Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 77 - Aksara 42b, Asosiasi Pandai Besi

Chapter 77 - Aksara 42b, Asosiasi Pandai Besi

[Pengumuman]

[Update setiap Rabu]

Unedited.

Hans menaiki tangga bersiul, sesampainya di lantai atas, ia menjumpai Malcom, Paman Odel dan Benaya yang menunggu ia di sana. Ketika melihat Hans yang masih bersiul dan terlihat bahagia, Malcom bingung.

"Tuan Odel, apakah ada yang terjadi? Mengapa tiba-tiba tuan muda terlihat begitu bahagia??" Malcom memandang paman Odel yang juga terlihat bingung. 

"Aku pun tidak tahu, tapi yang jelas, luka yang timbul karena cinta akan sembuh oleh karena cinta." Ujar Paman Odel serius, sambil berjalan mendekat kemudian membungkuk memberi hormat. 

"Tuan muda, apakah ada tujuan lain?" Tanya Odel sopan. Benaya dengan tanpa suara berjalan ke belakang Hans menjaganya. 

Hans membungkuk balik, kemudian menoleh ke arah Malcom,"Malcom, kau tahu pusat penempa besi? Kita akan pergi ke sana dahulu. Aku membutuhkan senjata dan ada sesuatu juga yang harus ku kerjakan di sana." 

"Ah! Tuan muda, anda tidak perlu pergi ke sana, biarkan saja aku yang mengerjakannya bagi anda!" Ujar Malcom, merasa Hans tidak perlu melakukan pekerjaan remeh seperti itu. 

"Tidak, aku harus pergi ke sana. Ini menyangkut masa depan orangku, jadi aku harus ke sana!" Hans tidak melanjutkan dan berjalan ke arah kereta kuda. 

Ia sudah kembali menjadi Hans yang tegas dan serius, seperti siulan dan keceriaan sebelumnya menguap ke udara. 

"Sigh.. baik tuan." Sambil melepas nafas panjang, Malcom hanya bisa pasrah. Ketika ia hendak duduk di sebelah kusir, Benaya sudah terlebih dahulu duduk di sana. 

"Biar aku menghafal jalan, dan melindungi dari luar. Di dalam sudah ada paman Odel." Ujar Benaya tegas. 

"Tapi, tapi!" Malcom kehabisan akal, berada di dalam membuatnya canggung. Entah mengapa ia merasa berada di level berbeda dengan tuan muda dan orang-orangnya. 

Ini bukan soal tabiat dan pembawaan, tapi soal sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Para pengikut tuan muda terlihat barbar dan tidak tahu aturan kebangsawanan. Tapi tiap orang dari mereka perlahan menjadi disiplin dalam waktu satu malam, terlebih tatapan hormat dan segan ketika melihat tuan muda. 

Sungguh sulit dijelaskan.

Malcom membatin, tak bisa berargumen dengan Benaya ia menyerah dan masuk ke dalam kereta. 

Perjalanan berlangsung seperti biasa, namun ia kemudian terkejut.

"Paman, berapa buku yang engkau baca?!" Tanya Hans. 

"Hmm.. tuan muda, aku tidak membaca banyak, hanya sekitar lima belas buku, dan aku mencatat semua informasi penting." Paman Odel mengeluarkan buku di tangannya. 

"Mungkin aku akan dapat membaca lebih banyak besok! Aku hanya membaca sejarah kerajaan dan para bangsawan. Sepertinya kita harus membeli informasi di pasar gelap, apa yang tersedia sangat terbatas." Ujar Paman Odel yang sekarang adalah seorang Magi.

"Tidak perlu memaksakan diri, besok aku akan mencari info tentang pembentukan aksara dan teknik Magi untuk kita berdua paman!" Hans berpikir sebentar. 

"Anda harus bisa melindungi diri juga, aku akan meminta Alexander melindungi anda. Ia akan menjadi penjaga pribadi anda, bagaimana?" Tanya Hans meminta pendapatnya.

