperti rusa hutan. Memiliki tanduk yang sangat besar. Tingginya pun tidak wajar karena setara dengan pohon-pohon tinggi disana. Matanya yang berwarna merah berada di bawah mulutnya. Di bawah matanya seperti ada taring yang sangat panjang hingga hampir menyentuh tanah. Tubuhnya berwarna hitam pekat. Di sekitarnya terlihat seperti ada asap hitam. Makhluk itu adalah seekor goudan.
"LARII!!!!"
Daniel berteriak. Mereka berdua pun berlari kearah desa. Goudan itu ikut berlari mengejar mereka.
Getaran dari kaki goudan itu sangat keras. Bahkan mereka merasa seakan-akan makhluk itu tepat ada di belakang mereka. Yang ada di pikiran mereka saat ini hanyalah 'lari'.
Tiba-tiba goudan itu membuka mulutnya. Lalu dari mulutnya ia mengeluarkan sebuah asap hitam. Asap hitam itu berhembus kearah Alexander dan Daniel. Saat asap hitam itu mengenai mereka, mereka berdua tiba-tiba tersungkur ke tanah. Mereka tidak dapat bergerak. Mereka merasakan bahwa tubuh mereka telah lumpuh.
Apakah ini akhirnya? Apakah ini akhir dariku?
Mereka berdua hanya dapat berpikir seperti itu.
Goudan itu mendekati mereka. Kepalanya di dekatkan dengan tubuh mereka berdua yang tidak berdaya. Nafas panas dari makhluk terasa di kulit mereka. Saat makhluk itu akan menusuk mereka berdua dengan taringnya, tiba-tiba saja kaki kanan depannya patah seperti habis terkena pedang.
RRROOAARR
Goudan itu kesakitan.
Dari balik pepohonan, muncul seseorang menggunakan sebuah zirah perang. Zirah tersebut berwarna putih dan menutupi seluruh bagian tubuhnya termasuk wajahnya. Zirah tersebut memiliki bentuk yang menyerupai tubuh manusia yang kuat. Di belakang zirah tersebut terdapat sayap berwarna merah. Bagian wajahnya hanya memperlihatkan kedua mata, itupun kedua matanya tertutup dengan kaca warna kuning bercahaya. Menghasilkan kesan heroik seorang pejuang. Orang itu juga memegang sebuah pedang putih besar di tangan kanannya, dan sebuah tameng berwarna putih di tangan kirinya.
"Kalian tidak apa?"
Suaranya merupakan suara yang berat. Sudah jelas ini adalah suara pria dewasa namun lebih berat lagi.
Alexander dan Daniel hanya bisa mengangguk.
Pria itu pun menghadap kearah goudan raksasa tadi. Ia mengarahkan pedangnya kearah kanan. Dari pedang itu, keluar api berwarna putih. Pedang tersebut ditebaskannya kepada makhluk raksasa itu.
Seketika, goudan itu langsung mati. Saat mati, tubuh makhluk itu seperti terbakar dan hangus. Yang tersisa hanyalah abu dari tubuhnya. Karena goudan tersebut telah mati, efek sihir dari goudan itu pun ikut hilang. Alexander dan Daniel dapat kembali bergerak.
Pria itu kembali menghadap kearah Alexander dan Daniel.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Kami... sedang melakukan sebuah PSJ."
"PSJ? Apa itu?"
Daniel pun menjelaskan alasan mereka datang ke hutan itu.
"Hmm, begitu ya. Kalau begitu, kalian ikutlah aku sebentar."
Pria itu membawa mereka berdua ke sebuah gubuk. Gubuk yang sangat tua dan hampir rubuh.
Tiba-tiba, tubuh pria itu bercahaya. Setelah cahaya itu memudar, pria tersebut berubah menjadi seorang kakek tua yang memegang tongkat dan memakai pakaian lusuh.
"Nah anak muda, silahkan duduk dulu."
Kakek itu berbicara dengan suara yang sangat lemah. Sangat berkebalikan dengan suara yang sebelumnya. Ia masuk sebentar kedalam gubuk itu.
Alexander dan Daniel tercengang. Mereka tidak percaya ternyata pria yang menyelamatkan mereka adalah seorang kakek tua.
"Tunggu... jadi pria itu..."
Belum selesai Daniel berkata, Alexander menyelesaikan kalimatnya.
"...adalah, seorang kakek-kakek?"
