Sebagian besar rasa penasaranku telah mengebu-ngebu untuk berjumpa dengan si 'Tua Gila' itu, hingga rasa itu menjalin koneksi dengan kakiku yang ingin mempecepat langkahnya. Selagi aku menelusuri jalan yang telah di kelilingi orang-orang mati, aku melihat banyak nama, tanggal lahir dan kematian yang berbeda yang terukir di batu nisan mereka masing-masing. Melihat hal ini aku menjadi teringat dengan Laila-ku. Aku sangat merindukannya. Aku juga tidak sabar menemuinya nanti malam, dan menyiapkan 'rumah' seperti mayat yang ada di tempat ini.
Aku berjalan membelok ke kiri melewati wanita muda yang sedang menangis sambil jongkok di depan kuburan yang entah siapa itu, mungkin ayahnya, mungkin ibunya, aku tidak tahu dan aku tidak mau tahu. Pastinya, wanita itu menampakan duka nya yang begitu mendalam jika hanya dilihat dari pakaian yang ia gunakan, dari atas sampai kaki serba hitam dengan kerudung dan gamis polosnya. Seakan gaun polos itu mewakili perasaan nya yang begitu hampa, seperti tidak ada lagi sebuah harapan.
Ketika aku menoleh ke sebelah kanan, aku juga melihat sebagian segerombolan sedang membawa keranda yang berisi mayat sambil mengucapkan "La ilaha ilallah" berulang kali, dan diikuti oleh segerombolan lainnya sambil menangis, mungkin itu keluarga si mayat. Aku jadi membayangkan bagaimana mama mengantarkan mayat kakek dan nenek saat itu, mungkin sama seperti mereka yang menangis sambil memegang foto almarhum di masa hidup. Mama mengatakan bahwa umurnya masih sangat muda saat kehilangan kedua orangtuanya. Itulah kenapa aku tidak pernah bertemu dengan mereka, hanya tahu wajah mereka melalui fotonya saja.
Aku pun berlanjut melangkahkan kakiku, suasana disini membuatku semakin terasa aneh. Pasti tempat ini sudah begitu banyak mengeluarkan air mata dan jeritan luka yang ditinggal oleh orang yang mereka sayang.
Aku rasa, perasaanku akan berbeda saat aku membuat Laila menjadi mayat, itu pasti akan berbeda sekali, karena Laila pergi membawa cintaku dan pastinya tidak ada duka di antara kita. Walaupun aku tahu, keluarganya pasti akan merasakan hal itu. Tapi aku tidak peduli. Sebab, ayah Laila telah menyakiti hatiku. Pria tua gendut itu berusaha untuk memisahkan aku dengan Laila, bahkan aku tidak tahu apa alasannya. Dia memang pantas untuk mendapatkannya, karena dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku yang tidak bisa hidup tanpa Laila, perasaan kehilangan seorang wanita yang dicintai. Pria itu tidak akan pernah bisa memahami sampai dia kehilangan seseorang yang ia cintai.
Saat aku berdiri tepat di tengah kuburan kakek dan nenekku, aku tidak sedikit pun melihat si "tua gila" itu. Biasanya dia selalu duduk bersandar di pohon Kamboja yang paling besar di kuburan ini, tepat posisi pohon itu berada di atas kuburan nenek dan kakekku. Aku menghela napasku kasar, waktuku jadi terbuang sia-sia. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan hal ini kepada Mama, tak sedikitpun aku mendapatkan jawaban dari tempat ini.
Aku mencoba menyapu habis seluruh tempat ini, melihat secara rinci agar tidak terlewat sedikitpun. Siapa tahu Si Tua gila itu berada di kuburan lain, dan merasa bosan duduk disini. Ataukah mungkin saja dia sudah menjadi almarhum karena mengingat dia sudah terlalu tua, bahkan terakhir kali saat umurku 10 tahun, pria itu sudah sangat tua. Apa mungkin dia masih hidup? Jika dia sudah mati, lalu apa yang harus aku katakan kepada Mama? Apa aku akan mengatakan pria tua itu sudah mati? Padahal itu masih pradugaku saja.
Sebelum aku mengundurkan diri dari tempat ini. Aku ingin menyapa kakek dan nenekku terlebih dahulu, semenjak kami pindah rumah, kami sudah tidak lagi mengunjungi mereka.
"Hai, Nek! Kek! Aku akan mewakili Mama. Maafkan kami sudah tidak mengunjungi kalian lagi. Mungkin kalian kira, kami sudah melupakan kalian. Sebenarnya tidak untuk mama, dia selalu menyapa kalian setiap pagi dan selalu curhat di depan foto kalian. Tapi tidak untukku, karena aku belum pernah bertemu dengan kalian berdua, jadi kalian tidak begitu hadir dalam kehidupanku."
Aku pun berlanjut berbicara di depan pohon Kamboja sambil menoleh ke kiri dimana itu adalah kuburan kakek dan sebelah kanan adalah kuburan nenekku. "Kalian tahu, kehidupan rumah tangga anak kesayangan kalian sangat hancur. Dia ditinggalkan oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab, meninggalkan kami berdua demi wanita yang tidak begitu cantik bagiku. Semenjak bercerai, Mama jadi sering melamun di depan jendela dan menatap air mancur yang ada di taman rumah kami. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan Mama setiap lamunannya, pradugaku selalu mengatakan bahwa ia sedang memikirkan batapa buruk nasib hidupnya."
"Oh iya! Sejujurnya, tujuan aku datang kesini bukan untuk bertemu dengan kalian. Aku kesini ingin bertemu dengan laki-laki tua yang selalu duduk di bawah pohon ini. Apakah kalian tahu kemana lelaki tua itu?" tanyaku yang seolah-olah kedua kuburan itu bisa menjawab pertanyaanku.
"Apakah kau mencariku?"
Aku sedikit terkejut tiba-tiba mendengar suara laki-laki tua dan melihat bayangan seseorang di pohon kamboja. Secara spontan aku langsung berdiri dan memutar tubuhku, aku langsung melihat si pria tua kurus kering dengan rambut panjang yang tidak pernah di potong, jenggot yang sudah dibiarkan tumbuh lebat yang hampir menutupi setengah wajahnya. Aku pikir, pria di depanku adalah pria yang aku cari sedari tadi. Aku sedikit lupa bagaimana bentuk rupanya.
Aku melihatnya secara rinci, dari ujung kaki sampai ujung kepala. Pakaiannya rapi layaknya seperti orang normal, tapi tidak dengan rambut dan jenggotnya yang ia biarkan tumbuh lebat di kepala dan wajahnya. Aku bisa melihat, ia juga memegang buket bunga mawar merah. Kata Mama, nenek sangat menyukai aroma dan indahnya bunga mawar. Aku yakin, bunga itu diberikan buat nenekku. Hal ini membuatku semakin penasaran siapa si kakek ini? Ada hubungan apa dia dengan nenek? Kekasihkah? Selingkuhan nenek? Atau mantan pacarnya?
Oh tuhan!! Rasa penasaran ini semakin tidak tertahankan lagi, dan mulut ini tidak sabar lagi melontarkan berbagai pertanyaan yang akan memuaskan rasa penasaran yang berkecamuk di dalam benakku saat ini.