Chereads / RE:VERSE / Chapter 47 - 9.V Kursi Keempat Pendeta

Chapter 47 - 9.V Kursi Keempat Pendeta

Waktu hanya berlalu sekitar satu jam setelah sebuah mantra ilusi tingkat tinggi diaktifkan oleh Archdemon Erebrus. Walaupun begitu, makhluk-makhluk malang yang terjebak di dalam mantra tersebut sudah menghabiskan waktu setidaknya selama dua tahun di dalam dunia terkutuk itu. Tubuh mereka yang runtuh tanpa memperlihatkan tanda-tanda kesadaran sementara semua raut wajah menunjukan kesan seakan mereka tengah bertemu seekor monster mengerikan menjadi saksi bisu atas penyiksaan yang sedang mereka alami.

Suasana yang kembali hening di dalam kuil yang kini sudah hancur di beberapa bagian akibat pertarungan sengit dari dua iblis sejati mulai terganggu oleh suara gesekan udara. Perlahan tapi pasti, suaranya kian meninggi sebelum akhirnya dimensi di dalam ruangan tersebut mulai retak. Selanjutnya, dua lubang dimensi tercipta dari retakan-retakan yang pecah.

Seorang gadis dengan jubah kuil berwarna hitam melangkah keluar dari dalam salah satu lubang dimensi. Rambut cokelatnya terurai begitu saja saat dia membuka tudung yang menghalangi pandangan.

Di dunia dimana hal-hal tak masuk akal dapat terjadi hanya dengan memanipulasi sejumlah mana, terdapat satu-satunya makhluk yang dikaruniai dengan berkah untuk melubangi dimensi dan bergerak dengan bebas ke mana pun dia mau. Nama dari sosok itu adalah Carmen, seorang gadis pendeta yang melayani Demigod.

Gadis itu baru saja menggunakan kemampuan uniknya untuk pergi menuju kuil di Desa Orc setelah mendeteksi adanya bahaya.

Hanya memiliki jeda beberapa detik setelah Carmen melangkah keluar dari lubang dimensi yang dia buat, seorang pria besar yang dibalut oleh armor perak bercorak emas keluar dari lubang dimensi yang lain. Dia membawa sebilah pedang besar sementara tangan kirinya menggenggam sebuah perisai perak yang terlihat cocok dengan warna dari armor yang dia kenakan.

"Demigod merasakan eksistensi yang kuat beberapa waktu lalu. Namun, tampaknya kita sudah terlambat." Lelaki itu berbicara ke arah pendeta wanita di hadapannya.

"Kita masih belum terlalu terlambat, Robbert. Aku masih dapat mencium bau menjijikan dari iblis. Namun, baunya seperti sampah busuk yang akan segera mati."

Seseorang yang membalas kata-kata Robbert bukanlah Carmen, melainkan seorang gadis kecil dan pendek dengan kedua telinga lancip yang baru saja keluar dari lubang dimensi. Rambut cokelatnya diikat dengan gaya twin tail, seakan ingin menunjukan betapa imutnya gadis kecil ini. Namun, sebilah pedang dua tangan tebal yang dia angkat hanya dengan tangan kanan serta perisai baja besar --yang hampir sama dengan ukuran tubuh pendeknya-- di tangan kirinya menghancurkan kesan imut itu sendiri.

"Oh, betapa beruntungnya aku dapat melihatmu lagi." Robbert mengalihkan pandangan ke arah sosok yang baru saja keluar dari lubang dimensi. "Bagaimana kabarmu, Yang Mulia? Atau harus kusebut sebagai Kursi Keempat Ordo, Empress Glastila?"

Alih-alih menjawab sapaan Robbert, gadis itu memalingkan wajahnya.

"Tidak usah terlalu akrab denganku, Homunculus. Aku datang kemari bukan untuk bertemu denganmu, melainkan hanya karena tertarik dengan bau ini."

"Kata-katamu tetap tajam seperti biasanya." Robbert menghela napas.

Gadis pendek itu mengalihkan pandangan ke arah segerombolan serigala yang terkurung dalam penjara besi di samping altar. Kemudian, dia menatap pada seorang gadis pendeta di tengah altar untuk beberapa saat sebelum kembali mengalihkan pandangan menuju seekor serigala raksasa yang terbaring menyedihkan tak jauh darinya.

"Sebuah mantra ilusi? Naga, apa kau tahu mantra apa yang digunakan sampah itu pada mereka?"

Menanggapi kata-kata datar yang keluar dari mulut Glastila, sosok tubuh pendek dan kurus keluar dari dalam salah satu lubang dimensi. Kedua bola matanya memancarkan cahaya putih. Dia berjalan dengan santai tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun.

"Inilah sebabnya aku malas menggenapi kesepakatan antara kau dengan Heaven Dragon God. Sebagai salah satu heaven dragon lord, bukankah memanggilku dengan sebutan naga itu terlalu tidak sopan?"

"Siapa peduli? Bukankah tak ada bedanya antara kau dengan reptil besar bodoh itu?"