"Hmm tentu, tapi aku mungkin tidak akan banyak meninggalkan Manor, semakin sedikit kontak dengan orang semakin baik."

"Anda juga harus menyembunyikan, identitas anda ketika pergi keluar Manor tuan."

"Aku khawatir, bila seorang penyembah naga melihat anda, mungkin roh naga di dalam dia akan mengungkapkan lokasi anda." Ujar Paman Odel, ia berpikir lebih jauh dari yang Hans lakukan, hal ini bukan karena kepandaian semata, melainkan pengalaman. 

"Hmm.. Saran paman baik sekali, baiklah kita akan melakukan seperti yang paman bilang!" Jawab Hans tersenyum, ia kemudian mengetuk kaca kereta. Kemudian kereta itu berhenti. Tentu saja, hanya penyembah naga imajinasi yang akan mengenalinya. 

"Ben, beli lima buah topeng kayu itu." Benaya mengambil koin emas dari bukaan kecil di kaca kereta, ia kemudian mengambil lima topeng kayu. 

Kelima topeng yang ia ambil sesuai dengan perintah Hans. 

Penjual topeng itu tengah berjongkok dan memahat, kemudian menoleh karena suara topeng kayu beradu. Ia melonjak ketika topeng belum jadi itu diambil Benaya,"Eh, tuan! Topeng titu belum selesai, baru saja di bentuk dasar tanpa model apapun!"

"Tidak apa, berapa semuanya?!" Ujar Benaya. 

"Eh, itu tidak ubahnya kayu dengan lubang mata untuk melihat! Kenapa tidak membeli yang sudah jadi?! Aku memahat mereka sepenuh hati!" Sang penjual bersikeras. 

Benaya malas berkelit, ia meraih paksa tangan sang penjual, memberi satu koin emas di telapak tangan sang pedagang dan beranjak pergi dengan topeng di tangannya.

Sang pedagang membuka telapak tangannya, menemukan satu koin emas mengkilap, seakan berkedip padanya.

"Eh?!! Tuan!" Ketika ia hendak memberi kembalian, kereta kuda itu sudah meninggalkannya.

Hans menahan dagunya dengan tangannya, memandang keluar kaca sambil tersenyum, jelas moodnya sedang baik.

Hans melihat awan gelap melingkupi daerah tujuan mereka, ia mengangkat dagunya, Malcom melihatnya dan menengok keluar jendela. 

"Itu bukan awan hujan, itu adalah kabut yang disebabkan penggunaan batu bara besar-besaran, distrik yang akan kita masuki dipenuhi pusat industri dan juga pembangkit listrik kerajaan berasa dari sana. Sayangnya meski sudah begitu parah dampaknya, hanya beberapa bagian saja yang mendapat aliran listrik, mayoritas dari mereka adalah perumahan para bangsawan dan anggota kerajaan."

"Aku rasa tuan muda sendiri akan ditawari oleh penyedia jasa layanan.." ujar Malcom. 

"Tidak perlu, aku merasakan jiha dan alam menjerit di sana. Mungkin akan terjadi bencana bila diteruskan bukan? Aku tidak tahu tapi pasti berdampak buruk bagi manusia juga kan??" Ujar Hans. 

"Eh, tuan muda bagaimana anda bisa tahu?!" Tanya Malcom. Di tempat itu seringkali terjadi ledakan dan hujan badai, Malcom terkejut tuan muda mengetahuinya. 

Burung merpati tak kasat mata memandang ke arah kabut asap itu, terlihat ia pun kesal. Burung inilah yang Hans sebutkan sebagai 'alam'. Hanya Hans yang mampu melihatnya, makhluk itu hinggap di bahu Hans, dan Hans mengerti betul maksud siulannya. 

