Musim semi menandakan awal yang baru dari sebuah pertemuan.
Di hari pertama sekolah di semester baru, aku pergi ke sekolah dengan berlari karena terlambat. Semoga saja tidak telat saat upacara pembukaan semester dan penyambutan murid baru.
Hari itu suasana mendung, dengan awan abu-abu kehitaman di langit. Tak lama kemudian, hujan turun dengan deras. Aku terus berlari dengan payung di tanganku dan menyeberangi jalan di perempatan jalan dekat sekolah.
Aku tidak melihat lampu lalu lintas. Ada seseorang berteriak "Berhenti" yang terdengar di belakangku. Aku tidak menghiraukannya. Aku terus menyeberangi jalan ini hingga tanpa sadar aku didorong dari belakang oleh seseorang. Karena tubuhku terbilang atletik, aku tidak jatuh. Namun, terdengar suara yang kuat di belakangku. Seorang laki-laki, dari seragamnya dia juga murid Keiyou, ditabrak oleh mobil dan tergeletak tak sadarkan diri dengan darah keluar dari kepalanya.
Jadi, dia berusaha menolongku. Dia berusaha menyelamatkanku dari tabrakan mobil ini. Dia telah menolongku.
Ini salahku karena tidak memperhatikan lampu lalu lintas. Jika saja aku memperhatikannya, hal ini tidak akan terjadi.
Ini salahku.
Sejak kejadian itu, aku terus menyalahkan diriku. Ada peluang untuk bertemu dengannya saat dia berada di rumah sakit, tapi aku tidak berani untuk menemuinya. Aku takut. Aku takut…
Mungkin aku tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi untuk mengatakan terima kasih dan minta maaf. Namun, aku salah.
Di hari pertama sekolah di tahun keduaku di Keiyou, aku menemukan dirinya. Dia sedang mencari loker sepatunya.
Setelah tidak bertemu selama satu tahun, ekspresi wajahnya tampak sedih. Dia terlihat kesepian, hampir seperti tidak memiliki tempat untuk dirinya.
Ini kesempatanku untuk menebus kesalahanku.
Aku mulai mencoba untuk mengajaknya berbicara. Merekomendasikannya menjadi perwakilan kelas agar aku bisa dekat dengannya. Berkali-kali kucoba untuk bertukar frasa dengannya.
Setelah berpikir panjang, aku mengatakan langsung kepadanya tentang keinginanku. Keinginanku ada ingin berteman denganya. Dan dia juga mengatakan ingin berteman denganku. Semuanya tidak berjalan lancar. Teman-temanku, yang sejak kehadirannya di kelas ini atau di sekolah ini, tidak menyukainya dan tidak ingin menerimanya. Mereka melihat dirinya seperti orang yang aneh. Itu karena mereka tidak mengenalnya. Aku juga tidak mengenalnya, tapi aku ingin lebih mengenalnya.
Pada akhirnya, dia menceritakan semua tentangnya setelah pengumuman hasil ujian tengah semester kalau dia merupakan murid beasiswa sekolah ini, dan juga tentang kecelakaan itu yang mana aku lah orang yang ditolongnya. Berkat itu, murid kelas ini mulai menerimanya.
Kebenaran akan selalu terungkap.
Kebenaran tentang aku lah orang yang ditolongnya itu hari ini terungkap.
Beberapa orang yang sudah menjadi temannya menanyakan langsung tentang itu. Aku tidak bisa mengelak. Mungkin, inilah saatnya untukku menceritakan hal ini kepada orang lain dan menjelaskan alasan kenapa sampai saat ini aku belum mengatakan kepadanya.
Tapi aku begitu naif.
Dia berada di dekat kami saat aku mengatakan kalau aku lah gadis yang diselamatkannya.
Aku begitu ketakukan saat melihatnya. Ekspresi wajahnya kaget dan sedih.
Aku tidak sanggup melihatnya.
Aku tidak sanggup berhadapan langsung dengannya.
Aku harus lari dari sini.
Tanpa pikir panjang, aku berlari meninggalkan mereka. Terdengar suaranya yang memanggil namaku, tapi tidak kupedulikan. Aku terus berlari di bawah hujan yang mulai turun di kota ini.
Dia pasti membenciku.
Dia pasti membenciku.
Dia pasti membenciku karena aku telah merahasiakan tentang kecelakaan itu