Edited by Mel
Hans terdiam, ia bingung, Ananias tentu masih dapat berpikir. Namun semuanya berdasarkan keinginan dan nafsu manusiawi tanpa memperdulikan orang lain, menjadi bentuk nyata kegelapan manusia.
Hans terlihat kebingungan, sedangkan di sisi lain Bayu sudah berdiri dan membawa golok besarnya. Auranya menyeruak, menekan seluruh pasukan pribadi Hans.
"Mengapa menjadi seperti ini!!" Hans berteriak, terlihat sangat marah dengan mengepalkan tangannya hingga meneteskan darah.
Ia tidak tahu harus marah kepada siapa, dan tidak mampu untuk membunuh Ananias.
Di sisi lain tampak Reinald, Gordon, Georgio berdiri hendak menghentikan Bayu.
"Kalian mau apa?!" Tanya Bayu dingin.
"Hentikan tuan Bayu, tuan muda belum memberi perintah!" Jawab Reinald menahan diri, ia sendiri pun bingung.
"Melawan seantero dunia kau tak ragu, tapi bagaimana bila musuhmu adalah saudaramu sendiri?"
Ia mendengar suatu suara yang seolah berbisik ke telinganya melontarkan sebuah pertanyaan padanya. Suara tak asing, suara Tuan Atkinson.
Saat bersamaan Hans semakin dilanda kebingungan, ia mengejang, menghadapi konflik batin yang begitu besar.
Bagaimana dia bisa memutuskan, masalah ini begitu besar, dan juga menjadi beban mental terberat yang pernah Hans hadapi.
"Jangan letakkan beban yang tidak perlu pada Raden!"
"Minggir!" Bayu melepaskan seluruh energinya kepada tiga orang di depannya. Jiha air menghempaskan ketiganya ke segala penjuru, menghantam tembok dan juga pintu.
Pasukan pribadi Hans yang lain juga menyerang Bayu secara bersamaan, keadaan saat itu menjadi sangat kacau.
Ketika itu pula, Ananias tertawa, ia menghancurkan rantai yang mengikat dirinya, jiha yang ia pancarkan menunjukkan ia mencapai tingkat bintang empat.
Ia kemudian menendang Hans kuat, Hans yang tidak siap terpental dan terguling, menghantam prajurit Nusantara yang juga bersiap membantu Bayu.
"Jangan lari!" Teriak Bayu, namun Gordon memegang kaki Bayu, berusaha membiarkan Ananias lari.
Ketika Ananias hampir melewati gerbang, sebuah bola api berdiameter satu meter menghantam dia, membuat ia berguling beberapa kali.
"Seperti yang ku bilang, bila orang yang selama ini tinggal di dalam kegelapan, dan melihat hangatnya matahari, namun merindukan kegelapan. Bukankah ia sudah menjadi kegelapan itu sendiri?!"
"Ananias.. Ananias.."
"Pantas saja, dingin dan gelapnya penjara tak mampu menyadarkanmu, ternyata engkaulah sang malam itu sendiri!"
Menemukan pria berkulit gelap berjalan pelan dan memandangnya dari belakang, pria itu tidak lain adalah Paman Odel.
"Setidaknya aku mengenainya!"
Paman Odel memegang tongkat kayu dengan permata berwarna merah api, di dalamnya terlihat lava bersirkulasi.
Beberapa minggu terakhir, ia dan Hans mulai mempelajari aksara dasar untuk para magi, paman Odel memiliki afiliasi pada elemen api sehingga aksara api yang ia lepaskan akan lebih kuat dari aksara lainnya.
Namun ia kesulitan untuk mengarahkan serangannya pada target, beruntung kali ini dia berhasil.
Meski begitu, Ananias yang mengalami luka tetap mampu berdiri.
Paman Odel terus melakukan serangan, namun serangannya terlihat ceroboh dan tidak tepat sasaran.
"Cih, pak tua bodoh! Berisik! Darahmu pasti pahit! Aku membutuhkan darah perawan, hahaha..memikirkannya membuatku bergetar!"
"Cuihh, tuan muda? Kegelapan? Apa artinya cahaya yang tidak memberikan kekuatan?"
"Tai kucing lah semuanya itu!" Ia meludah, mukanya dikuasai kegilaan.
"Bukankah derajat kita sama, mengapa kita harus memanggilnya tuan? Mengapa kita harus tunduk padanya?!" Ananias berteriak seperti orang gila, tulang rusuknya menganga, rambut di kepalanya mulai berguguran.
"Ia bahkan tidak lebih kuat dari yang Mulia Raja Kegelapan!" Rambut berjatuhan ke pipinya, ia memegang rambut di pipinya, kemudian kepalanya yang mulai gundul.
