Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 80 - Chapter 44A, Kawan Lama.

Chapter 80 - Chapter 44A, Kawan Lama.

-Pintu Masuk Kerajaan Elim-

Getaran membuat tumpukan salju yang menggunung bercerai-berai ke kanan dan ke kiri. Sebuah barisan panjang pasukan terlihat meninggal kan pintu masuk kerajaan. 

Pasukan berisi seratus orang itu berbaris rapi memasuki sebuah kapal layar raksasa, perahu berwarna biru laut yang dari penampakkan luarnya mampu menampung lebih dari dua ribu orang. 

Di bagian terdepan barisan, seorang gadis berumur dua belas tahun, rambutnya pirang panjang menjuntai hingga ke pinggulnya. Ia menunggangi seekor splinter berwarna putih dengan gradasi emas di tiap ujung bulunya. Splinter adalah hewan seperti gabungan kuda dan serigala, bulunya dan tubuhnya tinggi seperti kuda. 

Sang gadis yang memiliki tinggi seratus enam puluh sentimeter, sedangkan sang splinter, makhluk menyerupai gabungan serigala dan kuda itu memiliki tubuh sepanjang tiga meter. 

Ia satu-satunya yang menaiki tunggangan ketika memasuki kapal layar. Berdiri di sampingnya seorang kesatria dengan baju baja berwarna merah marun berdiri tegak, seluruh tubuh hingga wajahnya tertutup rapat oleh baju baju. 

Aura yang melingkupi sang kesatria membuat para penerima tamu menjadi tegang, sedangkan di sisi kirinya seorang bocah tinggi, dengan rambut hitam dan mata sipit tersenyum ramah. 

"Bernard! Gara-gara kau kita harus masuk Akademi Militer! Ayah bahkan tidak bergeming meski kita memohon!" Ujar Aaric. 

"Benar! Sekarang kita harus jauh dari ibu!" Ujar Aaron kekanakan.

"Hahaha! Ayah pasti punya pertimbangannya sendiri, melihat respon kalian aku rasa tindakan ayah benar." Bernard tertawa, kemudian membalikan badannya. 

"Jauh dari ibu? Haha.. aku sudah dari dulu merasakannya.." Suara Bernard menjadi lembut dan kemudian menghilang. 

"Hmmp!" Suara dengusan keras terdengar, Jeremy memandang Aaric dan Aaron dengan amat tajam, ia menjadi begitu parsial pada Bernard. 

Bernard bukan hanya berbakat, namun lebih dewasa dari kedua anak tuannya yang lain, terlebih lagi sifatnya yang rendah hati dan menghormati orang lain. Hal itu membuat Sang Kesatria Hitam, Calvin Jeremy mematuhi Bernard. 

Di belakang gadis cantik dan kesatria dengan baju baja merah, seorang bocah laki-laki dengan pakaian serba hitam menatap tajam ke arah Bernard dan dua saudaranya. 

Kapal layar itu kemudian melebarkan layarnya, para awak kapal berlarian ke sana kemari menyiapkan keberangkatan. 

- Stone Kingdom -

Sekumpulan orang berbaris rapi, di barisan paling depan seorang bocah gendut duduk dengan malas di atas sebuah batu, dua orang lainnya bergantian menyerangnya. 

Namun perisai jiha terus bermunculan untuk melindunginya, pemuda berambut acak-acakan muncul tepat di belakang sang bocah gendut. 

"Mati kau gendut!" Ia menghujam kepala bocah gendut itu dari arah belakang, dua buah pedang tipis namun tajam menghujam tajam ke arahnya. 

"..." Namun bocah itu hanya melamun, wajahnya seakan kosong. Terlihat ia sedih dan dirundung kerisauan. 

"Hans.. Marc.." Ujarnya, bocah gendut itu tidak lain adalah David, ia mendapat kabar dari sang guru bahwa Hans dipenjara dan Marc berusaha menyelamatkannya. Gyves tidak dapat berbuat apa-apa, ia terluka parah dan semua anak buahnya dipenjara, sang guru juga mengalami pengurungan meski tetap mendapat pengobatan.

"Lanika.." Kepalanya menunduk, tiba-tiba ia marah.

"Semua ini karena aku terlalu lemah! Aku seharusnya ada di sana! Meski tak bisa menyelamatkan mereka setidaknya kita bisa berjuang bersama!" Ia mengepalkan tangannya, jiha yang mengelilingi dirinya menjadi kacau, kedua orang yang menyerangnya terpental. 

"Sial! Sahabatku, saudaraku!" Ia seperti kehilangan kontrol. 

"David.." Suara tebal dan hangat terdengar, membuat David bergetar. 

"Ayah.." ia berbalik, enggan memandang sang ayah. 

"Baiklah ayah, aku akan menuruti perintahmu, namun kau harus memenuhi janjimu!" David mengepalkan tangannya kuat. 

"Tentu, aku akan mencari mereka, sekuat tenaga ayah akan ayah kerahkan! Tapi sebagai gantinya, kau harus manfaatkan kesempatan belajar di Kekaisaran Maro!" Sang Pria gemuk tinggi besar mengelus kepala David. 

