- Exodia, sebuah kerajaan persemakmuran di bawah kekaisaran Maro -
Hans melewati terowongan besar yang berada di balik gerbang masuk, kerumunan orang mengelilingi dia dan kelompoknya, ketika terowongan itu habis ia tersentak.
Hans terpaku pada ratusan perahu yang melayang di udara, layar-layar kapal pinisi itu berkelap-kelip menyerap cahaya.
Sedang ia tertegun, bayangan besar tiba-tiba muncul dan udara kencang menderunya! Sebuah kapal pinisi berlayar rendah membuat daun-daun berterbangan, hal itu sambut teriakan dan umpatan para penduduk yang terlihat sudah terbiasa akan hal itu.
Ia mengaktifkan penglihatan jiha dan menemukan layar-layar kapal pinisi itu menyerap jiha dan menyalurkannya ke seluruh kapal, di mana pola-pola aksara di lambung kapal menyala. Pola-pola itulah yang kemudian membuat kapal mengapung, sementara sebuah mesin bergetar di belakangnya mengeluarkan uap dan memutar baling-baling baling besar yang mendorong layar pesawat maju.
"Kapal terbang, menakjubkan bukan?!" Seekor Nepu muda berujar sambil melayang di samping Hans. Nepu adalah bangsa berakal selain manusia, mereka memiliki tubuh mungil dan berbulu, seperti kelinci dengan tubuh gemuk dan leher panjang.
Hans menoleh ke arah Purara, Nepu muda itu kemudian membersihkan tenggorokan dan terbetuk kecil, berusaha terdengar profesional, "Ehm, biar aku jelaskan puru."
"Kapal-kapal dan perahu terbang ini menggunakan batu matahari atau solar stone, kemudian energi dari dalam batu matahari itu mengaktifkan aksara anti gravitasi yang membuatnya melayang, puru!"
"Sebagai tenaga pendorongnya, para perancang menggunakan mesin uap untuk menjalankan baling-baling besar itu puru! Batu matahari akan mengeluarkan panas ketika melakukan pengeluaran dan pengisian energi, hawa panas tinggi itu, kemudian bertemu dengan air dan menghasilkan uap, sehingga bahan bakar kapal udara hanya air dan cahaya matahari, puru!" Meski awalnya terlihat percaya diri, namun tatapan tajam Hans membuat Nepu muda itu gelagapan.
"Mesin uap?!" Tanya Hans pelan.
Keduanya kemudian berbincang cukup panjang, pertanyaan Hans semakin tajam dan mendetil, menunjukkan rasa ingin tahu yang berkobar di matanya. Paman Odel ikut bergabung ke diskusi yang membuat Purara makin panik dan lupa bernafas.
"Puru, puru! Mohon mundur biarkan Purara bernafas, puru!" Makhluk mungil itu kemudian terbang ke atas mencari udara segar.
Paman Odel tersenyum, Hans pun tertawa kecil, ia kemudian merasa malu mengerjai makhluk kecil itu karena rasa ingin tahunya.
...
Hans dan pasukan pribadinya dengan antusias menatap setiap jengkal kota itu seraya berjalan, Benaya, Abner, Reinald dan Georgio berusaha memaksa diri mereka tetap tenang dan fokus menjaga Hans..
Jalan-jalan pusat kota terbuat dari batu potong yang rapi tersusun, dengan lampu-lampu yang berbaris rapi, lampu uap yang berwarna keemasan.
Pasukan napi yang lain tak peduli dan berbicara tanpa henti, memegang apapun yang asing bagi mereka. Gedung, hewan, benda-benda bahkan orang-orang dari bangsa lain pun tak luput dari sasaran. Kerajaan itu merupakan gabungan dari berbagai bangsa jajahan Maro, yang kini di pegang oleh tangan kanan Kaisar, Raja Grav Exodia.
Baltus yang biasanya ceroboh memasang wajah serius seraya mengikuti Benaya yang menjaga Hans dari belakang.
Danang memandu di depan sebagai penunjuk jalan, ketika rombongan itu memasuki kawasan pasar tumpah, mereka kesulitan melihat satu sama lain.
Hans terhenti dan memandang sebuah bangunan di ujung pasar, di mana anak-anak seusianya terpasung dan di beri harga di kening mereka.
Ia melihat dengan jelas ekspresi wajah mereka, ketika seorang saudagar lewat sambil menggendong anaknya di lehernya.
Cemburu, sedih, kesepian terlintas jelas di wajah mereka, hati Hans hancur melihat hal itu. Teringat adik-adiknya di panti dan kondisinya dahulu.