Kakek itu pun keluar lagi dari dalam gubuk sambil membawa seekor kucing. Kucing itu adalah kucing yang mereka cari.
"Apakah, ini kucingnya?"
Alexander dan Daniel tersenyum.
"Benar Kek! Ini adalah kucing yang kami cari!"
Saat Daniel hendak mengambilnya, kakek itu menahan kucing tersebut.
"Sebelum kalian mengambil kucing ini, aku ingin kalian melakukan pertukaran denganku."
"Pertukaran? Apa memangnya yang kakek inginkan?"
Kakek tersebut melihat kearah Alexander. Dari dalam tubuh Alexander, kakek tersebut melihat aliran sihir berwarna hitam yang sangat kuat. Sama persis dengan yang ia rasakan sebelumnya.
Inilah anak itu.
Begitulah pikirnya. Lalu kakek tersebut mengatakan apa yang ia inginkan. Serentak, Daniel menolaknya.
"Maaf kakek, tapi aku tidak bisa menjadikan sahabatku sebagai alat tukar."
"Kalau begitu, aku tidak akan memberikan kucing ini."
Alexander merasakan bahwa kakek ini memang tidak bermaksud jahat. Ia malah merasa bahwa ia harus mendatangi kakek itu. Ia pun menjelaskan firasatnya ini kepada Daniel. Daniel sempat menolaknya, namun pada akhirnya Daniel mengerti.
"Baiklah kek, aku akan membiarkan temanku berada di tempatmu. Tapi, apa yang harus kujelaskan kepada pengurus asrama bila ia tidak pulang? Walau begitu ia adalah penduduk asrama."
"Tenang saja, hal itu mudah bagiku."
Kakek tersebut membuka telapaknya lalu mengarahkan tangannya kearah langit. Lalu ia menurunkan kembali tangannya itu.
"Sudah. Saat kau pulang, mereka akan percaya dengan cerita yang kau buat."
"Baiklah. Tapi aku ingin, ia sudah kembali dalam waktu satu bulan. Karena setelah itu, ia harus mengikuti ujian sekolah."
"Ohoho, tenang saja anak muda."
Daniel pun bersalaman dengan Alexander. Ia tidak rela bila harus meninggalkan sahabatnya sendirian di hutan.
"Tenanglah Daniel, aku pasti tidak apa."
Alexander tersenyum kepada Daniel.
"Baiklah kalau begitu. Sampai bertemu lagi kawan!"
Alexander melambaikan tangan kepada Daniel yang mulai meninggalkan hutan itu. Lalu ia menghadap kearah kakek tersebut.
"Jadi, apa maksud kakek menginginkanku tinggal di sini?"
Kakek tersebut duduk di tanah, lalu menarik tangan Alexander untuk ikut duduk di tanah.
"Aku akan mengajarkan kepadamu, beberapa sihir yang harus kau miliki. Kalau mau, aku akan mengajarkan semua teknik sihirmu. Namun bila aku mengajarkan semuanya, akan ada beberapa sihir yang tidak akan dapat kau gunakan karena tubuhmu masih belum sanggup untuk lakukan dan akan dapat dilakukan bila kau sudah mencapai umur tertentu. Bagaimana anak muda?"
Kakek itu memperhatikan Alexander menggunakan {Sihir Pengelihatan}. Ia mendapati bahwa anak ini benar-benar sesuatu yang harus dijaga. Bahkan kalau bisa, ia harus memiliki kekuatan yang kuat. Karena anak itu, bukanlah anak biasa.
Ya, ini benar-benar anak itu. Aku harus mendidiknya hingga ia sanggup untuk melawan 'orang itu'.
Setelah kakek itu berpikir demikian. Ia menganggap bahwa diamnya Alexander adalah tanda bahwa ia setuju untuk dilatih.
"Baiklah, karena kau setuju untuk ku latih, aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Due Elien Hatz. Kau boleh memanggilku Hatz."
"Namaku Alexander."
"Hmm, Alexander ya."
Ya, ini adalah anak itu. Alexander. Tapi, bagaimana ia ingat namanya?
Kakek itu menyingkirkan pikiran itu sebentar, lalu kembali membahas mengenai latihan yang akan ia berikan kepada Alexander.
"Baiklah Alexander, aku akan mengajarimu semua sihir yang kupikir cocok untukmu. Tapi, di tengah latihan ini, kau mungkin akan merasa 'lebih baik mati saja'. Apa kau siap?"