Ia kemudian mulai menangis, melihat rambut di kedua tangannya. Tangan yang berubah menjadi keriput dan berlendir.
"Aaaaaahhh! Kenapa! Kenapa! Kenapa kalian tidak pernah menganggap aku manusia! Semua usaha, semua yang aku lakukan mengapa yang kurasakan hanyalah kekosongan?!"
Melihat Ananias yang kian mendekat, pria yang adalah politisi itu berusaha menghindar, namun tertangkap.
"Semua orang berjuang! Kita berjuang bukan agar orang mengakui siapa kita! Tapi supaya kita benar-benar mengenal siapa kita sebenarnya!!" Paman Odel berteriak, ia berlari menjauh dan melompat menghindari serangan Ananias.
"Phuuak! Mengapa kau selalu menyalahkan dirimu.. ehk!"
"Ananias.."
"... Mengapa kau menyangkal siapa dirimu?! Mengapa engkau begitu takut menerima masa lalumu dan memulai kembali?!" Paman Odel tercekik oleh Ananias yang mencekik tepat di lehernya.
Penjaga pintu berusaha menolong. Namun mereka hanya ksatria bintang satu, sedangkan Ananias menggunakan langkah bayangan dan menghindarinya.
"Terlambat! Sudah terlambat, hahaha.."
"Aku menyesal tapi tidak merasakan apa-apa!!" Ia menangis, namun juga tersenyum seperti orang gila. Darah berwarna hitam kehijauan menetes, matanya berubah menjadi merah darah kembali.
"Darah! Aku butuh darah segar!" Ia berteriak-teriak.
Bayu berlari melesat, dalam satu kedipan golok besarnya melesat, memotong tangan Ananias. Ia kemudian muncul di sisi kiri Ananias dan menendangnya.
"Duarr!"
Namun belum sempat ia membunuhnya, sebuah panah petir menyambar dan membakar tubuh Ananias.
Bayu, Paman Odel dan Ananias terkejut.
Ananias melihat tangan dan kakinya mulai hancur akibat petir yang menggelegar, kaki dan tangannya hancur seketika, hanya tinggal badan dan separuh kepalanya yang tersisa.
"Maafkan aku.. " Sebagian memori yang tersisa dari jiwanya seakan tersadar, ia memandang paman Odel yang kini meringkuk menarik nafas panjang.
Bayu menoleh, melihat ke arah belakang Ananias.
Tiga orang dengan pakaian hitam dan penutup mulut berjalan ke arah mayat Ananias. Seorang berbadan tinggi besar berada di tengah, memikul sosok misterius yang lari dari Benaya. Seorang di sebelah kiri membawa panah jiha sedangkan di sebelah kanan terlihat sensual dengan tubuh yang seksi.
Hans berlari dari jauh mendekat ke arah mayat Ananias, ia kemudian berlutut, melihat Ananias yang terbakar petir hingga hangus.
Ia kemudian memandang sosok tiga orang yang mengelilingi mayat Ananias.
"Marc..?" Tanya Hans.
"Hans, kau masih saja tidak tegas dalam memutuskan!" Ujar Marc, anggota lain di sebelah kanannya memungut mayat itu dan memasukkannya ke dalam kantung khusus.
Hans menggertakkan giginya, tangannya mengepal kuat.
"Setidaknya tinggalkan mayatnya, biar kami menguburnya!" Ujar Hans.
Pasukan yang lain berlarian keluar, Bayu mengernyitkan dahi, menemukan pria di sebelah Marc setidaknya satu level di atasnya.
"Kami harus mensucikannya terlebih dahulu, supaya tidak terjadi pencemaran pada sekitar tempat mayat ini nanti dikuburkan." Sosok di sebelah kirinya berujar, dari suaranya ia terdengar feminim.
"Tapi-" Hans berusaha berontak, namun suara figur di antara Marc dan sosok feminim menghardik Hans.
"Bocah! Kau terlalu berisik, ini urusan organisasi pasukan khusus! Kau mau aku tangkap!" Suara keras itu membuat Hans tersentak, terlebih membuat Bayu melotot.
Aura Bayu menyeruak mencoba menyerang pria itu, pria tinggi besar yang berada di sebelah Marc pun tidak mau kalah, ia melepaskan auranya. Ketika pertempuran hampir terjadi lagi, suara Marc membuat serangan keduanya berhenti satu inci dari satu sama lain
"Cukup! Paman Bayu kau tidak akan menang melawannya! Pria ini mengerikan!" Marc melompat menengahi keduanya.