Ia berjalan ke arah berlawanan dari kelompok pasukan yang lain, beruntung Benaya, Reinald, Abner dan Georgio mengikuti dia. Baltus yang berusaha menyaingi Benaya pun demikian. Marc juga berada di sana karena ia kehilangan kesadaran dan membutuhkan Baltus menggendongnya.
"Marc.. Marc kira-kira berapa harga yang akan mereka tawarkan untukmu jika aku menjualmu! Kurang ajar, senior bodoh katamu?!" Baltus mengeluh ketika mengingat pertarungan mereka dengan Lanika, lebih tepatnya pertarungan Marc dan Lanika.
Marc telah menjelaskan perihal pertarungan itu pada Hans, hal itu membuat kepala Hans pusing, karena ia mengenal David dan bagaimana ia akan merespon hal tersebut.
Kelompok kecil itu berdiri di depan pasar budak, seorang pria gendut dengan baju kebangsawanan berwarna biru menyambutnya. Pria gendut itu melihat Benaya, Abner, Reinald dan Georgio di belakang Hans.
Ia kemudian tersenyum,"Bocah ini pasti anak salah satu bangsawan!"
"Ehm, tuan muda selamat datang, mari masuk kami memiliki banyak koleksi budak-budak berkualitas tinggi! Perkenalkan nama ku Curio, yang berarti 'ingin tahu' dalam bahasa utara, siap melayani anda!" Ujar Pria gendut itu, wajahnya penuh senyuman.
Pria gendut itu berjalan masuk dengan langkah besar, ia terlihat begitu senang.
Namun ia kemudian tersentak saat para pelanggannya tidak mengikuti dia, ia berbalik, dengan wajah panik.
"Tuan muda, maaf, apa aku berbuat salah atau kau lebih menginginkan sales perempuan? Aku akan memanggil mereka untukmu??" Tanyanya lagi.
"Berapa harga budak anak-anak yang kau jual di depan?!" Ujar Hans dingin, tanpa menjawab pertanyaan sang pedagang, semua pikiran pria gendut itu terlukis jelas di wajahnya, ia biasanya ahli menyembunyikan perasaan dan pikirannya namun karena ia menganggap Hans hanya anak-anak, ia lengah dan dengan vulgar menunjukkan semua perasaannya di wajahnya.
"Mohon maaf tuan muda, sebelum memulai transaksi boleh kulihat medali tanda warga kerajaan?" Tanya Curio masih sambil tersenyum.
"Medali warga negara?!" Tanya Hans, ia kemudian berpikir dan terdiam.
"Mohon maaf, kami tidak melakukan transaksi bila anda tidak memiliki medali warga kerajaan! Minimal anda harus memiliki medali tembaga!" Wajah Curio mulai berubah, tisak lagi penuh rasa hormat.
"Tapi kami punya uang!" Ujar Baltus, sambil mencuri pandang ke arah Benaya.
"Tsk! Uang saja tidak cukup! Pergilah jangan menghalangi orang yang akan masuk!" Wajah Curio merendahkan Baltus dan Hans.
Benaya hendak mencabut pedang besarnya, namun tangan Hans menahan sikunya sehingga ia tak mampu melepaskan kekuatan. (Kekuatan lengan terdapat pada siku, hal yang Hans lakukan membuat lengan tak mampu menggerakan titik kekuatan sehingga distribusi tenaga terganggu!)
"Baltus panggilkan Danang kemari!" Ujar Hans.
Georgio memotong,"Tuan muda biarkan aku saja!"
Hans menggeleng,"Di kota asing seperti ini akan butuh waktu lama untuk kau menemukan Danang, Baltus memiliki penciuman khusus, ia bisa melihat benang aroma. Tenang saja." Hans berujar sambil melihat Baltus yang tengah tersenyum bangga karena Hans menjelaskan kemampuannya.
Baltus kemudian bergegas, meninggalkan kelompok itu.
"Cepat pergi dan menunggu di luar!" Ujar Curio tanpa hormat.
Setelah berucap demikian pedagang gendut itu bergetar, Benaya menatapnya dengan mata merah penuh darah! Ia diambang perubahan.
"Penjaga! Penjaga cepat usir mereka!" Curio berteriak ketakutan. Tak lama penjaga berdatangan dari dalam gedung.
Hans memandang Benaya dan menggeleng, Georgio melihat kemudian memandang Benaya, lalu melihat ke arah Abner dan Reinald.
"Ayo kita menunggu di luar!" Ujar Hans pelan.
Hans berjalan keluar menyilangkan tangannya di belakang, Benaya kemudian mendengar ucapannya.