Orang-orang berlalu lalang, kedatangan Hans bertepatan dengan jam pulang pabrik sehingga kereta kuda mereka terhalang, tidak seperti di Elim di mana orang harus memberi jalan bagi pemilik kereta kuda, di sini jalan adalah milik bersama. Tentunya tidak ada yang berani menyinggung buruh secara paksa, karena mereka sangat solid dan memiliki massa yang besar.

Topi pendek, dan rompi penuh oli dan debu. Mereka berbicara satu sama lain, wajah hitam karena asap. Tak jarang mereka terbatuk dengan wajah pucat. 

Hans melihat jelas masalah kesehatan yang ditunjukkan orang-orang ini. 

Ini sudah tidak benar. 

Ujar Hans dalam hatinya, kereta mereka sampai di depan sebuah bagunan besar namun penuh debu hitam. 

Hans turun, menutup hidungnya dengan sapu tangan kain yang diambil dari kantongnya. Ia menoleh ke kanan dan kekiri, menemukan ratusan ahli tempa membuka tempat kerja mereka sendiri. 

Suara dentuman palu riuh terdengar. 

Hans berjalan masuk dipandu oleh Malcom, ketika sampai di pintu masuk, seorang kerdil datang menyambut mereka. Wajahnya terkejut melihat lima orang datang mengenakan topeng, pengunjung lainnya juga melihat mereka.

"Selamat datang di asosiasi pandai besi! Aku Ignis, ada yang bisa aku bantu?" Ia bertanya dengan sopan, meski suaranya sangat lantang. Hal itu karena tempat itu terlalu ramai, orang barlalu lalang ke sana dan sini, di tambah suara dentuman palu dan besi. 

Pantas saja Malcom bersikeras agar aku tidak kemari, pencemaran udara, bau keringat dan keadaan tempat ini benar-benar kacau.

Tapi aku justru rindu dengan suasana ini. Paman Wiggins apa kau sehat?

Hans membatin, kemudian tersenyum, wajahnya tertutup topeng sehingga orang di depannya tidak menyadari apapun 

"Aku ingin membeli senjata dan apakah asosiasi pandai besi menerima pendaftaran untuk pendidikan menjadi hefaistos[1]?" Tanya Hans, karena ia terdengar masih sangat muda Ignis menatap anggota lain di kelompok itu. 

"Untuk menjadi hefaistos para pendaftar harus melalui beberapa test dahulu, tiap test mereka perlu membayar sepuluh batu semesta. Dan tidak jaminan berhasil." Jawab Ignis melihat Hans dari ke atas ke bawah. 

Malcom tersedak,"Sepuluh batu semesta! Gajiku satu tahun tidak sampai setengahnya!" 

"Baiklah!"

"Malcom besok antarkan Theo kemari, dan bantu dia mengurusi masalah administrasinya." Bisik Hans pada Malcom. 

"Baiklah, berarti tinggal masalah senjata, mari lewat sini!" Ignis memandu di depan. Hans melihat aula sangat besar, dipenuhi ahli tempa masing-masing diberi tempat berukuran panjang lima hasta dan lebar lima hasta. 

Hans melihat seorang penempa muda dengan tubuh besar membawa hasil tempaannya ke tengah aula, ribuan senjata berbagai jenis di susun rapi. Seorang tua menerima pedang dari penempa muda itu, ia mengayunkan senjatanya. 

"Grade 8, kerja yang bagus!" Orang tua itu kemudian mengumumkan. Memuji sang penempa muda. 

Ignis melihat Hans yang tertarik dan menjelaskan,"Senjata dibagi menjadi 9 tingkat. Grade 9 sampai grade 1. Semakin kecil gradenya semakin baik kualitasnya."

"Di bawah grade sembilan, senjata itu digolongkan sebagai senjata biasa yang dipakai para pasukan rendahan." Jelas Ignis.

"Grade 9 biasa digunakan calon ksatria suci di akademi, sedangkan grade 8 adalah senjata para ksatria suci, kualitasnya sudah jauh berbeda. "

"Penempa muda itu sangat berbakat, di usianya ia sudah berhasil membuat senjata grade 8. Ia cukup terkenal di sini, namanya Highrid."

