Chereads / The Story Of Mr. Majnun / Chapter 1 - One

The Story Of Mr. Majnun

🇮🇩Qiolaj
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 10.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - One

Malam ini, aku akan mempersiapkan sebuah rumah yang jauh dari kata kehidupan; tidak ada perabotan, gelap, bau, tidak ada harta,  makanan, dan lainnya. Rumah yang akan dihuni setelah kita mengakhiri sebuah kehidupan di dunia yang penuh dengan fana ini, yaitu Kuburan.

Rumah yang akan aku persiapkan dengan penuh rasa cinta untuk sang kekasih. Jika berbicara soal cinta maka tidak ada habisnya,  bahkan sampai mati pun cinta itu akan tetap kekal abadi.  Hanya saja, malam ini begitu spesial bagiku karena aku akan mengirim cintaku kepada sang ilahi setelah aku mengikat janji suci dan melingkari sebuah cincin ke jari manisnya. Aku benar-benar tidak sabar menanti keindahan nanti malam. Oh, Lailaku.

Sebelum aku melakukan  semua itu.  Aku akan meminta restu kepada Mama-ku, berharap bahwa cintaku akan menjadi semakin sakral setelah aku mendapatkan restu darinya.  Aku berjalan menuruni tangga sambil bersiul,  menikmati setiap langkah yang terus aku lewati.  Menari dengan penuh girang,  seakan hari ini sangat berharga dalam hidupku.

Setelah aku menuruni tangga dan melewati dapur,  aku langsung melihat Mama-ku duduk di kursi roda dan menatap air mancur yang ada di taman rumah. Duduk di depan jendela sambil memandangi air mancur adalah tempat favoritnya,  dia pernah berkata, "Ini adalah tempat aku bisa merenungi diriku dan tempat untuk menenang pikiran."

Setiap aku mengingat kata-kata itu,  aku semakin yakin, Mama pasti berusaha menenangkan pikiran dan hatinya yang telah terluka setelah ia dikhianati oleh papa-ku.  Yah, papa telah berkhianat, ia telah tergoda oleh seorang gadis cantik yang seumuran dengan mama. Tapi,  aku masih bingung kenapa papa memilih meninggalkan seorang wanita yang luar biasa cantik seperti mama,  bahkan wanita selingkuhannya tetap kalah cantiknya jika dibandingkan dengan mamaku.  Sungguh,  mungkin ini yang bisa disebut sebagai  The power of Pelakor.  

Aku berlutut di hadapan mama dan memegang tangannya. "Ma,  aku membawa berita bagus!"

Mama langsung mengukir sebuah senyuman yang sangat indah di wajahnya,  hatiku selalu sejuk melihat senyumannya. Sama seperti Laila-ku yang juga memiliki senyuman yang paling indah di dunia ini,  tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan mereka.  Aku sangat beruntung memiliki dua wanita tersebut. Mama pun memegang pipiku dengan lembut dan menatapku, matanya yang indah menyimpan rasa tidak sabar untuk mendengar berita bagus dari anak satu-satunya ini.

"Qaiz, berita bagus apa yang kamu bawa pada mama?"

"Berita bagus yang paling dinantikan semua orangtua.  Aku akan menikah malam ini!" ujarku penuh semangat.

"Menikah?  Malam ini?  Kenapa mendadak?  Bagaimana dengan mama?"

"Ma, pernikahanku sangat sederhana. Kami menikah tidak seperti pada umumnya. Jika aku mengundang mama malam ini,  mungkin mama tidak akan sanggup melihatnya."

"Kenapa?"

"Setelah aku menikahinya, aku akan mengirimnya ke sang ilahi."

"Ma ... maksud kamu, kamu akan membunuhnya?" tanya mama dengan kening berkerut,  ekspresi ini sangat lucu sekali, aku sangat menyukainya. Tapi,  aku tidak menyukai perkataan mama.

"Jangan sebut kata 'membunuh', ma.  Lebih tepatnya, aku akan membuat cintaku menjadi abadi bersama calon mempelaiku."