Ras yang disebut 'reptil besar bodoh' oleh Glastila adalah ras dari earth dragon. Walaupun mereka sama-sama berada dalam kelompok dragonoid, earth dragon dengan heaven dragon tentu saja bertolak belakang. Berbeda dengan earth dragon yang sering menyerang pemukiman dan merampas harta mulia, heaven dragon adalah versi baik dari ras naga.

Walaupun sebenarnya dia merasa sangat keberatan karena disamakan dengan jenis earth dragon, sosok gadis itu memilih untuk mengabaikannya. Sebagai gantinya, dia mengalihkan topik tersebut dengan cara menjawab pertanyaan Glastila sebelumnya.

"Berdasarkan penglihatanku, ini adalah sebuah mantra ilusi tingkat lima. Sebuah mantra kegelapan yang berasal dari Tartarus. Sang Perapal memang masih hidup. Namun, seperti yang kau katakan sebelumnya, dia hampir mati oleh seseorang yang sedang melawannya."

Glastila mengangguk beberapa kali sebagai tanda mengerti.

"Lalu, apakah ada cara untuk membebaskan mereka dari mantra tersebut?"

Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Robbert, gadis yang mengklaim bahwa dirinya adalah seekor heaven dragon menggelengkan kepalanya.

"Sayangnya pengetahuanku yang minim tidak dapat menjawabnya. Namun, seharusnya mantra ini akan berakhir dua jam setelah perapalan."

Ketika Heaven Dragon Lord terlibat pembicaraan dengan Robbert, Glastila yang menemukan sesuatu mencurigakan mulai menancapkan pedang besar dan perisainya ke tanah lalu melangkah lebih dalam lagi. Dia berjalan santai tanpa merasa khawatir sedikit pun akan adanya sebuah jebakan atau hal-hal buruk lainnya.

Kedua bola mata Glastila memandang ke bawah, menatap dua buah belati hitam yang tergeletak di atas tanah. Salah satu belati seakan bermandikan darah sementara yang lainnya tertutupi cairan kental berwarna hitam yang mengeluarkan bau busuk.

Tangan kecil Glastila meraih belati yang tertutupi noda darah mengering. Dia mendekatkannya ke wajah dan mulai melihat setiap detail dari senjata itu.

"Ah, belati itu ... "

Mendengar suara dari belakang, gadis pendek itu mengalihkan pandangan pada Carmen.

"Apa kau tahu mengenai ini?"

Carmen menganggukan kepala sebelum mulai membuka mulutnya.

"Sepasang belati itu adalah senjata milik Almaria, seorang gadis kecil yang berhasil menahan amukan Hellhound di Trowell beberapa hari lalu."

"Ho~ Mengetahui kenyataan bahwa pemakainya adalah manusia membuatku sedikit terkejut."

Seakan tidak mengerti akan hal yang sanggup membuat Glastila berbicara seperti itu mendorong Carmen untuk bertanya padanya.

"Bukankah tidak aneh jika manusia menggunakan senjata sihir seperti demoniac weapons?"

"Jika itu adalah senjata sihir biasa, aku tidak akan terkejut. Namun, senjata ini bukanlah sesuatu yang seperti itu. Prioritasnya satu tingkat dengan perlengkapanku. Belati ini adalah senjata dengan prioritas pembunuh dewa, sesuatu yang bahkan sanggup untuk melukai Dewi Hestia. Manusia biasa tidak akan sanggup untuk menahan kerusakan mental saat menyentuh ini."

Pedang dua tangan dan perisai baja milik Glastila merupakan harta suci --holy weapons-- dengan prioritas pembunuh dewa. Menyadari bahwa belati kecil di tangannya adalah salah satu senjata yang sebanding dengan perlengkapan miliknya tentu saja membuat mereka semua terkejut.

"Apa-apaan dengan penilaianmu itu? Mana mungkin gadis kecil itu sanggup menggunakan senjata paling terkutuk milik para iblis?!" Robbert bereaksi saat mendengar kata-kata Glastila.

"Untuk sekarang, aku juga setuju denganmu. Bukan hanya kerusakan mental, senjata ini bahkan sanggup menghisap mana pemiliknya hingga kering ketika kontraknya dibuat."

"Kalau benar benda itu dapat menghisap mana hingga kering, kenapa kau masih hidup sampai sekarang?"

"Kau kira aku ini siapa? Butuh seratus senjata seperti ini untuk menghabiskan semua mana jenis kegelapan di dalam tubuhku."

"Kesombonganmu benar-benar kelewatan. Padahal, jika dilihat secara fisik, sebagai seseorang yang sama-sama memiliki kelas guardian, tubuhmu itu menyedihkan."

Glastila mengabaikan sepenuhnya komentar Robbert yang cukup kasar. Sebenarnya, dia hanya terkena serangan mental dari belati di tangannya. Sejak awal Glastila tidak membuat kontra dengan belati itu. Jadi, mana miliknya bahkan tidak berkurang sedikit pun.

"Jika memang benar bahwa pemilik belati ini yang sedang melawan sampah itu, maka kedatanganku kemari tampaknya berakhir dengan sia-sia."