"Ibunya pembantu seorang bangsawan sedangkan ayahnya adalah keturunan raksasa yang menjadi tawanan keluarga bangsawan itu, entah bagaimana ia bisa terlahir. Sang ibu kemudian diusir dari sana, dan mulai sakit-sakitan sehingga Higrid harus bekerja disini semenjak kecil untuk mendapat biaya merawat ibunya."

Ignis melanjutkan berjalan dan membawa Hans masuk ke sebuah pintu besar, terdapat pasukan berjaga-jaga di sana.

Aura berbahaya memancar dari mereka, Ignis mengambil kartu silver dari sakunya, ia meneteskan darahnya. Kemudian memasukkan kartu dengan tetesan darah itu ke slot kecil di sisi gerbang. 

Ting!

Mekanisme di belakang pintu bergerak, roda-roda gigi saling beradu. Pintu besar itu perlahan terbuka. 

Hans yang berada tepat di samping Ignis, melihat ruangan dan ribuan senjata yang disusun rapi, terdapat pula ratusan orang dan pemandu mereka di dalam sana. 

Masing-masing memilih senjata dan bernegosiasi harga, Ignis membungkuk dan mempersilahkan mereka masuk.

Hans, Benaya, Danang, Paman Odel dan Malocm berjalan masuk dan melihat-lihat.

Hans berjalan semakin jauh ke dalam, menyusuri tumpukan dan kotak-kotak senjata. Ia terhenti di depan sebuah tembok besar. Puluhan senjata berbagai jenis tergantung rapih, lengkap dengan kotak kayu yang menutupi mereka.

Mata Hans tertuju pada sebuah glaive berwarna biru dengan ukiran perak, kepala pedangnya berwarna perak dengan sisi tajam berwarna biru tua.

Hans terdiam beberapa saat, Agnis menyadarinya dan mulai menjelaskan. 

"Grade 5, Dragon Slaying Glaive!"

"Senjata ini dibuat dengan harapan suatu hari kelak ia dapat memenggal kepala naga, material yang digunakan untuk membuatnya setara dengan senjata grade 4, hanya saja senjata ini tidak memiliki aksara bawaan."

"Senjata grade lima dan seterusnya memiliki perbedaan dengan senjata biasa, mereka memiliki aksara bawaan, yang dapat memberikan kemampuan seperti peningkatan kekuatan serangan, penambahan kecepatan serangan, dan lain-lain.

"Sayangnya, sang hefaistos[1] pembuatnya, meninggal sebelum dapat membubuhkan aksara ke dalamnya. Rumor berkata, naga yang hendak ia bunuh dan gunakan darahnya justru membunuh dia." Ignis menjelaskan dengan penuh kekaguman. 

"Karena pemilik asosiasi adalah sahabat baiknya, ia menjual Glaive ini. Ketua asosiasi tidak mau membubuhkan aksara pada Glaive ini karena tidak memiliki bahan-bahan yang dibutuhkan, yang kemungkinan empat sampai lima kali lebih mahal dari Glaive itu sendiri!" Ignis menambahkan. 

"Senjata ini caca-" 

"Aku mau senjata ini, berapa harganya?!" Ignis belum selesai berujar, sura Hans memotong pembicaraannya.

Ignis menoleh, memandang Hans tidak percaya. 

"Tuan muda, ini benar-benar mahal." Ignis berucap lagi.  

"Ignis sebutkan saja harganya, tuan muda bisa membayarnya." Malcom mendekat, berusaha membela sang Tuan Muda. Yang lucu adalah Benaya terdiam. 

Lebih baik aku diam, nanti kena marah lagi! 

Ujar Benaya dalam hatinya, ia tetap tenang berdiri di belakang Hans. 

"Baiklah-baiklah, harga untuk grade 5 adalah 1000. Sedang senjata tingkat 4 tidak selalu ada di pasaran, berkisar 2000-3000." Jawab Ignis.