"Aku memberi namamu Qaiz agar kamu bisa menjadi orang yang cerdas dan memiliki ambisi yang kuat untuk meraih impian. Bukan menjadi orang yang kehilangan akal sehatnya karena cinta seperti "Qaiz" di cerita legenda Laila Majnun."

"Ma! Aku sangat mencintainya. Tidak ada wanita lain yang ingin ku miliki selain dirinya.  Dan, aku juga tidak ingin dia menjadi milik orang lain."

Emosi ku mulai meledak mendengar ucapan mama yang mengatakan aku telah kehilangan akal  sehat.  Dan aku paling benci jika sudah berdebat dengan mama.

"Qaiz, kamu bukan "Tuhan" yang bisa mengatur takdir. Jika dia bukan jodoh kamu,  kenapa  kamu memaksanya untuk menjadi milik kamu."

"Dia wanita tercantik di dunia ini, ma.  Selain memiliki paras wajah yang elok, ia juga memliki kepribadian yang elok juga. Disini aku mau minta restu pada mama,  bukan untuk berdebat!!" ujarku mulai geram. Aku berdiri dan langsung memukul dinding dengan sekuat tenaga.  Aku bisa merasakan reaksi mama yang sangat terkejut.

"Nak ...," ucap mamaku yang lembut. Mendengar suaranya yang merdu itu kembali meluluhkan hatiku.  Aku pun kembali berlutut dan memegang tangannya.

"Ma,  aku sangat mencintainya. Tapi,  dia tidak mencintaiku. Berbagai cara telah kulakukan agar dia mencintaiku,  namun hasilnya nihil. Dia sama sekali tidak melirikku."

Aku menatap mata mama dengan seksama,  dia masih terdiam dan menatap mataku juga. Lalu kemudian, ia mulai membuka suara, "Apa menurutmu, tindakanmu ini sudah benar?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan mama. Seperti panah yang langsung menusuk jantung ku.  Lidahku langsung membeku dan otakku kembali berputar dan bertanya,

"Apa tindakan yang aku lakukan sudah benar?"

"Qaiz,  apa kamu masih ingat kakek tua yang selalu duduk di dekat kuburan kakek dan nenek kamu?"

"I ... Iya. Aku masih mengingatnya."

"Dan waktu itu,  kamu pernah bertanya kenapa kakek itu selalu duduk disana setiap kali kita mengunjungi makam nenek dan kakekmu, kan?"

"Iya."

"Sebelum kamu mendapat restu dari mama dan melakukan hal gila tersebut, mama minta sama kamu ... temuilah kakek tersebut. Carilah jawaban atas pertanyaan kamu dulu kepada kakek itu."

"Ma! Apa hubungannya dengan pernikahanku?  Itu akan buang-buang waktuku!"

"Kamu telah membuat hati mama kecewa. Mama telah merasa bersalah karena diri ini gagal membesarkan dirimu, Qaiz. Sekarang,  mama tidak meminta kamu berhenti melakukannya. Mama hanya meminta cari jawaban atas pertanyaan kamu dulu terhadap kakek tersebut. Jika kamu masih menganggap aku ini ibumu, tolong penuhi permintaan tersebut.  Mama berharap,  kakek itu masih hidup."

Aku hanya terdiam dan menatap mama dengan penuh rasa kebingungan. Kenapa disaat begini mama memintaku mencari jawaban atas pertanyaanku yang sudah bertahun-tahun lamanya.  Aku menjadi menyesal telah menanyakan pertanyaan tersebut.  Pertanyaan sederhana yang sekarang menyusahkanku saja.  Memangnya ada apa dengan jawabannya?  Siapa kakek itu?  Apakah ada hubungannya dengan keluarga kami?  Sampai mama memohon seperti itu.  Dari pada aku mati penasaran, aku pun segera meninggalkan rumah dan menuju ke makam kakek dan nenekku. Yah, berharap kakek itu masih melakukan kebiasaan aneh atau kebiasaan orang gila yang setiap hari nongkrong di kuburan, selain penjaga kuburan.