Alexander memikirkannya sebentar. Ia mengingat-ngingat lagi tujuannya mempelajari sihir, tujuannya bersekolah, dan tujuannya menjadi kuat. Lalu ia pun mengangguk.
"Baguslah, dengan ini, aku nyatakan latihan dimulai!"
Kakek itu memukulkan tongkatnya ketanah.
***
Sebulan telah berlalu semenjak Alexander ditinggalkan untuk berlatih di hutan dengan kakek misterius itu. Saat ini Daniel sudah menguasai lima sihir tingkat tiga. Daniel masih belum mendapatkan kabar dari sahabatnya itu. Ia masih menunggunya di Balai Desa sambil menanyakan ke bagian pusat informasi mengenai keberadaan seorang anak bernama Alexander.
Teman-temannya dan ibu pengurus asrama pun mulai khawatir juga. Mereka melihat bahwa ini sudah satu bulan lebih, sementara ujian kenaikan tingkat akan dilaksanakan dalam kurun waktu dua minggu lagi.
"Jadi bagaimana Daniel? Apa ia sudah kembali?"
Salah seorang anak di asrama bertanya kepada Daniel.
"Entahlah, aku belum mendapatkan kabarnya sama sekali. Bahkan pusat informasi Balai Desa pun tidak menemukan apapun tentang dia."
"Aku khawatir, apa jangan-jangan dia..."
"Ah, jangan asal bicara. Tidak mungkin dia mati semudah itu."
Saat mereka berdua sedang mengobrol, tiba-tiba saja terdengar sirene tanda bahaya dari pusat desa.
Seseorang berteriak dari pusat desa.
"Semuanya! Berlindung!!!"
Tiba-tiba, {layar} milik penduduk desa terdapat sebuah pengumuman. Di dalam pengumuman tersebut tertulis:
{Perhatian kepada seluruh penduduk! Desa kita telah di serang oleh sebuah goudan raksasa. Goudan tersebut berbentuk seperti seekor rusa dengan tanduk yang sangat besar. Jangan sampai ada yang melihatnya ataupun terkena asap hitam di sekitarnya. Itu akan melumpuhkan siapapun yang terkenanya. Dimohon kepada seluruh penduduk desa agar segera menuju ke bunker perlindungan yang berada di bawah Balai Desa.}
Setelah Daniel membacanya. Ia kembali mengingat traumanya akan bertemu dengan makhluk aneh itu. Tapi ia segera membuang perasaan takutnya itu dan menyuruh teman-teman di asramanya untuk menuju bunker perlindungan.
Waktu masih menunjukkan pukul {14:30} di {layar} milik Daniel, namun seekor goudan sudah datang menyerang.
"Semuanya! Ikuti aku menuju ke bunker perlindungan!"
Semua penduduk asrama meninggalkan bangunan asrama. Ketika mereka tiba di luar, suasana sedang sangat panik. Para penduduk berlarian menuju ke bunker penyelamatan. Seorang penjaga desa pun mendatangi anak-anak beserta ibu pengurus asrama tersebut.
"Anak-anak dan ibu-ibu, ayo ikuti aku. Aku akan menuntun kalian menuju bunker."
Mereka semua pun dituntun oleh salah satu penjaga desa. Terlihat juga Kepala Desa sedang mengawasi berjalannya evakuasi para warga.
Daniel terus memperhatikan Kepala Desa, hingga tiba-tiba...
"Pak Kepala Desa! Ini gawat! Pasukan garis depan sudah jatuh. Sekarang goudan itu menuju ke garis pertahanan kedua."
Seorang penjaga desa menghampiri Kepala Desa.
"Ada berapa garis pertahanan?"
"Tersisa dua lagi."
"Mungkin itu cukup. Bagaimana dengan pasukan tambahan dari kota?"
"Mereka bilang akan tiba sekitar setengah jam lagi."
"Sial, orang-orang kota memang tak berguna."
Daniel mendengar pembicaraan mereka. Ia merasa semakin khawatir, terutama tentang sahabatnya, Alexander.
Setelah beberapa saat, para warga akhirnya berhasil di evakuasi kedalam bunker bawah tanah. Kepala Desa masih berada di atas untuk memeriksa keadaan para penjaga desa.
Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar suara langkah raksasa.
Sial, itu artinya, semua garis pertahanan berhasil dilumpuhkan.
