Hari Senin pertama bagi Lisa berada di kos, berada jauh dari ibunya yang selama ini selalu berada disisinya dalam keadaan apapun. Karena belum memulai aktifitas sekolahnya, dia bisa bangun sedikit santai. Ditambah lagi dia masih merasa kelelahan setelah perjalanan jauh dari Surabaya ke Jogja dengan bus. Belum lagi membersihkan kamar yang sudah lama tidak ditempati, benar-benar menguras tenaga.
Untuk memulai proses pendekatan dengan keluarga barunya, Lisa keluar kamar dipagi yang bersinar ini. Orang yang pertama kali dilihat oleh Lisa adalah Mike, dia berada tepat di depan kamarnya yang berhadapan dengan kamar Lisa. Dia duduk dengan mata terpejam di ambang pintu. Tidak menyadari bahwa Lisa menatapnya sedikit terkejut.
Di meja yang kemarin mereka gunakan untuk makan malam, tampak ada enam mug yang tertata rapi di nampan. Juga sebuah teko kaca yang berisi kopi dan beberapa potong roti panggang.
"Permisi, boleh lewat?" itu suara Kak Rani.
"Oh, maaf. Silahkan." Lisa menggeser tubuhnya.
"Sini sarapan." Phil menepuk kursi yang ada disampingnya. "Kalo nggak suka kopi, ada susu dan jus buah di kulas."
Mendengar itu, Lisa sedikit kaget. Ini kos-kosan atau rumah? Sepertinya segala macam makanan ada disini, bahkan kemarin dia bisa makan malam enak seperti pasta dan burger.
Orang yang dipanggil Daswan, sang koki, datang dengan penggorengan dan piring. Disana ada telur mata sapi dan juga scramble egg yang masih di penggorengan. Setelah meletakkan di tengah meja, dia melepaskan celemeknya.
"Kamu minum kopi?" tanya Daswan.
"Nggak, terima kasih." Jawab Lisa canggung.
"Jangan canggung. Disini kita keluarga, saling berbagi." Kata Rani sambil menggigit roti panggangnya.
"Mike, mau kopi nggak?" tanya Daswan setengah berteriak.
"Hmm." Hanya itu jawaban Mike.
Dari belakang, tercium bau parfum yang sangat menyengat. Harum yang segar dan juga manis. Lalu tampaklah Desi dengan baju kerjanya yang formal, ditambah dengan sepasang highheel yang melengkapi penampilannya. Dimata Lisa, Desi terlihat sangat berbeda dengan yang dilihatnya kemarin, benar-benar cantik luar biasa.
Keenam anggota kos berkumpul di meja, mereka menikmati sarapan ala kadarnya itu dengan semangat. Suasana kekeluargaan yang belum pernah Lisa rasakan karena selama ini dia hanya hidup dengan sang ibu.
"Hari ini Lisa di kos aja kan?" Lisa mengangguk menjawab pertanyaan Desi. "Kalo gitu nanti Mike bakal jelasin beberapa peraturan yang ada di kos, juga hal-hal lain yang berkaitan sama kos."
"Nikmati tour singkat ala-ala Mike ya." Suara Rani terdengar menggoda. "Bye, Mickey."
Setelah mengucapkan kata-katanya, Rani segera turun untuk berangkat kerja. Disusul Daswan dan Desi yang juga berangkat kerja. Phil yang sudah menghabiskan semua jatah sarapan teman-temannya kembali ke kamar dan segera memutar musik yang mendayu-dayu.
Dan tinggallah Lisa dan Mike yang saling berhadapan di meja makan. Keduanya tampak canggung untuk memulai obrolan. Lalu Mike kembali ke kamarnya.
…
Mike mengutuk dalam hati ketika semuanya meninggalkan dia bersama dengan penghuni baru ini. Jelas dia merasa canggung karena mereka bahkan tidak pernah bertukar sapa sebelumnya. Bahkan dia juga mengutuk Phil karena memilih bersembunyi di kamarnya daripada menemaninya memberi penjelasan singkat tentang peraturan kos. Padahal Phil sendiri yang membuat peraturan itu.
Saat kembali ke meja makan, Mike mengeluarkan selembar kertas kosong dan sebuah pena. Entah bagaimana dia akan memulai tour singkat kos ini. Dia bukan orang yang pandai dalam berbicara. Terlebih, Mike kesulitan menguasai dirinya karena Lisa ternyata cukup cantik.
Wajahnya yang blasteran mengambil alih pikiran Mike. Juga ditambah bintik-bintik khas bule yang ada di wajahnya, membuat Lisa terlihat menarik dimata Mike. Belum lagi matanya yang berwarna abu-abu itu, terlihat bagai berlian.
