Makan malam kedua dengan penghuni baru.
Desi yang sudah kembali ke kos sejak pukul lima sore segera menyibukkan diri di dapur. Dia adalah chef cadangan yang akan memasak makanan untuk anggota kos jika Daswan tidak bisa memasak. Sebenarnya Desi tidak seahli Daswan dalam memasak, bahkan dia mulai memasak sejak tinggal di kos ini. Jelas Daswan adalah gurunya.
Masak apa yang mudah dan pasti enak? Tentu sushi roll jawabannya. Lagipula dia sedang menggalakkan makan sayur untuk semua anggota kos. Yah, menjadi anak kos dan tetap memakan makanan sehat itu tidaklah mudah.
"Ada yang bisa dibantu, Mbak?" suara Lisa mengagetkan Desi yang sedang memotong sayuran. Dia lupa kalau ada penghuni baru di kos ini.
"Hah? Oh, iya. Bisa bantuin cuci sayuran ini."
Lisa lalu berjalan mendekat, mencuci sayuran yang sudah dibersihkan oleh Desi. Tugas itu bukanlah tugas yang berat bagi Lisa, karena dia sering membantu ibunya mencuci bahan makanan sebelum diolah.
"Gimana tour-nya tadi?" tanya Desi.
"Baik kok. Cuma tinggal iuran aja, katanya sama Mbak Desi sama Mbak Rani."
"Oh iuran buat makan?"
Lisa menganggukkan kepalanya.
"Bebas sih, tapi memang ada minimalnya. Karena kita udah kerja jadi agak banyak. Tapi kalo lo merasa keberatan, bisa dinego kok. Toh gue yakin, lo makannya nggak banyak." Desi tersenyum.
"Berapa biasanya?"
"Minimal seratus ribu per minggu. Cuma sarapan sama makan malam aja, itupun nggak tiap hari. Kalo gue atau Daswan ada di kos aja." Jelas Desi panjang lebar.
"Tapi kalo weekend kita pasti makan enak, soalnya Daswan jelas liburnya. Sekalian ngabisin stok minggu itu." Desi menambahkan.
"Kalo minimal segitu, berarti ada yang lebih ya?" Lisa sedikit penasaran.
Desi menganggukkan kepalanya sambil mencicipi sup masakannya. "Ada, Phil. Karena dia makannya banyak, tapi dia jarang di kos sih."
"Kenapa?"
"Dia kebanyakan kerja di luar kota, seminggu paling dua atau tiga hari aja di kos." Jawab Desi. "Kalo lo, apa kegiatan lo?"
"Minggu depan aku mulai sekolah, Mbak, di SMA Gautama."
"Wah SMA, masa paling indah tuh."
Karena makanan yang dimasak sangat simple, makan malam segera tersaji. Lisa dengan cekatan menyiapkan piring dan gelas di meja makan. Melihat itu, Desi yakin kalau Lisa sudah terbiasa melakukan pekerjaan itu sebelumnya.
Desi merasa ada yang sedikit spesial dengan Lisa. Memang ini adalah masa penyesuaian bagi gadis itu, jadi dia tidak banyak berharap bahwa Lisa akan menceritakan banyak hal kepadanya.
Berbeda dengan makan malam sebelumnya yang dihadiri oleh pada penghuni kos, kali ini hanya ada tiga orang. Daswan dan Rani belum kembali dari bekerja. Sedangkan Mike entah kemana dia pergi.
"Lo mau berangkat malam ini?" tanya Desi begitu melihat Phil membawa keluar ranselnya.
Phil hanya menganggukkan kepalanya dan memasukkan dua potong sushi roll ke mulutnya sekaligus.
Karena sudah kenal cukup lama dan hapal dengan kebiasaannya, Desi langsung menyiapkan bekal untuk Phil. Dia tahu, malam ini akan terasa panjang baginya karena harus mengendarai lebih dari delapan jam. Tak hanya sushi, bahkan Desi juga membawakan sebotol kopi hangat dan memasukkan kedalam ransel Phil.
"Gue pesen beberapa barang, kalo dateng tolong jagain. Awet kok barangnya." Kata Phil sebelum dia pergi.
"Selamat menikmati hari-hari disini. Semoga betah." Ucap Phil sebelum pergi sambil mengusap kepala Lisa.
…
Lisa masih merasa asing dengan beberapa orang yang jarang berinteraksi dengan dirinya. Sejauh ini dia sudah banyak mengobrol dengan Desi. Dan juga Mike, kalau tour singkat tentang kos bisa dianggap mengobrol. Dan Desi lah yang membuat Lisa nyaman dibandingkan dengan penghuni lain.