Sesaat setelah berpikir seperti itu, goudan itu pun muncul di hadapannya. Goudan itu berada tepat di depan gerbang desa. Tatapan goudan itu sangatlah menyeramkan, membuat seseorang seakan-akan sudah mendekati kematian.
Kepala Desa melihat para penjaga desa mati tepat di depan matanya. Dan tanpa disadari, goudan itu sudah berada tepat di hadapannya.
Goudan itu pun mengeluarkan asap hitam dari mulutnya, namun asap tersebut tidak mempan terhadap Kepala Desa, Daemi.
Daemi Rittz adalah salah satu pemegang sihir tingkat tinggi. Tingkatan sihirnya sudah mencapai tingkat tujuh puluh delapan. Dan dia adalah pemilik sihir dengan tingkatan tertinggi di desa itu.
"Beraninya, seekor goudan menghancurkan desaku."
Daemi pun mengarahkan tangannya kearah goudan itu, lalu membuka telapak tangannya. Seketika, di sekitar goudan tersebut keluar lingkaran sihir. Dari dalam lingkaran sihir tersebut keluar rantai yang kemudian membelenggu goudan itu.
Goudan itu memberontak, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Tiba-tiba, goudan tersebut mengeluarkan api berwarna hitam di sekujur tubuhnya.
RRROOOOOAAAARRR
Goudan itu berteriak dengan teriakkan yang sangat keras. Teriakan tersebut membuat tanah bergetar dan beberapa bangunan rubuh.
"Sialan kau. Tidak akan kubiarkan!"
Daemi menghentakkan kakinya ke tanah. Setelah kakinya dihentakkan, dari tanah di sekitarnya keluar bermacam-macam pedang. Pedang-pedang tersebut terlepas dari tanah dan melayang di sekitar Daemi. Daemi mengarahkan tangannya untuk mengarahkan pedang-pedang tersebut. Ia mengarahkan pedang-pedang itu kearah goudan yang sedang terbelenggu.
"Mati kau, goudan sialan!"
Pedang-pedang itu seketika langsung meluncur kearah goudan. Tubuh goudan tersebut tertusuk pedang yang sangat banyak.
RRRROOOAAAARRRR
Goudan tersebut kesakitan. Tidak lama kemudian...
GGGRGRTTTTKKKK
Terdengar suara retakan dari tubuh goudan tersebut. Lalu tubuh goudan tersebut meledak. Organ tubuh nya berhamburan, darah-darahnya berceceran di mana-mana. Karena kandungan darah yang sangat banyak di dalam tubuh goudan tersebut, seketika di desa itu terjadi hujan darah. Bangunan, jalanan, taman, semua menjadi warna merah karena darah yang keluar dari tubuh goudan itu.
Daemi melihat ke langit. Ia akhirnya bisa menghela nafas dengan tenang. Walau ia harus mencium bau darah di mana-mana, ia tetap merasa puas karena telah berhasil melindungi warganya.
Ia pun membuka {layar} miliknya dan melakukan telepati kepada seluruh warga Desa Lumicorff.
"Perhatian, kepada seluruh warga Desa Lumicorff, goudan telah berhasil dikalahkan. Sekali lagi, goudan telah berhasil dikalahkan."
Seluruh warga yang berada di dalam bunker bersorak gembira. Mereka merasa senang karena telah dapat terhindar dari bencana.
Mereka semua keluar dari bunker perlindungan dengan perasaan gembira. Mereka tidak peduli apakah rumah mereka atau kebun mereka menjadi rusak dan kotor karena darah dan organ dalam dari goudan tersebut. Yang mereka pikirkan saat ini hanyalah rasa syukur karena telah berhasil selamat dari serangan seekor goudan.
***
Dua minggu berlalu setelah kejadian tersebut. Desa tersebut sudah kembali bersih dari darah goudan dan organ dalamnya. Namun beberapa bangunan sedang dibangun kembali karena rusak parah.
Sementara itu, di Sekolah Desa. Para murid sedang berbaris sambil menunggangi kuda. Mereka masing-masing membawa sebuah pedang di pinggang mereka, dan sebuah tas berkemah di pundak mereka. Ya, pada akhirnya, mereka akan mengikuti ujian kenaikan tingkat. Yaitu ujian bertahan hidup.
Daniel memeriksa {layar} miliknya dan melihat bahwa waktu sudah menunjukkan pukul {06:30}. Tiga puluh menit lagi mereka akan berangkat melakukan ujian bertahan hidup.
