Chereads / Bukan Sedarah / Chapter 2 - Tumbuh Bersama ; Ada yang mengganjal (1)

Chapter 2 - Tumbuh Bersama ; Ada yang mengganjal (1)

Usia kami hanya terpaut satu tahun tiga bulan. Mungkin waktu itu orang tua kami tidak mengikuti progam keluarga berencana. Atau mungkin mengikuti akan tetapi suatu hari mereka lupa akan tanggal untuk pergi suntik Apapun lah. Itu tidak penting.

Selama ini aku diberkati memori ingatan cukup kuat. Tapi terkadang benci jikalau otak tiba-tiba memutar kenangan memalukan. Seperti saat teringat kalimat seseorang ditaman sewaktu Hilya masih belum genap satu tahun sementara aku sudah menginjak usia dua tahun.

"Wah, baru sepuluh bulan sudah bisa jalan. Hebat ya!" Membungkukan badan untuk mencubit pipi tipis Hilya sedang berjalan disamping mama. Lalu pandanganya beredar kearahku. "Loh! Tapi yang cowok kok masih digendong Ayahnya? Bukanya lebih tua ya?"

Jleb satu menusuk jantung.

Mama menjawab sambil tersenyum"Ah iya, bu! sepertinya jaringannya masih 3G. Jadi agak lambat."

Jleb dua menusuk otak.

Sungguh bagai senjata bambu runcing sehabis diraut nan semakin runcing.

Ya! Kenangan usia dua tiga tahun adalah kenangan terlama yang masih tersimpan di RAM ingatanku. Seperti masa-masa proses kami berjalan dan berbicara. Mustahil jika aku masih mengingat masa proses kelahiran adik cantikku itu. Tapi terkadang aku memikirkan hal tersebut. Kira-kira aku ada dimana dan bersama siapa ketika Mama sedang mandi keringat sambil bernyanyi "Aaaa~aaa..." Salah. Berteriak dalam bertaruh nyawa. Papa juga pasti tengah cemas, sibuk kesana kemari mengurus segala keperluan. Sementara masing-masing dari mereka adalah anak tunggal. Otomatis tidak ada saudara yang membantu. Orang tua dari Papa yang kami sebut Kakek dan Nenek katanya sudah tiada. Sementara dari Mama berada dikampung desa sedang kelahiran Sahilya berada di salah satu rumah sakit kota Jakarta. Lalu, Apa waktu itu aku dibiarkan terlantar begitu saja? Menangis karena popok basah serta berwarna kuning. Setelahnya juga menangis karena haus dan lapar. Sangat mengerikan. Memang lebih baik tidak perlu dibayangkan.

***

Sapih: Proses pemberhentian memberi air susu ibu (ASI). Dilakukan ketika kami sudah berusia lebih dari dua tahun. Tapi seperti ada yang mengganjal. Hanya aku saja yang disapih. Sebab dari bayi Hilya tidak meminum ASI melainkan air susu sapi atau susu formula. Aku tahu persis itu bukan karena Hilya tidak mau, tetapi memang sengaja tidak diberi.

Dari ingatanku pada kejadian tengah malam. Ketika aku terbangun dan menangis karena kelaparan, Dengan praktisnya jemari mama membukakan dua kancing baju dari urutan paling atas sambil terpejam mengantuk. Akupun segera menikmati ASInya.

"Oek....oek...." Giliran suara tangisan Hilya dari ranjang bayi membangunkan Mama kembali. Betapa repotnya memiliki dua anak masih bayi.

Mama yang masih menyusuiku, "Pa, Itu Sahilya menangis. Tolong buatkan susu untuknya!" Tanganya melewati tubuhku menggoyang pelan tubuh Papa yang tertidur disampingku.

"Kenapa tidak mama saja yang buatkan?" Nada suara orang setengah tidur

"Mama sedang menyusui Agil."

Bangun mengucek mata lalu pergi kedapur dan kembali membawa susu untuk Hilya. "Kenapa sih tidak mama berikan juga ASI padanya?" Sambil menggendong.

"Sebaiknya tidak pa. Kita tidak pernah tahu kejadian dimasa depan."

Kalimat itu .....

***