"Ben, kau harus mampu mengendalikan dirimu! Jangan biarkan kekuatan besar itu mengendalikanmu!"
"Dalam berbisnis kita harus menjaga ekspresi dan pikiran kita agar tak tertebak. Aku harap kau mengingat ini, atau aku tidak akan mengajakmu lagi ketika berbelanja!" Ucapan Hans itu membuat Benaya takut.
"Tuan muda mohon maaf!" Benaya berusaha berlutut, namun Reinald menahannya.
"Hey hey bocah, tuan muda sedang mengajarimu bukan memarahimu!" Ujar Reinald.
"Setidaknya Reinald memahami maksudku!" Hans membatin
"Jika kau berlutut tuan muda akan menjadi pusat perhatian orang banyak!" Ujar Reinald lagi, Georgio dan Abner kemudian mengangguk, keduanya juga belajar hal baru.
Benaya kemudian menampar pipinya sendiri, berusaha menyadarkan diri.
"Baik tuan muda! Terimakasih Kapten Reinald!" Ia kemudian berdiri di belakang Hans.
Kelompok itu menunggu beberapa saat, kemudian melihat Baltus berlari dari jauh diikuti puluhan pasukan dengan ekspresi marah.
Tubuh Nerda dan Nardi bahkan membuat lampu-lampu bergetar.
"Mulai lagi!" Reinald berujar, kemudian melangkah maju meninggalkan Hans setelah membungkuk kecil. Reinald kemudian memarahi para pasukan napi yang terkesan liar.
Pasukan itu kemudian menunduk malu, tak lama Danang membelah kerumunan dan berjalan ke arah Hans.
Ia kemudian memberi salam kesatriaan dan bertanya,"Tuan muda, mari saya antar."
Hans mengangguk, Danang mencoba menahan diri, tetap berjalan di belakang Hans untuk menunjukan adab dan rasa hormat.
Ketika keduanya masuk, Curio menatap tajam ke arah Hans,"Apalagi?! Aku tidak menjual budak padamu meski kau memiliki medali perak! Pelayanmu menyinggung perasaanku!"
Mendengar hal itu telinga Danang memerah, ia tidak tahan lagi!
Ia kemudian mengeluarkan medali matahari berwarna emas, ia kemudian melemparkan medali itu hingga mengenai wajah Curio dan membuat pria genndut itu terpelanting!
"Berani-beraninya kau merendahkan keluarga kerajaan!" Ujar Danang, auranya menyeruak!
"Pasukan!" Panggilnya keras.
Para pasukan Nusantara bersiap berperang.
Curio berusaha bangun, ia mengamuk.
"Penjaga-penjaga!"
"Ada kesatria mengamuk!!" Teriaknya keras.
Ia kemudian bangkit dan memungut medali di wajahnya, agak lama baru ia tersadar, medali yang ia pegang berbentuk matahari dengan lambang kerajaan.
Medali Anggota Keluarga Raja!!
Seketika itu kakinya lemas, tubuhnya seperti tanaman layu. Ia tersungkur menyembah kaki Hans.
"Yang mulia! Mohon ampun! Jangan bunuh aku!" Ia bergetar hebat ketakutan, karena hukuman bagi mereka yang menghina keluarga kerajaan adalah hukuman mati!
Ia kemudian melihat pasukan sudah berada di depan gedung!
Mendengar kegaduhan di pintu masuk, sebuah bayangan hitam besar berjalan dari dalam bangunan.
Pria itu memancarkan aura yang setidaknya sama dengan Bayu.
Hans menatap tajam ke dalam, kemudian terdengar suara,"Tuan Muda, bisakah anda memaafkan anak buah saya?"
Sosok besar itu kemudian terlihat, sebagai seorang pria dengan jas coklat dan sepatu pantofel hitam.
Wajahnya memiliki luka bakar dengan kumis dan janggut tebal.
"Anda sepertinya tertarik dengan budak anak-anak. Begini saja, anda boleh membawa mereka semua, tapi bebaskan pekerjaku!" Ujar Pria itu.
"Kau..!" Danang hendak menjawab, namun ketika sadar Hans melihat ke arahnya ia terdiam.
"Baiklah, tapi kau harus menyediakan kendaraan transportasi. Tidak mungkin kami membawa puluhan anak itu dengan berjalan kaki bukan?" Hans menatap balik sang Pria besar.
Pria itu mengangguk,"Curio kerjakan semuanya dengan benar, setelah itu temui aku di ruanganku!"
Curio tersentak, wajahnya makin pucat kemudian ia bergegas mengerjakan apa yang disuruh kan kepadanya.