"Paman Bayu, aku akan mengantarkan jenazahnya setelah disucikan." Marc melepas nafas panjang, ia berucap dalam satu nafas.
"Sial, bila kedua orang ini bertarung, paman Bayu bisa ditangkap! Pria ini berperilaku dengan tidak masuk akal, tapi dia punya jabatan tinggi dalam organisasi ini."
Marc membatin, keringatnya bercucuran.
Bayu perlahan menarik kembali jiha miliknya, matanya tidak lepas menatap tajam pria tinggi besar itu.
"Siapa kalian?!" Tanya Hans.
"Bukan urusanmu!" Hardik sosok tinggi besar itu menatap Hans.
"Jaga lisanmu!" Ujar Paman Bayu, menyalak seperti binatang liar.
"Pring.. pring.." Sosok feminim yang berada di sebelah pria tinggi besar mengeluarkan medali berwarna hitam, medali itu memiliki lambang kekaisaran Maro.
"Kami adalah divisi rahasia, bekerja langsung di bawah perintah Kekaisaran!" Sosok feminim itu kemudian menjelaskan.
"Black Hand?!" Cetus Hans, dua kata itu membuat ketiganya bergetar. Hans sudah membaca puluhan ribu buku selama beberapa minggu terakhir, rahasia kerajaan dan kekaisaran juga termasuk dalam buku-buku yang ia baca.
Namun tentang blackhand, Hans mengetahuinya dari Eliane.
"Organisasi di bawah aliansi kekaisaran, petinggi agama dan kalangan Knowledgia? Di bawah Kekaisaran? Keterangan itu tidak sepenuhnya benar, masing-masing anggotanya berasal dari berbagai kalangan, tentu dengan kepentingannya masing-masing." Hans menatap sosok tinggi besar.
"Yang membedakan kekuatan kita, hanya karena kau terlahir lebih dulu!" Hans berucap sambil menggertakkan gigi.
"Kekuatan? Mengapa semua orang begitu haus akan kekuatan! Sampai-sampai mereka dikuasai kekuatan itu sendiri!" Ia kemudian berbalik, kemudian membungkuk dan berlutut ke arah para pasukan.
Hal itu membuat dia teringat puisi, puisi yang ia temukan di perpustakaan, puisi di sepucuk kertas yang tertulis dengan darah.
Prinsip tidak berbentuk tapi bernilai
Prinsip tidak tergenggam namun harga untuk memilikinya mahal
Prinsip tak terlihat meski begitu ia adalah jangkarmu dalam kehidupan
Prinsip, suluh kuat yang menjagamu dari kehilangan siapa dirimu
Ia adalah tujuan yang menjadi penunjuk arah mu
Sayang, tidak semua mau membayarnya.
Ada pula yang menjualnya, menukarnya dengan ilusi, sama tidak tergenggam, namun terlihat namun palsu.
Prinsip? Ia nyata, dan kekal.
Prinsipmu adalah harta yang berharga hanya bagi mereka yang menyadarinya.
Hans terdiam,"Kekuatan? Betul, bila lemah prinsip dan ucapan kita tidak ada artinya?"
Ia terlihat bingung, memandang para pasukan.
"Maafkan aku, maafkan aku.." Ujar Hans, air matanya menetes perlahan. Sungguh bocah kecil yang sangat kebingungan.
Paman Odel berjalan mendekat, memeluknya dan memaksanya berdiri.
"Kalian semua dengarkan, kekuatan itu penting, dia bisa membantu diri kalian sampai ke tujuan yang kalian tuju." Paman Odel mendekap erat Hans, memandang seluruh pasukan yang terlihat berantakan setelah pertarungan.
"Kekuatan itu sendiri tidak memiliki tujuan, ia buta tanpa arah.
"Ia bahkan bisa melukai tuannya sendiri!
"Kekuatan tanpa tujuan, tanpa ketetapan hati. Ia tak ubahnya kapal yang berlayar tanpa arah!
"Kehilangan tujuan dan ketetapan hati akan membuat kalian kehilangan tujuan, dan kemudian kehilangan diri kalian sendiri." Ujar paman Odel, menatap tiap-tiap orang, ia kemudian membawa Hans masuk.
Para pasukan itu mematung, memikirkan apa yang ia ucapkan.
"Cuihh, orang lemah tidak punya hak berbicara soal kekuatan!" Pria tinggi besar itu kemudian berbalik, ketiganya kemudian melompat pergi,
Para pasukan mendengus, menatap ketiganya dengan tatapan penuh amarah.
Marc menoleh melihat bayangan Hans yang menghilang ke dalam rumah.
"Hans…" Ia kemudian berbalik dan melesat bagai kilat.