Glastila menjatuhkan belati di tangannya, berbalik dan menarik kembali pedang dua tangan serta perisai besar miliknya, lalu berjalan santai ke arah lubang dimensi yang masih terbuka. Sesaat sebelum memasuki lubang dimensi tersebut, dia mengucapkan kata-kata terakhir sebagai perpisahan.

"Ingat ini baik-baik. Pemilik belati itu pastinya bukan manusia biasa. Saranku adalah untuk membunuhnya sebelum semuanya terlambat." Kepalanya menoleh ke arah Heaven Dragon Lord sebelum mengeluarkan kalimat perintah. "Naga, kita kembali ke kekaisaran."

"Bagaimana dengan iblis yang bertanggung jawab atas semua ini?" Carmen bertanya dengan nada sedikit khawatir.

"Tenang saja, dia pasti dibantai habis oleh pemilik belati itu. Percuma kami lama-lama di sini, tidak akan ada sesuatu yang tersisa untuk menghibur kami." Bersamaan dengan kalimatnya, Glastila memasuki salah satu lubang dimensi diikuti oleh Heaven Dragon Lord di belakangnya.

Segalanya menjadi hening kembali saat dua sosok itu memutuskan untuk pergi. Kemudian, beberapa saat setelah keheningan menelan kuil rusak itu, Robbert menatap ke arah gadis pendeta di hadapannya sebelum dia membuka mulut.

"Hari ini kau tidak banyak bicara, ya? Apakah ada ketidak cocokan dengan tubuhku sehingga membuatmu tidak merasa nyaman?"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Robbert, gadis pendeta yang sejak tadi hanya menyimak dan mengeluarkan beberapa kata secukupnya, membalas kata-kata salah satu dari enam pendeta yang ditujukan padanya.

"Jangan khawatir, sama sekali tak ada masalah."

"Lalu, kenapa kau terdiam?"

"Aku hanya memikirkan Almaria dan kemungkinan-kemungkinan buruk di masa depan yang akan menimpa dunia ini jika kita salah mengambil keputusan." Carmen mengelak.

"Kenapa sekarang kau peduli pada apa yang akan terjadi? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa kau sama sekali tidak tertarik?"

"Memang benar. Maaf sudah berbicara yang tidak-tidak."

Mendengar jawaban lurusnya, Robbert menghentikan ketertarikannya dan hanya menjawab sekenanya.

"Tak usah dipikirkan."

Setelah waktu terlewat dengan keheningan di antara mereka berdua, Carmen kembali membuka mulut untuk memastikan sesuatu.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang? Mengindahkan saran Empress Glastila untuk membunuh Almaria dan iblis yang sedang dia hadapi atau membantu Almaria untuk membunuh iblis ini seperti yang kau lakukan pada Hellhound sebelumnya?"

Robbert menghela napasnya untuk beberapa saat sebelum membalas pertanyaan Carmen.

"Aku serahkan semuanya padamu. Aku percaya bahwa kau dapat mengurus semuanya. Waktuku sudah terbuang beberapa menit karena masalah ini. Sekarang aku harus kembali untuk melanjutkan pekerjaanku di Kuil Ortodox."

Bersamaan dengan selesainya pernyataan yang dia ucapkan, Robbert berbalik dan kembali masuk ke dalam lubang dimensi yang berada tepat di belakangnya. Kemudian, dua lubang dimensi itu perlahan menyusut dan lenyap seakan tidak pernah ada sesuatu semacam itu sebelumnya. Kini yang tersisa hanyalah Carmen dan beberapa makhluk hidup yang masih terjebak di dalam mantra ilusi.

"Mengejutkan sekali melihat Empress Glastila tidak terpengaruh oleh serangan mental dari belati milik Almaria. Padahal aku hampir saja melompat dan menarik tangannya agar menjauh dari belati-belati itu." Kepala gadis pendeta tersebut mulai menengadah, menatap langit-langit kuil yang terbuat dari kayu. "Nah, Almaria. Cepat atau lambat enam pendeta pasti akan menaruh banyak perhatian padamu. Jujur saja, di antara keenam pendeta, Empress Glastila dan rekan kelompoknya adalah yang paling merepotkan. Aku sedikit penasaran dengan rencana apa yang akan kau lakukan untuk menghadapi mereka, terutama saat menghadapi kelompokku atau Demigod itu sendiri."

Dia menyunggingkan senyum sebelum kembali melubangi ruang dan waktu yang menghubungkan antara ruangan kuil di Desa Orc dengan daerah di sekitar Desa Werewolf.

---------

Senin, 13 Mei 2019

Pukul 04:14 PM

Catatan:

Tokoh baru yang sudah pernah disenggol di bab2 sebelumnya. Oya, bagi yang lupa, sekelompok orang yang disebut "Enam Pendeta" itu memiliki kelompoknya masing-masing yang beranggotakan dua orang.

Contoh :

• Kelompok Kursi Ketiga

Anggota : Robbert & Carmen

• Kelompok Kursi Keempat

Anggota : Glastila & Naga (?)

Sisanya masih dirahasiakan :3

Riwayat Penyuntingan :

• 14 Mei 2019

• 17 Mei 2019