Tiga puluh menit berlalu, namun Alexander masih belum juga datang. Guru yang bertanggung jawab atas ujian ini pun harus bertindak.
"Baiklah, karena waktu sudah menunjukkan pukul 07:00, kita akan langsung berangkat. Kita akan meninggalkan mereka yang terlambat."
Daniel merasa kecewa. Ia tidak percaya, sahabat seperjuangannya tidak akan naik tingkat bersamanya. Sudah tiga tahun mereka bersama, bahkan mereka sudah menganggap saudara satu sama lain. Ia tidak percaya bahwa mereka akan terpisah hari ini.
Daniel pun merunduk walaupun kudanya sudah mulai bergerak.
Para murid akan melakukan ujian bertahan hidup dengan melakukan perjalanan menuju ke pantai pesisir selatan. Perjalanan akan melewati Hutan Selatan dan Gunung Selatan. Jarak antara kaki Gunung Selatan sisi selatan dengan pantai pesisir selatan hanyalah 10 kilometer. Jarak terjauh yaitu antara kaki Gunung Selatan sisi utara dan tepian Hutan Selatan sisi utara yang berjarak sekitar 100 kilometer.
Para murid mulai memasuki Hutan Selatan.
Saat akan memasuki Hutan Selatan, guru pemandu mereka memberhentikan mereka semua untuk sesaat.
"Baiklah semua, mohon berhenti sebentar."
Para murid berhenti.
"Ini adalah tahap pertama dalam ujian ini. Kalian akan melewati hutan ini dalam kurun waktu satu malam, dan akan tiba di kaki Gunung Selatan besok pagi. Saya disini tidak akan membantu kalian bila ada masalah sebesar apapun kecuali bila kalian diserang oleh seekor goudan yang memang tidak sebanding dengan kalian. Apa kalian mengerti?"
"Siap, dimengerti Pak!"
"Bagus, ayo lanjutkan perjalanan."
Para murid mulai melanjutkan perjalanan mereka kedalam Hutan Selatan.
Daniel berjalan menunggangi kuda di sebelah salah satu teman se-asramanya, Meeins.
"Jangan termenung terus Daniel, kau bisa mati nanti."
"Aku lebih memilih mati ketimbang harus naik tingkat tanpa sahabatku."
Meeins mengerti apa yang dirasakan oleh Daniel. Ia lalu memberikan sebatang coklat kepada Daniel.
"Makan ini Daniel, aku harap kau lebih tenang setelah memakannya."
Meeins tersenyum sambil memberikan coklat itu.
Daniel mengambil coklat itu dan langsung memakannya.
"Terimakasih Meeins."
Daniel membalas senyuman dari Meeins.
"Oh ya, aku pernah membaca mengenai legenda dari hutan ini. Apa kau pernah mendengar mengenai 'Banshee' Daniel?"
"Banshee? Apa itu?"
"Dia adalah Goudan yang berbentuk manusia. Dikatakan bahwa ia adalah penjaga Hutan Selatan. Hanya mereka yang telah membuat kontrak dengannya lah yang dapat melewati Hutan Selatan hidup-hidup."
"Waah, menyeramkan sekali."
Daniel sedikit merinding.
Tiba-tiba, di barisan bagian depan terdengar beberapa anak perempuan berteriak.
AAAAHHHH
"Ada apa itu?"
Daniel dan Meeins langsung bersiaga. Ternyata, mereka sedang melewati tanah yang tergenangi darah di mana-mana. Di pohon-pohon yang ada di sekitar mereka pun terlihat bebeapa tengkorak dan mayat manusia di gantung. Ada mayat yang masih utuh, setengah utuh, ataupun sudah membusuk seluruhnya.
Seluruh murid menutup hidungnya dikarenakan bau yang sangat menyengat dari darah dan jasad manusia tersebut.
Di genangan darah yang berada di tanah juga terdapat beberapa organ tubuh manusi berserakan. Benar-benar pemandangan yang sangat mengerikan. Tiba-tiba, muncul pemberitahuan di {layar} milik para murid.
Pemberitahuan tersebut datang dari guru mereka. Isinya:
{Kalian memasuki sisi gelap dari Hutan Selatan. Dalam ujian-ujian sebelumnya, banyak yang mati di sini. Bersiaplah.}
Seluruh murid merinding. Mereka merasa takut. Bahkan beberapa murid perempuan ada yang menangis.