Ia kemudian berbalik, berjalan menjauh, terhenti,"Maafkan ayah.. Karena tidak berada di sana.." 

Pria tersebut adalah ayah David, raja kerajaan batu atau Stone Kingdom. Meski kerajaan ini berukuran kecil, kemampuan pertahanan mereka terkenal hingga seluruh daratan. Elazzar Clyde sang gunung batu dari utara!

David hanya diam, ia tidak menjawab. Dua orang yang sebelumnya menyerangnya berlutut, bukan hanya mereka namun dua puluh tentara lain dan seorang pengawal pribadi David, pria kekar dengan pedang besar di punggungnya juga berlutut.

Tak lama, sebuah kapal layar besar menukik turun, membuat debu-debu berterbangan, kapal layar berwarna biru laut. 

David berbalik, mengangkat kepalanya, menemukan seorang bocah sipit memandangnya. 

"Chh.. mukanya mengesalkan!" Ujar David, ia kemudian berdiri. 

David seperti mengalami perubahan mental, hal itu terjadi setelah hal yang menimpa Hans dan Marc, terlebih ingatan ketika Hans menghancurkan kubah pelindung hanya untuk menyelamatkan dirinya. 

Kelompok itu pun naik, kemudian kapal layar itu berkilauan, dan perlahan terangkat ke udara.

"My brothers.." David memandang kejauhan, seraya matahari terbenam, pandangannya di penuhi kesendirian. 

Gendut kasur kita tidak muat bila kau tinggal di sini

Suara Marc terdengar di kepalanya, ia seakan melihat wajah mengesalkan Marc, ia tersenyum.

Tak apa David, sudah jangan murung. Ayo aku traktir kau makan sepuasnya! 

Ia teringat pula wajah Hans ketika ia mengalami patah hati, bagaimana Hans merangkulnya dan tersenyum. 

Selama aku ada, kita akan sokong beban ini bersama! Ingatlah seberat apa pun masalah, tidak akan pernah menyamai berat badanmu! Hahahaha

David tersenyum mengingat hal itu, namun kemudian merasakan pahit luar biasa ketika mengingat mereka mungkin tak ada lagi.

Aku akan melindungi kalian berdua!

Suara Hans terdengar lagu di benaknya, tangisnya pecah, ia masih dapat merasakan rangkulan Hans dan suara Marc yang menolak Hans lindungi. 

Ia berada di pinggir kapal, memegang badan kapal dan menempelkan keningnya ke badan kapal. 

"Semoga kalian baik-baik saja!" David berdoa dalam hatinya. 

Ketika ia masih meresapi kerinduan, seseorang berdiri di sampingnya. Orang itu kemudian merangkulnya.

"Hei gendut kau lapar? Ayo aku traktir!" Bernard merangkul David, seketika tubuh David merinding.

Bagaimana ia bisa berada disampingku tanpa ku sadari?! Mengapa jiha tidak melindungiku seperti biasanya. 

David melepaskan jihanya untuk bertahan, seperti kabut yang terbawa angin lesut. Jiha David bergelora, sementara Bernard tetap tersenyum, namun seketika tubuhnya juga memancarkan jiha yang jauh lebih besar, terlebih fisik milik Bernard membuat David merinding. 

Apa-apaan ini? Tubuhnya memancarkan aura berbeda?!

David dalam konsentrasi penuh, namun Bernard tetap bisa masuk ke dalam pertahannya, kemudian merangkulnya. 

"Ayo kita makan bersama mengapa kau ketakutan seperti itu?!" Bernard tersenyum dan memaksanya, David meronta memandang pria dengan pedang besar yang memiliki misi melindunginya. Namun pria itu hanya menggeleng, kemudian melirik Calvin Jeremy yang duduk dan juga memandangnya. 

Maaf tuan muda, namun kau harus bisa menyelesaikan masalahmu sendiri. Terlebih bocah itu tidak memiliki niat buruk, dan juga pria berbaju baja Hitam itu juga sulit dihadapi! 

"Kesatria Hitam sekarang menjadi bapak asuh?!" Pria dengan pedang besar itu bertanya mengejek. 

Pak Tua Calvin, Sang kesatria hitam memandangnya dingin,"Jawara Pedang yang angkuh sekarang menjadi pelayan?"

Pria dengan pedang besar itu menghela nafas, kemudian menenggak ale di gelas besar di hadapannya. 

Bernard menyeret David hingga ke bar di dalam kapal,"Pelayan!"

"Berikan kami paket makanan besar, dengan daging dan jus jeruk. Kami masih di bawah umur jadi tidak bisa minum ale atau beer!"

"Tenang gendut! Aku yang teraktir!" Ujar Bernard tersenyum hangat, sifatnya masih tidak berubah. 

"Oh iya namaku Bernard, teman baikku biasa memanggilku Bear!" Bernard menoleh dan mengulurkan tangan.

Namun David hanya mendengus curiga. 

"Sighh, coba Hans ada disini, dia pasti bisa menjelaskan padamu bahwa aku berkata jujur dari wajahku!" Bernard melepas nafas panjang, kemudian menunduk. 

