[Author Note: Mohon maaf menghilang beberapa minggu, saya jatuh sakit beberapa minggu lalu dan hari ini pun masih dalam proses recovery]
-Kapal Layar, suatu tempat di atas Langit Daratan Utara-
"Bagaimana kau bisa tahu Hans?!!" Keduanya berucap hal yang sama bersamaan!
Bernard sudah berdiri dari tempat duduknya, keduanya duduk di meja bartender, sang juru minum terkejut. Mematung dengan gelas dan kain pembersih di tangannya. Sang juru minum berhenti mengelap gelas di tangannya.
"Ini absurd"
David mendengus,"Hmmp! Tentu saja aku tahu, aku ini sahabat baiknya! Dia itu saudaraku! Dia itu boss ku!"
"Kau siapa?!" Tanya David, berusaha berdiri, namun perutnya tersangkut di antara meja dan bangku. Setelah gagal berdiri, ia menutupi rasa malunya dengan melotot.
"Oi! Oi! Sombongnya! Aku Bernard! Dia itu adik kecil yang selalu aku jaga! Kami datang dari panti asuhan yang sama!" Bernard membentuk tangan karate dan memukul kepala David.
"Auch! Oh jadi kau saudara Hans Bernard si beruang sipit?!"
"Hahaha! Mana ada beruang berwajah seperti kau! Kau cocoknya dipanggil ikan duyung hahaha!" David tertawa lepas, meja racik minuman itu sampai bergoyang ketika beradu dengan perutnya.
"Ikan duyung?!" Bernard terdiam dan membayangkan ikan duyung yang gemuk, bertubuh licin dengan mata yang kecil.
"Kurang ajar!!" Bernard melompat, keduanya kemudian bergulat, membuat meja dan bar itu berantakan.
Beruntung, tidak ada makanan dan minuman yang terjatuh. Karena keduanya hanya saling pukul dengan kekuatan setingkat manusia biasa, dua-duanya tidak menggunakan jiha sama sekali, bahkan jiha yang tersimpan di tubuh dan otot mereka tidak dipakai.
Keduanya kemudian duduk di lantai, tak lama pelayan membawa makanan untuk keduanya. Mereka kemudian berlomba makan sambil saling menghina.
"Oi! Oi! Hei babi gendut! Setidaknya makan bagianmu! Kenapa kau juga makan dari piring milikku!!!" Para pelayan mengelap keringat, puluhan piring bersusun rapi di kanan dan kiri mereka.
Kedua orang ini seperti kesetanan.
"Hei ikan duyung! Shut the fuck up!"
"Ayo kita berlomba siapa yang bisa makan paling banyak! Yang kalah harus membayar makanan yang menang, bagaimana?!!" David balas menghina, tersenyum licik memancing Bernard.
"Hmmph! Siapa takut?!" Jawab Bernard, keduanya kemudian berlomba memakan segala yang ada di atas meja.
Awalnya Bernard masih dapat mengikuti, namun setelah piring mencapai tiga puluh piring ia terhenti, ia tergeletak lemas di atas meja.
"Sial gendut! Kau benar-benar gila!" Bernard memandang David dengan ketakutan, wajahnya masih menempel di atas meja--lemas kekenyangan.
"Pelayan bawakan aku anggurmu yang paling keras!" Ujar David, ia menggeleng.
Seorang pelayan kemudian membawa sebotol anggur,"Tuan anggur ini harganya tiga ribu batu semesta!"
"Sayangnya ini kualitas terbaik yang kami punya, karena pesawat ini biasanya digunakan menjemput bangsawan tingkat perak. Jadi kualitas produk di dalamnya terbatas." Ujar sang pelayan sambil menunduk, merasa malu.
Bernard gemetar,"Oi gendut! Apa kau gila?! Aku tidak akan sanggup membayarnya!!"
"Bunuh saja aku!!" Ujar Bernard menyesal bertaruh dengan manusia gendut itu.