"Hanya 1000 koin emas murah lah!" Cetus Malcom. 

Danang menggeleng di belakang. 

"Bukan Tuan, maksudnya adalah 1000 batu semesta. Senjata tingkat lima terlebih dengan kualitas bahan tingkat 4 berkisar 1300 batu semesta." Jawab Ignis sopan, beruntung pemandu mereka cukup sabar. 

"Hah?!" Jantung Malcom hampir copot, 1300 batu semesta sama dengan 260000 koin emas. Uang itu bahkan cukup untuk membeli sebuah manor.

Hans hanya terdiam, menghitung batu semesta yang ia punya. 

Ia masih memiliki 2000 batu semesta, namun semua itu akan digunakan untuk membangun bisnis. Serta membeli perlengkapan untuk pasukannya. 

"Oh begitu, aku rasa mungkin lain kali." Benaya melihat Hans, ia tahu bahwa Hans memiliki dana yang cukup, namun bingung kenapa sang tuan muda tidak membelinya. 

"Ignis, adakah glaive grade 7 atau lebih rendah?" Tanya Hans. 

"Ada sebentar tuan muda, ada spesifikasi khusus?" Tanya Ignis. 

"Aku butuh Glaive dengan panjang  empat hasta (2 meter), dengan gagang dan kepala pedang dapat disambung dan dilepas." Jawab Hans.

"Baiklah Tunggu sebentar!" Ignis menjawab dan kemudian pergi. 

Hans kemudian berjalan ke arah rak dengan ratusan pedang besar tertumpuk rapi,"Ben, coba pedang ini!" 

Hans mengambil sebuah pedang besar, ukurannya lima hasta. Pedang itu berwarna perak, karena terbuat dari logam perak. Ujung pedang berbentuk lancip, dengan lengkungan di tengah pedang dan garis hitam di badan pedang. 

"Baik tuan muda!" Benaya mengambil dan mengayunkan pedang itu, ia sedikit kesulitan karena beban yang terlalu besar. Pedang itu setidaknya berbobot dua puluh kilo, dengan lebar badan pedang dua kali telapak orang dewasa. 

"Berat?!" Tanya Hans. 

Benaya mengangguk,"Sedikit berat, tapi bila aku menggunakan mode perubahan akan menjadi ringan!" 

"Itu latihan untukmu, kau harus berlatih hingga pedang itu tidak terasa berat meski kau tidak berubah!" Hans kemudian berjalan mengambil helm berwarna hitam, juga pelindung lengan dan memberikan pada Benaya. Ketiganya setidaknya seberat sepuluh kilogram. 

Benaya menerima senjata, helm dan pelindung lengan dengan perasaan senang dan sedih. Senang karena mendapat pemberian dari  tuan muda dam sedih karena latihannya akan bertambah berat. 

Tidak berapa lama Ignis datang dengan membawa glaive berwarna hitam, dengan kepala pedang berwarna hitam dan keemasan. Ia membawanya bersama satu orang lain, terlihat bobot senjata itu sedikit tidak normal.

"Tuan muda, ku menemukan yang sesuai permintaanmu. Hanya saja…" Agnis menunduk, kemudian menyerahkan senjata itu dengan bantuan orang suruhannya ke tangan Hans. 

Hans menerimanya dengan kedua tangannya, kedua tangan itu terdorong ke bawah. 

Aneh..

"Senjata ini cacat, bila diletakan pada timbangan beratnya hanya dua belas kilo, namun ketika dipegang terasa menjadi lima puluh kilo atau lebih." Agnis menjelaskan.

"Hmm.. aku hendak mengambil senjata yang lain, namun Glaive ini sudah berada di dalam gudang sepuluh tahun. Sebagai seorang pandai besi, aku merasa sedih melihat senjata yang bagus seperti ini menjadi sampah, cobalah, barangkali ia ditakdirkan untukmu!" Tambahnya.