Sang Ketua Kelas yang berada di barisan terdepan, Nier Hanz, juga ikut merinding. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak-tidak.
Namun sayangnya, semua firasat buruk para murid menjadi nyata.
Di hadapan mereka semua, muncul sesosok perempuan tua. Ia mengenakan jubah berwarna hitam. Tubuhnya sangatlah kurus. Wanita tua itu memegang tongkat aneh. Di ujung atas tongkat tersebut, terdapat kepala manusia yang sudah tidak berbentuk.
Wanita tua itu hanya diam. Lalu tiba-tiba, wanita tua itu membuka mulutnya, dan mengeluarkan suara yang sangat keras.
Meeins teringat dengan buku yang dulu pernah ia baca mengenai sesosok goudan bernama 'Banshee'. Di buku itu dikatakan bahwa bila 'Banshee' mengeluarkan suara yang sangat keras, suaranya dapat membuat tubuh manusia meledak. Dan membuat bagian organ dalam nya keluar dan berceceran. Meeins pun langsung mengingatkan semuanya akan hal ini.
"SEMUANYA! TUTUP TELINGA KALIAN! SUARANYA DAPAT MEMBUNUH KITA SEMUA!"
Beberapa orang sempat untuk menutup telinga mereka. Namun beberapa lagi tidak sempat dan tubuh mereka meledak. Organ dalamnya dan bagian tubuh lainnya terpental kemana-mana dan berserakan.
Mereka yang selamat tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Ketua kelas pun berteriak kepada teman-temannya.
"LARI!"
Semuanya langsung berbalik arah dan meninggalkan tempat itu.
Wanita tua itu, atau yang dikenal sebagai Banshee, berubah bentuk menjadi sosok goudan raksasa. Goudan raksasa tersebut menyerupai manusia raksasa dengan tubuh yang sangat kekar berwarna hitam, dan mata yang merah menyala. Goudan tersebut memiliki rambut yang sangat panjang hingga menyentuh pinggangnya. Rambut dari goudan tersebut bergerak seperti tentakel gurita. Tongkat yang ia pegang berubah menjadi kapak raksasa.
Saat para murid sedang lari menggunakan kudanya, tiba-tiba saja, goudan itu menghantamkan kapaknya ke tanah, membuat tanah bergoncang. Tanah-tanah tersebut pun ada yang menjulang ke atas, menyebabkan beberapa murid terpental dari kudanya.
AAARRGGHH
Beberapa diantara mereka ada yang berteriak kesakitan dan ketakutan.
Nier, Meeins, dan Daniel terpental ke arah yang sama.
"Arrgh.."
Daniel melihat tubuh nya kotor karena darah yang tergenang di tanah. Tas berkemahnya pun juga hilang entah kemana. Ia melihat ke sebelah kanannya dan melihat Meeins dan Nier terbaring tidak sadarkan diri.
"Meeins! Nier!"
Mereka tidak terbangun walau tubuhnya sudah digoyang-goyang. Ia pun segera mengaktifkan {Sihir Penyembuhan} dari tangannya. Belum sempat ia mengaktifkan sihir tersebut, tiba-tiba saja...
Hhhhhhh
Terdengar suara nafas yang sangat besar di belakangnya. Saat ia berbalik, ia melihat Banshee sudah tepat berada di dekatnya.
Daniel hanya dapat terdiam dan pasrah. Ia sudah menyerah.
Banshee itu pun mengangkat kapaknya, dan bersiap mengayunkannya kearah Daniel.
Daniel hanya bisa terdiam, sambil menerima takdir yang berada di hadapannya.
Kapak itu pun diayunkan kearah Daniel.
Daniel hanya melihat kapak itu mengarah kepadanya dengan pasrah.
Tiba-tiba...
SSSRRRRKKKKKKKK
Tubuh Banshee itu terbelah, lalu meledak di hadapan Daniel. Organ dalamnya berhamburan keluar. Darahnya membasahi wajah Daniel.
Banshee itu pun mati.
Setelah Banshee itu hancur, ia melihat seorang anak laki-laki di depannya. Tangan kanannya mengeluarkan api berwarna merah. Rambutnya panjang hingga mengenai pundaknya. Ia merasa mengenal dirinya. Saat anak itu berbalik, Daniel melihat wajah yang sangat dikenalnya. Wajah yang ia cari selama satu bulan ini.
Anak itu hanya tersenyum kearah Daniel. Ya, itu benar.
Anak itu adalah, Alexander.