David sendiri pun tersentak,"Yang benar saja tiga ribu batu semesta untuk satu botol anggur, Kekaisaran Maro sungguh mengejutkan!"
Ia menelan ludah, ketika ia hendak menolak, suara tawa terdengar dari luar cafe,"Hahahah ku kira siapa! Ternyata babi gendut ini lagi!"
David memandang ke arah suara itu, ketika kedua mata itu bertemu, paha daging kambing di tangan David terjatuh ke meja.
Bernard terkejut melihat David yang seperti melihat setan, ia mengambil anggur di sampingnya, menenggaknya dan membiarkan asam anggur membantu lambungnya mencerna lebih baik.
Ia juga mengerahkan jiha agar makanan dalam perutnya dapat dicerna dengan baik.
David memandang sosok yang tertawa itu awalnya dengan rasa terkejut, namun berubah menjadi amarah luar biasa!!
"Medias!!" Teriak David, meja dan segala peralatan makan terlempar ke segala arah.
Sosok yang dahulu menyiksanya kini berdiri di depannya!
Medias pria berambut merah itu terlihat tampan, jubahnya berwarna marun dengan gradasi emas di leher dan pergelangan tangannya.
Medias mengeluarkan tongkatnya, aksara terbentuk di udara, membekukan waktu dan ruang di sekelilingnya.
Dhis[1]
[1] Dhis, hanacaraka dari sebuah kata dalam bahasa sansekerta yang berarti batas waktu.
Domain!
Bernard dan David merasakan gerakan mereka melambat, sementara gerakkan Medias menjadi sangat cepat, Medias menyerang David dengan bola api berukuran dua meter.
Sial!
David mengerahkan seluruh jiha dan puluhan perisai terbentuk untuk melindungi dia.
"Hmmph!" Medias mendengus, ia mengangkat tongkatnya lagi, tiga puluh panah api terbentuk di udara.
"Hmmp! Aku bukan David yang dulu!" David membatin, tubuh gemuknya mengejang. Ia merentangkan tangannya, kemudian melebarkan telapak tangannya.
Ia kemudian mengepalkan telapak tangannya hingga uratnya terlihat.
"Dipa[2]"
[2] Dipa, Sebuah aksara Jawa berarti Dipa yang adalah bahasa sansekerta berarti gunung; benteng; bukit.
"Heh, serangan seperti ini tak akan berguna!" Ujar David sombong, matanya menatap Medias, sementara dagunya terangkat
Aksara ini adalah aksara pertahanan yang ia temukan dulu di arena pertarungan. Aksara khusus baginya. Aksara bawaan yang tinggal dalam umanya.
Meski tubuhnya menjadi lambat, serangan Medias tidak dapat menembus pertahanan David.
Medias mengernyitkan dahi-nya, ia menoleh dan menemukan Bernard yang tengah bermeditasi, mencerna makanan di perutnya.
Suara pertarungan membuat seluruh kapal riuh, suara langkah kaki terdengar dari lantai bawah kapal.
Bar terletak di bagian teratas kapal layar itu.
Tiga puluh panah api yang sebelumnya menyerang David bagai meteor berpindah target ke arah Bernard.
"Pengecut! Kau menyerang orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan ini!!" David berteriak, hendak membentuk aksara lain. Namun tubuhnya mengalami tekanan dari domain milik medias.
David terlambat, panah api itu menempel pada kening, hati, lambung dan leher Bernard, namun tiba-tiba Bernard membuka mata dan panah itu berhenti bergerak.
"Little piece of shit!" Bernard mengutuk dalam bahasa Utara.
"Sudah begitu lama aku tidak merasakan amarah!"
"Hahahaha, lepaskan semuanya hari ini! Mari kita lepaskan!" Bernard tertawa, auranya menyeruak seperti ribuan jarum, jiha yang mengalir keluar bagai ombak laut pasang itu memukul mundur panah api itu.
Ia berdiri, setiap gerakannya meski lamban akibat domain milik Medias, namun seakan membawa kekuatan luar biasa.
