Un edited
Sosok dengan tubuh menyerupai manusia namun memiliki enam tangan itu membungkuk dan mengambil sebuah benda telapak tangan yang mencoba melarikan itu.
"Siapa kau?!" Tanya Fidelis.
Namun tidak ada jawaban, yang ada hanya dia menggapai udara, menarik enam sabit pencabut nyawa dan berjalan ke arahnya.
"Buah kehidupan, berikan padaku!" Ujarnya pelan. Namun tubuhnya sudah melompat ke depan, menyerang Fidelis tanpa ampun, ke enam tangan itu bergerak dalam waktu berbeda, seakan ada enam orang yang menyerang Fidelis di saat bersamaan.
"Aksara Arwah Kesepian … " Ujarnya, enam bayangan besar bermunculan di samping Taskara, mereka adalah jiwa dari enam penguasa gungung yang dikalahkan oleh dia dan gurunya. Salah satu dari mereka bahkan adalah Danyang penunggu sebuah Damau.
Masing-masing Danyang memiliki kekuatan setara dengan kesatria atau magi tingkat matahari dengan tingkat kekuatan yang bervariasi.
Tentu Taskara tidak mungkin melawan para Danyang itu sendiri, hal itu tentu karena gurunya, Umbara.
Meski begitu, kekuatan Taskara saat ini jauh melebihi Fidelis.
Meski begitu, sosok lain yang menguasai tubuh Fidelis makin antusias.
"Huhuhu awij ngay nakriuggnem!"
(Jiwa yang menggiurkan!)
"Tidak! Pergi dari tubuhku!" Fidelis merasakan kesadarannya semakin berkurang.
Ia mengerahkan seluruh jiwanya, seluruh jihanya.
Serangan Taskara, menyadar lehernya. Namun Fidelis membulatkan tekadnya, ia menggunakan kaki kirinya yang masih bisa ia kendalikan untuk bergeser ke kiri, mendekatkan tubuhnya pada sabit yang menyasarnya, kemudian menggunakan bahunya untuk menahan sabit yang menyerangnya lehernya.
Meski begitu, sabit itu tidak berhasil memutuskan tangannya, hanya membuat sebuah luka menganga.
Fidelis menarik paksa tangan kirinya dengan tangan kanannya hingga terputus.
Darah hitam menyemprot keluar, mulut di telapak tangan kirinya itu berteriak-teriak.
Meski begitu Fidelis tidak peduli, ia melompat mundur jauhi Taskara.
Darah yang mengalir keluar membawa erosi energi kegelapan keluar dari tubuhnya. Tubuhnya yang begitu besar kembali menyusut, perlahan menjadi normal, kemudian menjadi seperti orang tua.
Ia menjadi kurus dan kering.
Taskara berhenti tepat di samping kepala Fidelis yang tengah terkapar, ia menancapkan salah satu sabitnya ke tanah. Kemudian tangannya itu ia gunakan untuk mencekik Fidelis dan mengangkatnya ke atas.
Pertarungan di tingkat seperti ini dapat dengan mudah memusnahkan gunung dan membelah lautan.
Fidelis hendak menutup matanya, berpasrah pada nasib yang akan ia terima.
Namun sesuatu terjadi dan membuat matanya terbelalak.
Serpihan tubuh Syring membentuk sebuah formasi pemanggilan, Kristal yang sebelumnya di pungut Taskara menghilang, dan melompat ke bagian tengah pola array itu.
Lengan yang sebelumnya ia paksa potong berjalan ke arah array itu.
Kemudian sebuah cakar besar seakan keluar dari diagram tersebut, meremasnya hingga hancur dan menjadi sumber energi untuk array itu dapat berfungsi.
Sebuah aura mengerikan membuat Taskara bergetar, Fidelis terbelalak. Kepalanya seakan mendapat ribuan informasi di saat yang bersamaan.
"Jadi begitu! Jadi begitu … " ucap Fidelis lirih, ia menangis tersedu-sedu.
Ingatannya kembali sesaat sebelum kematiannya,"Ayah ... Syeni … Canabis .. "
"Ini semua adalah rencana makhluk busuk itu, kita semua dipermainkannya … " Fidelis kini benar-benar menyesal.
Sebuah memori terakhir tergambar jelas di kepalanya, Syring hanyalah boneka.
**
Gambar itu adalah sosok besar dengan wujud naga bertubuh seperti manusia duduk di belakang di sebuah singgasana di belakang Syring. Ia duduk, menatap kejadian itu dengan antusias. Tubuhnya melebihi besarnya gunung.
Gambar lain juga muncul, kali ini adalah hari kematian sang ayah yang tidak pernah Fidelia mampu ingat.
Sang ayah berdiri memunggungi Fidelis yang tengah memeluk tanaman kecil dan bersimbah darah.
Fidelis kesulitan bernafas, di dadanya lubamg besar yang menembus punggunya terlihat.
"Masih menolak memberikannya?!" Suara menggelegar terdengar, di hadapan sang ayah.
"Aku akan membiarkanmu hidup asal kau berikan buah kehidupan itu!" Ujar suara itu, kali ini terdengar begitu lembut bagai bisikin pengantin perempuan.