Meski tadi siang dia melewatkan seharian penuh di kos bersama dengan Mike dan Phil, tapi tak seorangpun dari mereka berinterasi dengan Lisa. Terlebih Phil. Dia mengurung diri di kamar seharian.
"Selamat menikmati hari-hari disini. Semoga betah." Ucap Phil sebelum pergi sambil mengusap kepala Lisa.
Mendapat perlakuan yang tidak biasa, Lisa sedikit kaget. Selama hidupnya, dia tidak pernah pendapat perlakuan seperti itu. Tidak ada sosok laki-laki dalam hidupnya selama ini, karena ibunya adalah seorang single mother. Ayahnya? Dia sendiri belum pernah melihat ayahnya sejak lahir. Ibunya tidak pernah mau membahas laki-laki yang dulu dicintainya itu.
"Terima kasih." Ucap Lisa lirih.
Desi yang sudah selesai makan malam langsung membereskan meja. Lisa yang tak mau berdiam diri segera membantu Desi. Pekerjaan seperti mencuci piring ataupun mengepel adalah pekerjaan rumah yang sering dia lakukan. Untuk membantu meringankan beban pekerjaan ibunya.
"Kamu biasa cuci piring?" tanya Desi, yang melihat Lisa dengan cekatan mencuci piring.
"Iya, sering bantuin ibu cuci piring."
"Ibu kamu kerja apa?"
"Ibu jadi pembantu." Jawab Lisa.
Lisa tidak pernah malu mengakui bahwa ibunya adalah seorang pembantu rumah tangga, tapi terkadang dia merasa minder untuk menyebutkan pekerjaan ibunya. Karena kebanyakan orang memiliki ekspektasi yang tinggi dengan dirinya. Apalagi wajah blasteran yang diwariskan oleh ayahnya itu, banyak orang mengira dia adalah orang yang berada di kelas menengah keatas. Faktanya? Dia adalah anak seorang pembantu.
"Kalo kamu disini, ibu kamu sama siapa?" terlihat Desi sangat tertarik dengan cerita kehidupan Lisa.
"Sama majikannya. Kita dulu tinggal di rumah majikan ibu, tapi ibu juga punya rumah sendiri sih."
"Kenapa kamu milih sekolah disini? Kan jauh dari ibu kamu."
Untuk waktu yang lama, Lisa memikirkan jawaban yang tepat. Dia tidak mau memberitahukan segala masalah pribadinya kepada orang lain, tapi dia juga tidak tahu jawaban apa untuk pertanyaan Desi.
"Kamu udah dapet seragam buat sekolah?" tanya Desi mengalihkan pembicaraan. Dia tahu pertanyaan yang baru saja dilontarkannya termasuk pertanyaan sensitive.
"Belum, nggak tau belinya dimana."
"Gimana kalo kita temenin? Sama Rani juga. Dia jago nawar lho."
Anggukan kepala Lisa yang dibarengi dengan seulas senyum membuat Desi sedikit tenang. Paling tidak dia bisa mengalihkan pikiran gadis itu dari pertanyaan menyesatkan yang dilontarkannya itu.
Desi kini merasa dia memiliki adik perempuan yang lugu dan polos. Keinginannya sudah dipenuhi oleh Tuhan meskipun bukan adik kandung. Di kos ini dia mendapat keluarga yang selalu mendukung dan menjaganya. Meskipun mereka tidak berhubungan darah. Dan disinilah dia merasa menjadi manusia yang berguna. Paling tidak, itulah yang dia pikirkan selama dia tinggal di kos ini.
Lebih dari lima tahun dia tinggal disini, menjadi saksi datang dan perginya orang-orang yang tidak betah dengan suasana kos. Sejak hanya dia dan Phil yang tinggal disini, lalu Rani dan yang terakhir Mike dan Daswan sebelum kedatangan Lisa.
Dia menganggap Phil adalah kakak laki-laki yang selalu melindungi dan memberi rasa aman meski kehadirannya jarang terasa. Juga Daswan dan Rani yang seusia dengannya, yang bisa menjadi teman sebaga yang asyik. Ditambah Mike, adik laki-laki yang manja dan penuh semangat. Sekarang ada Lisa, adik perempuan yang perlu banyak bimbingan untuk menghadapi kerasnya hidup.
Sisa malam itu dilewatkan dengan mengobrol. Desi sudah mengajak Lisa ke kamarnya dan menghabiskan waktu hingga larut malam, hampir tengah malam ketika Desi menyadari Lisa menguap lebih sering daripada beberapa waktu lalu.
"Ngantuk?"
Dari ekspresinya, Lisa ingin menjawab iya, tapi dia segan untuk mengatakannya.
"Ya udah, tidur aja. Besok bantu gue buat sarapan."