"Kasih itu sabar, ia murah hati."
"Perlakukanlah orang lain seperti dirimu sendiri!"
"Hahahaha, aku bahkan mendisiplin diri dengan begitu keras. Berarti aku juga harus mendisiplin bocah ini lebih keras!" Bernard tertawa seperti maniak, ia benar-benar marah.
"Suster kepala, mohon maaf! Sepertinya aku harus kembali seperti waktu di jalan untuk beberapa saat!" Ujar Bernard, mengingat tubuhnya yang bersimbah darah, waktu ia hanya orang biasa, namun ia menghajar habis dua puluh tukang pukul yang mencoba membunuhnya karena ketahuan mencuri untuk makan.
Sebuah baju zirah terbentuk dari jiha samar-samar terbentuk di sekeliling Bernard.
Ia berjalan mendekati Medias, meski lambat, setiap langkah seperti membawa gunung, sepatu bajanya membuat lantai kayu itu remuk hingga membentuk lubah sepeluh sentimeter.
Medias terdiam, David tercengang. Calvin Jeremy sudah berada di pintu, di belakang orang-orang Medias.
Tangannya menempel pada gagang pedangnya, siap menebas kapan saja!
"Berani-beraninya kau mengacaukan acara makan kami, benar-benar tidak tahu diri!" Bernard masih sedikit begah karena terlalu banyak makan. Moodnya sedang buruk karena kalah bertaruh dengan David.
Trakk!
Trakk!
Lantai kayu Aras yang begitu kuat itu remuk dan menimbulkan suara keras.
Medias terlihat terkejut, namun ia tidak panik.
Ia melepaskan tekanan terhadap David dan memfokuskan tekanan domain milikinya pada Bernard.
Hal itu membuat Bernard makin melambat, hingga akhirnya berhenti.
"Oh! Ternyata kau boleh juga!" Ujar Bernard.
"Paman... Calvin..., tolong... lemparkan... kapak… milikku...!" Bernard berujar dengan lambat, seperti suara gema ketika berteriak di jurang.
Calvin Jeremy merogoh kapak di punggungnya, sebuah kapak besar dengan panjang hampir dua meter. Lebar kepala kapaknya mencapai satu meter tiga puluh sentimeter.
Aura yang kapak itu pancarkan membuat bulu kuduk semua yang berada di sana gemetar.
Bernard adalah kesatria bintang tingkat empat, ia hanya sedikit lagi dari mencapai tingkat bulan purnama.
Ia hanya kekurangan sebuah inspirasi untuk melanjutkan ke tingkat selanjutnya.
Namun senjata yang ia pegang membuat ia dapat bertarung dengan kesatria tingkat bulan purna! Atau bahkan Kesatria tingkat bulan sabit.
"Aku akan membanjiri domain ini dengan jihaku dan merobeknya dengan kapak milikku!" Ujar Bernard seperti preman jalanan, ia mengingat waktu ia dan Hans sering berkelahi dengan para anak bangsawan dan mengintimidasi mereka dengan cara yang sama.
Jiha Bernard menyeruak, membuat seluruh domain penuh, tubuh medias seperti tertusuk jarum akibat aura milik Bernard begitu murni dan mengandung aura kapak yang tajam.
"Enyah kau!" Bernard berujar keras.
"Cahaya adalah elemen tercepat, bahkan waktu mengakuinya!" Bernard mendengus.
"Alunan cahaya!" Ia kemudian menemukan celah dari domain itu, kakinya menghentak keras, membuat lubang besar yang menembus hingga ke bawah.
Ruang dan waktu seakan bergejolak, Bernard berputar seperti tornado.
Bayangan Bernard waktu itu terekam jelas dalam benak David, bayangan manusia menyerupai dewa!
***
Kerajaan Exodia, Manor milik Hans.
Seluruh manor begitu sepi, setiap orang dan pegawai di rumah berkumpul di aula.
Hanya para penjaga yang berpatroli di sekitar manor.