Oh Tuhan, kenapa engkau ciptakan makhluk cantik ini saat hambamu ini punya rencana lain? Batin Mike.
"Ehm, gue jelasin peraturannya." Mike memulai penjelasannya. "Disini nggak ada jam malam, bebas mau balik jam berapa aja. Ntar lo bisa duplikat kunci pintu depan. Nggak boleh bawa pacar ya, ada CCTV disini." Mike menunjukkan beberapa CCTV yang terpasang.
"Jadwal piket ada disana, lo tinggal ngisi slot yang kosong. Rincian mana aja yang kudu dibersihkan juga ada disana."
Berhenti untuk menulis beberapa hal yang sudah dia sebutkan kepada Lisa, Mike menyeruput kopinya. Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya dia teringat apalagi yang harus dia sampaikan kepada penghuni baru itu.
"Ada kas juga yang harus dikumpulkan setiap minggu. Ini buat ngisi kulkas dan buat beli beberapa bahan makanan, kek sarapan ini. Nanti lo bisa setor ke Desi. Ada yang mau ditanyain?"
Tanpa sengaja kedua mata mereka saling bertemu. Hati Mike langsung meleleh begitu melihat mata Lisa. Itu sepasang mata yang sangat mirip dengan mata ibunya, abu-abu. Dan saat melihatnya, Mike teringat akan ibunya yang sudah meninggal dan menyisakan rindu yang sudah lama tidak dia rasakan.
"Gimana sama tagihan air dan listrik?"
Bahkan suara Lisa terdengar lembut di telinga Mike. Sekarang dia mulai berpikir ada yang salah dengan dirinya sejak kedatangan Lisa.
"Itu setiap bulan juga. Lo bawa apa aja?"
"HP dan laptop untuk saat ini."
"Sebenernya gue nggak paham gimana itungannya, itu urusan Rani. Jadi mending lo tanya sama Rani langsung."
Mike sedikit gugup dengan tatapn Lisa. Dia tahu bahwa Lisa menatapkan dirinya karena dia berusaha sopan dengan menatap lawan bicaranya, tapi itu membuat Mike tidak nyaman. Tapi menghardik Lisa karena telah menatapanya juga bukan hal baik untuk dilakukan.
"Jangan lupa share nomor lo, biar dimasukin ke grup kos ini."
Lisa menyebutkan beberapa angka yang menjadi nomor HPnya saat ini. Dan beberapa saat kemudian HP Lisa berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Itu adalah pemberitahuan bahwa Mike sudah mengundangnya masuk ke grup percakapan kos.
"Kita belum kenalan secara resmi. Gue Mikhaila, gue mahasiswa yang kerja sambilan jadi tukang poto." Mike mengulurkan tangannya.
"Louisa, sekolah di SMA Gautama." Lisa membalas uluran tangan Mike.
Setelah penjelasan dan perkenalan singkat itu, keduanya lalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Di kamarnya, Mike segera menenangkan hatinya yang tak karuan karena meluangkan waktu bersama Lisa.
Lisa benar-benar telah mencuri hati Mike. Wajahnya benar-benar sangat cantik. Bahkan dia bisa menjadi model yang terkenal bila mau menekuni dia modeling. Tentunya setelah dia menjalani beberapa perawatan wajah. Tapi anehnya, tampaknya Lisa terlihat tidak percaya diri dengan apa yang dia miliki. Bahkan dia terkesan menyembunyikan dirinya.
Dan jiwa fotografer Mike segera terbangkitkan. Mike memikirkan bagaimana bila Lisa bisa menjadi model yang terkenal.
"Ah iya, gue jadi inget kudu cari orang buat jadi model. Mana belum ada dana buat bayarnya pula."
Dengan langkah lemas, Mike keluar kamar dan segera menggedor kamar Phil.
"Phil, abang tersayang, adikmu butuh bantuan."
Setelah usaha yang kelima kalinya untuk mendobrak kamar Phil, sang empunya kamar keluar. "Apa? Ganggu orang tidur."
"Lo kalo libur main gih, nggak cuma tidur mulu."
"To the point deh, gue masih mau tidur sampe nanti Daswan bikin makan malam." Phil terlihat tidak sabar.
"Pinjemin gue duit. Gue butuh buat sewa model nih." Wajah memelas Mike terlihat.
Sekilas Phil terlihat jijik dengan tampang Mike. Dia segera menjauhkan wajah itu dan kembali menutup pintu kamarnya.
"Phil buka pintunya. Gue beneran butuh duit." Mike kembali menggedor pintu kamar.