"Ah benar, kalo Hans ada di sini pasti dia bisa membaca ekspresimu!" Entah bagaimana namun David menjawab dengan ekspresi sedih. 

Tiba-tiba keduanya saling pandang!

"Bagaimana kau tahu Hans!" Keduanya berucap hal yang sama bersamaan!

***

- Kerajaan Persemakmuran, Exodia -

Hans duduk di tangga di depan pintu masuk Manor, ia duduk disitu semenjak malam. Menolak tidur di kamar dan kasurnya yang nyaman. 

Baltus dan Paman Odel menunggu di sampingnya, sedangkan Bernard berjaga-jaga. 

Bayu melihat dari dalam Manor, mengintip melalui celah kaca besar di samping pintu masuk. 

Pasukan yang masih dirundung kesedihan sudah melakukan latihan, mereka berlari berkeliling manor sambil bernyanyi. Latihan ini diberikan Hans, gunanya untuk memperbesar kapasitas paru-paru mereka, berbeda dengan Magi, kesatria memerlukan pengaturan nafas agar kekuatan fisiknya tetap stabil. 

Hans terlihat segar meski tidak tidur semalaman, fisiknya sudah memasuki tingkat 2, yaitu penguatan tulang dan otot. 

Fisik Hans telah menerima basuhan darah Yu'da sehingga ia memiliki potensi fisik seperti makhluk suci. Namun ia tetap harus latihan untuk melakukan transformasi berkala di tiap sel tubuhnya.

Hans seperti sebuah gelas besar yang kosong, kapasitas tubuhnya sangat besar. Namun tanpa latihan, ia seperti gelas kosong. 

Latihan berguna untuk memenuhi gelas atau potensi tubuhnya.

Mata Hans tetap memandang pintu masuk, tak lama siluet Marc terlihat di kejauhan. Ia duduk di samping kusir kereta.

Hans berdiri, kemudian berjalan menghampirinya.

"Hans, kau harus segera menguburkannya." Marc membuka kereta kuda berisi jenazah 

Hans tanpa suara berusaha menurunkan peti jenazah dari dalam kereta, Benaya pun bergegas membantu. Para pasukan yang sebelumnya yang sedang berlatihpun berlari dalam barisan yang rapih. 

Gordon, Reinald, Abner dan Georgio dengan sigap membantu. Pasukan yang lain membentuk gugus, membuat jalan bagi Hans dan para kapten untuk membawa peti mati di pundak mereka. 

Tap.. tap…

Suara langkah kelima orang itu terdengar serentak. Georgio memegang bagian belakang peti, Hans dan Gordon berdiri di bagian depan, Hans di sebelah kanan dan Gordon di sebelah kiri. 

"Selamat jalan… teman…"

"Saudara dan juga kawan.."

"Berjuang tanpa ragu, berjalan tanpa malu!"

"Bersama kita taklukan.. musuh!"

"Berjaya.. berjaya.."

"Hidup atau mati.."

"Kau tidak akan pulang sendiri…"

"Pikul-pikul.. kita pulang bersama.."

"Entah merangkak atau ku gendong, tak ada yang ditinggalkan!" Hans bernyanyi pelan, wajahnya datar, ia mengalami transformasi emosional.

Ia seakan menjadi orang yang berbeda. 

"Menjadi pemimpin tidak boleh menunjukkan sisi lelahmu!" Suara paman Odel tadi malam terngiang. Ia kini sadar, dia bukan Hans yang dulu, kini ia menjadi batu penjuru bagi orang-orang yang mengikuti dia. 

Lagu yang mereka nyanyikan ini adalah lagu yang di buat oleh Hans dan pasukan ketika berhasil selamat dari medan pertempuran di Kerajaan Exeter. 

Suara lirih Hans bak percikan api, menyulut setiap pasukan yang kemudian menyanyi pula. 

"Hidup atau mati.."

"Kau tidak akan pulang sendiri…"

"Pikul-pikul.. kita pulang bersama.."

Suara nyanyian terdengar semakin lama semakin di penuhi kesedihan, mereka berjalan ke arah hutan.

Hans meminta Malcom menebang pepohonan di sebagian besar hutan untuk membuat pemakaman khusus pasukannya. 

Liang-liang tanah sudah tergali, anak-anak mantan budak pun mengikuti barisan pasukan yang dipenuhi tangisan haru itu. 

Hans sendiri turun dan membantu menurunkan peti mati, hingga akhirnya tumpukkan tanah menutupi seluruh peti.

Gordon menancapkan sebuah nisan batu, Hans mengerahkan jiha dan kekuatan fisiknya untuk mengukir tulisan di batu nisan itu. 

Di sini terbaring, sahabat yang berharga. 

Ananias, sahabat kami.

"Hormattttt… Grak!" Suara lantang Hans terdengar, matanya sembab, namun air mata tidak ia biarkan keluar, matanya kini menatap tajam ke nisan dingin di atas perkuburan Ananias.

"Kita akan berjuang! Untuk menciptakan tempat di mana harapan tidak akan mengecewakan! Tempat di mana, engkau tidak perlu menjadi jahat, untuk bisa tetap hidup!" Hans masih membungkuk.