Lorong-lorong menuju aula di penuhi pasukan pribadi ratu, para pegawai dan pekerja manor berlutut menghadap tahta.
Di depan tahta itu seorang muda berlutut, ia mengenakan pakaian putih dengan garis merah dan emas yang saling berdampingan di pinggir bajunya. Mukanya tertutup topeng setengah wajah.
Jubah dan pakaian kehormatan itu adalah sebuah syarat upacara, upacara penobatan.
"Dengan ini, kami mengangkat Raden Mas Hans Swarawidya, menjadi Hidden Count dari Kerajaan Exodia!"
"Dia akam menyandang gelar, Count of South Forest (Count Hutan Selatan!"
"Daerah kekuasaannya terhitung dari Pasar Budak hingga Akhir Hutan selatan!"
"Aku Ratu Kerajaan Exodia, bersama dengan wewenang dari Raja Exodia menyatakan hari ini tidak ada yang dapat mencabut gelar ini, kecuali sang Raja Exodia sendiri!" Sang Ratu berucap sambil meletakkan tongkat platina miliknya ke kepala Hans. Kemudian menyentuhkannya pelan ke keningnya.
"Panjang Umur Yang Mulia Raja!"
"Panjang Umur Yang Mulia Ratu!"
"Selamat kepada Count Hutan Selatan!"
Seluruh hadirin berujar, di sisi lain tahta terdapat dua orang tua, keduanya mengenakan pakaian kebesaran, terlihat bahwa mereka adalah orang dengan kedudukan tinggi.
Acara itu kemudian berakhir, para hadirin meninggalkan aula. Hanya Hans, Paman Odel dan Bayu yang tetap tinggal.
"Hans, kedua orang ini adalah Duke Agenor dan Marquis Horacis! Keduanya orang kepercayaan dari faksi pendukung kerajaan." Sang Ratu kemudian memperkenalkan.
Ucapan sang ratu membuat keduanya membungkuk dan tersenyum hangat pada Hans.
"Hohoho bangsawan pendukung ratu bertambah satu lagi, young Hans (Hans muda) kau harus belajar yang tekun supaya bisa membantu ratu di kemudian hari! Hehe" Ucap Duke Agenor, tanpa sedikitpun ragu. Ia menempatkan Hans sebagai anak kecil.
"Tentu saja Duke Agenor, cerita tentang kehebatan anda dapat saya temukan hampir di semua buku mengenai Kerajaan Exodia." Hans menjawab sambil membungkuk, memberi gestur penghormatan bangsawan. Posisi Duke beberapa tingkat lebih tinggi dari Count, terlebih Hans adalah Hidden Count yang jati dirinya dirahasiakan.
Hans masih memakai topeng, ia hanya menunjukkan bibir dan bagian bawah kepalanya. Meski begitu orang dapat mengira umur Hans sebenarnya.
"Hehe, yang terpenting dia menjauhkan diri dari masalah itu saja sudah cukup membantu! Hohoho!" Marquis Horacis menimpali, ia terlihat seperti berumur tiga puluh tahun, namun umur aslinya tidak ada yang tahu. Ia sudah ada di sejarah Kerajaan Exodia lebih dari dua ratus tahun yang lalu.
Hans terlihat kesal, namun tangan paman Odel menahannya.
"Tentu saja, itulah gunanya pak tua ini berada di samping tuan muda untuk mengajarinya!" Paman Odel membungkuk, tidak membiarkan Hans menjawab.
Kedua orang itu mengernyitkan dahi memandang Paman Odel yang terlihat gagah dengan tuxedo yang ia kenakan.
Kontras dari Hans yang terlihat kekanakan, sosok Paman Odel yang menjadi lebih muda ini membawa kesan penuh misteri dan kharisma.
Paman Odel juga mengenakan topeng,"Mohon maaf atas ketidaksopanan karena kami memakai topeng, tapi saya pikir ini cocok dengan julukan kami sebagai Hidden Count dan Hidden Manor!"