Aku adalah Andini. Anak dari keluarga bangsawan yang sangat dihormati di kampung kami. Semua orang sangat tunduk kepada ayahku bahkan rela mengerjakan apa saja tanpa harus digaji. Aku terkadang risih dengan hal tersebut mengapa bisa seseorang menerima bekerja seharian tanpa balas jasa sepeser pun. Suatu hari, aku memberanikan diri untuk bertanya kepada ayahku tentang hal tersebut.
"Tetta¹. Kenapa itu bapak yang di luar rumah biar disuruh panjat kelapa sama kerja kebun naterima ji biar tidak dibayar? ". Tanyaku.
"Ini nak karena besar maki jadi harus ki tau ki juga bagaimana itu aturan yang ada di keluarga ta".
Aku hanya menganggapnya hal biasa karena masalah aturan di keluargaku dari kecil aku sudah sering diatur dalam hal sengala hal. Tapi...
"Gadis maki toh nak jadi pasti kita tidak akan bisa menghindar lagi dengan hal yang namanya cinta. Jadi begini nak ku itu di dalam aturannya keluarga ta kita itu harus tetap menjaga silsilah keturunan ta termasuk mi ini jangan ki sekali-kali jatuh cinta apalagi dekat dengan laki-laki yang bukan dari keturunan karaeng kayak kita. Nanti kalau masalag jodoh biar Tetta yang tentukan, kau tinggal terima saja jangan protes".
Awalnya saya menerima hal itu dengan sangat lapang dada karena mungkin pada saat itu aku memang belum terlalu tertarik dengan hal mencintai dan dicintai.
"Iye tetta tidak bakalan ji itu saya langgar. Kalau begitu ke kamar maka dulu nah tetta".
"Ohw iyye nak".
Langkah demi langkah kutinggalkan ayahku yang saat itu sedang menikmati secangkir kopi di sudut teras rumah bersama kue khas dari Bulukumba yaitu bolu peca yang memang merupakan kue kesukaannya. Sedang aku menuju kamar ku untuk mandi pagi itu.