Air mata menderu pipi sang ayah, ia menjawab,"Baiklah, kau harus berjanji akan melepaskan anakku!"
Sang sosok besar tidak menjawab, bahkan menolak memberi janji.
Seketika itu juga tubuh sang ayah berubah menjadi sebuah pohon besar, pohon yang begitu indah.
Kemudian seluruh bagian pohon mulai dari akar, batang dan daun terurai menjadi cahaya hijau keemasan.
Sang sosok besar menatap dengan mata berbinar, ia menjulurkan tangannya hendak meraihnya, namun yang terjadi mengejutkannya.
Cahaya itu berubah menjadi buah berwarna emas kehijauan, dengan ribuan aksara tertulis di permukaannya.
Namun buah itu tidak tergapai oleh sang sosok pembunuh, melainkan menyatu dengan Fidelis dan menyembuhkan lukanya.
"Ayah … " Fidelis kecil bergumam sambil memeluk pot miliknya, cahaya itu seakan mengelus pipinya dan pergi menyongsong Pencipta
Sosok itu mengaum keras ke langit, berusaha menghina Dia yang bertahta di atas semesta.
**
Fidelis menggapai tanah, berusaha mencari batu atau sesuatu yang setidaknya dapat ia gunakan melempar makhluk itu.
Taskara memungut kembali sabit besar miliknya, melesat dan muncul tepat di depan diagram pemanggilan itu.
Enam sosok besar muncul dan menyerang diagram itu, nambun ke enam raksasa itu satu persatu terpental akibat perlawanan cakar besar yang muncul itu.
Taskara tidak menyerah, ia memanggil ribuan arwah yang masih bersembunyi di atas awan untuk turun dan membantu melawan.
Meski akhirnya semua sia-sia, cakar besar itu seakan masuk ke dalam diagram.
Namun sosok lain muncul melayang tepat di atas diagram.
Sosok manusia setengah naga, ia terlihat tampan luar biasa, dengan baju zirah berbentuk naga yang mengelilingi tubuhnya.
Taskara melompat mundur ratusan meter ke belakang, hal itu disebabkan karena hanya dengan aura yang di pancarkan sosok itu tubuhnya mulai mengalami berbagai jenis luka.
"Aku tahu pikiranmu … " Ujar sosok itu.
"Semua hal yang kau pikirkan, aku ketahui!"
"Lagi pula orang memanggilku, naga imajinasi … " Ia berkelakar kemudian tersenyum.
***
Hans menyaksikan semuanya melalui mata Rajawali, ia menangis dari balik topengnya.
Yu'da berlari di sampingnya dalam bentuk roh, ia menengadah ke atas dan kemudian berujar,"Dia datang … "
"Hans, mungkin aku akan meminjam tubuhmu, biarkan aku tinggal di dalammu dan engkau di dalam aku … "
"Meski begitu, tubuhmu belum siap menerima kekuatan sebesar ini," Jelas Yu'da.
"Kita harus menyelesaikan dengan cepat!" Tegasnya.
"Aku rasa ini yang terakhir kali … " Yu'da berujar dan mengusap kepala Hans dengan kepalanya.
"Tidak perlu menangis, perpisahan badani hanya terjadi sebentar. Roh kita pun akan berjumpa lagi, di kerajaan yang mengatasi langit!"
"Kuatkan dan teguhkan hatimu, mari selamatkan anak malang itu!" Yu'da melingkupi Hans dengan Roh-Nya dan seketika itu pula tubuh Hans di penuhi kekuatan luar biasa.
Sebuah baju zirah emas putih menyelimuti Hans, ribuan bala tentara langit seakan muncul di belakangnya. Tubuhnya merinding, tak kuasa menahan hadirat yang begitu besar itu.b
Hans bisa melihat langit terbuka, sosok-sosok yang tak pernah ia kenal namun tak asing menyambut penglihatan batinnya.
Mereka semua tersenyum dan memberikannya dukungan.
Hans dapat merasakan, jutaan pedang dan anak panah yang adalah bintang dan cahaya langit memberinya jawaban mereka di bawah perintahnya.
Sebuah bala tentara yang besar berperang bersamanya, Hans berdiri dan terdiam.
Para pasukannya telah berlutut ketakutan, sebab sebuah hadirat yang begitu luar biasa menekan mereka.
"Raden, mohon ampun! Kami tidak mampu menahannya!" Bayu menjerit, aura itu tidak mengerikan namun memiliki kharisma luar biasa yang tidak dapat dijelaskan.
Seakan langit menghimpit dan menekan mereka!
Aura raja yang membuat mereka bertekuk lutut dan membuat roh mereka merendahkan diri.
Hans melesat meninggalkan tempat itu, seperti menunggangi kilat, ia menembus beberapa kilometer dalam satu langkah.
Ketika ia tiba, Taskara menggantung di udara.
Kepalanya diremas keras, jiwa dan rohnya tersedot masuk melalui hidung manusia setengah naga itu.
"Hmm … " Sang manusia setengah naga memandang Hans dingin.
"Pengganggu … " bisiknya pelan.
Author's notes:
Doakan sekuel TTOE cepat selesai di tulis untuk bab pertama! Hehehe