Hans memeriksa senjata itu dengan matanya, menyalurkan jiha ke dalamnya. Namun tidak ada perbedaan. 

Hmm…

Tiba-tiba burung merpati keluar dari kening Hans, kemudian hinggap di Glaive di tangannya.

Tiba-tiba, seluruh dunia terhenti. 

Seluruh pengunjung, bahkan orang-orang yang mengikuti Hans pun terhenti juga.

Pemandangan berubah, Hans melihat seekor singa besar berdiri di hadapan seorang pemuda. 

"Tuan Yu'da?" Hans bergumam, namun bayangan dalam memori itu seakan tidak mendengarnya. 

Singa itu memberikan sebuah taring besar pada pemuda itu, sang pemuda tersenyum dan berlutut. 

Penglihatan itu kemudian berganti, pemuda itu membawa senjata itu ke salah satu penempa. Sebuah Glaive berwarna perak keemasan dihasilkan dari taring besar itu. 

Pemandangan berganti, pria muda sebelumbya kini sudah menjadi tua ia memandang Glaive itu dengan tatapan sedih, tubuhnya bersimbah darah, air matanya menetes, kemudian menutup kotak penyimpanan Glaive itu, dan tak pernah lagi membukanya semenjak saat itu. 

Bayangan itu berakhir, segala sesuatu kembali seperti biasa. Para pengunjung mulai bergerak lagi, Hans menarik nafas, dan melepasnya. 

"Berapa harganya?!" Hans menoleh dan bertanya.

"Anda hanya perlu membayar harga yang sama ketika kami membelinya, seratus batu semesta!" Ujar Ignis.

"Membelinya?!" Tanya paman Odel, melihat Ignis curiga. 

Ignis hanya mengangguk menolak menjelaskan. Hans membayar semuanya, ia dan orang-orangnya kemudian pergi kembali ke Manor.

Diperjalanan.

"Malcom, besok temani pasukanku membeli perlengkapan. Pastikan mereka menggunakan topeng, dan juga, ketika kau pergi gunakan kereta terpisah." Perintah Hans, namun ia terdiam. Terlihat berpikir, kemudian berujar lagi.

"Ehm, tidak jadi. Besok kau tetap pergi dengan kereta terpisah. Tapi biarkan Abner, Reinald, Georgio dan Gordon mewakili yang lain."

"Temui Ignis, biar dia yang membantumu!" Ujar Hans. 

"Baik tuan muda!" Jawab Malcom sopan.

***

-Asosiasi Pandai Besi-

Seorang pria tua dengan tubuh seperti raksasa berdiri di sebuah pintu besar bersama pria muda di sampingnya. Pintu besar itu adalah jalan masuk ke sebuah ruangan besar, ruangan besar namun tidak berisi. 

Hanya sebuah kotak kayu besar terdapat di sana, kotak kayu yang dikelilingi formasi penyegelan. 

"Ignis, kau baik-baik saja?" Tanya sang pria tua. 

"Aku baik-baik saja tuan, namun roh dan jiwaku gentar! Aku diambang kehilangan kesadaran!" Pria di sebelahnya adalah Ignis, wajahnya pucat dan tubuhnya lemas setelah mengantarkan Glaive itu pada Hans. 

"Maafkan pria tua ini, aku tidak mungkin menyentuhnya lagi di umurku yang sudah setua ini." Pria tua itu menepuk pelan punggung Ignis, kemudian menahan tubuh Ignis, ia kehilangan kesadaran. 

"Sigh.." Pria itu melepas nafas panjang.

"Sungguh senjata yang berbahaya, pria itu datang dan meninggalkannya di sini begitu saja. Semua senjata yang disimpan bersamaan hancur, semua orang yang memegangnya kehilangan kesadaran!" 

Catatan Kaki

[1] Hefeistos, kata dari bahasa Yunani yang merupakan nama dewa teknologi, anak dariZeus dan Hera. Pada cerita ini Hefeistos adalah profesi pembuat senjata Aksara.