Delapan kereta kuda berkapasitas delapan orang berbaris di depan pasar budak, tempat itu berbau busuk sehingga tempat itu jarang dilewati orang.
Masing-masing kereta ditarik oleh enam kuda, dengan interior kayu standard untuk para budak anak-anak. Sedangkan kereta kuda mewah untuk Hans dan para pasukannya.
Seorang bocah dengan rambut berwarna perak memeluk adik kecilnya, pipi kirinya memiliki bekas luka sayatan. Ia berumur sembilan tahun, tubuhnya kurus kering, namun matanya tajam tidak seperti budak tanpa harapan.
Sedangkan sang adik bernama vivi berumur lima tahun,"Levi, Levi kita mau dibawa kemana? Aku takut.." Ujar sang bocah kecil.
"Aku tidak tahu, tapi abang akan menjagamu!" Ujar Levi, mempererat genggaman tangannya pada tangan mungil milik sang adik.
Hans memandang ke arah bangunan gelap pasar budak, kereta kuda itu kemudian bergerak beriringan. Roda besi dan jalan batu itu beradu, Hans membuka gorden penutup kaca kereta sambil melihat gelandangan yang tidur di sepanjang jalan, kondisinya tak jauh berbeda dari para budak.
Ia berada di kawasan kumuh kerajaan Exodia, begitu berlawanan dengan gambaran kota ketika ia masuk pertama kali.
Lumpur dan kotoran manusia di temukan di jalan-jalan, tidak semua orang memiliki kesempatan bahkan untuk menikmati kamar mandi dan sanitasi yang baik.
Pemandangan berganti karena cepatnya kuda penarik kereta itu, ia melihat kereta-kereta panjang, berbeda dengan kereta kuda.
Hans sampai berdiri, ia melihat benda asing seperti ular raksasa berjalan cepat menyusuri rel baja.
"Apa itu?!" Tanya Hans, matanya terpaku pada kereta api yang melesat melewati kereta kudanya. Tentu jalur kereta kuda dan kereta terpisah jauh dan dibatasi pagar besi, namun Hans bisa mendengar siulan mesin uap dan asap tebal yang mengepul di langit.
"Menjawab Raden, benda asing itu di
kenal sebagai kereta api!" Ujar Danang, bekerja sebagai penunjuk jalan.
"Hei-hei biar aku yang menjelaskan! Puru!" Purara menyelak Danang dan mendorong wajahnya menjauh.
"Kereta api ditemukan oleh peneliti yang merupakan seorang Nowledgia atau manusia biasa namun memiliki kekuatan non kombat, yaitu senjata bernama pengetahuan!"
"Mereka adalah orang yang percaya bahwa pengetahuan adalah Tuhan yang sesungguhnya…." Purara menjelaskan panjang lebar, setelah hampir dua jam kereta kuda itu kemudian berhenti di sebuah rumah yang amat besar, luas bangunannya saja sekitar 3000 hasta (1500 meter) ditambah lahan perkebunan yang menyatu dengan hutan dan di batasi oleh sungai yang jernih.
Seorang prajurit yang juga suku javana berlari menyambut kereta kuda Hans, yang merupakan kereta paling depan.
Prajurit itu hendak menanyakan siapakah gerangan yang datang, namun ketika ia melihat Danang wajahnya berubah!
"Raden Mas pulang!! Raden Mas pulang!"
"Buka gerbangnya!!" Teriaknya keras, seraya ia berteriak para penjaga di dalam membunyikan lonceng dan membuka pintu di saat bersamaan.
Rumah besar itu memiliki banyak jendela dengan lampu yang padam, tak lama setelah lonceng berbunyi, lampu-lampu mulai menyala diiringi suara langkah kaki yang riuh.
Para pelayan dan hamba upahan berlarian keluar, seorang pelayan dengan jas biru tua dan rambut perak berjalan dengan wajah penuh senyuman. Ia adalah Malcomn, Butler yang diutus boleh keluarga kerajaan untuk menjadi penanggung jawab rumah besar itu.
"Hamba anda Malcom Greist, menyambut kepulangan anda!" Malcom membungkuk, diikuti puluhan pelayan dan penjaga.
Sebagian suku javana bahkan menangis, menemukan Raden Mas yang selama ini mereka tunggu akhirnya kembali pulang. Pikiran mereka kemudian terbawa ke ingatan tentang kerajaan Nusantara sebelum luluh lantah, namun suara Danang menyadarkan mereka.
"Malcolm, cepat panggil dokter dan apoteker untuk mengobati Tuan Bayu!" Ujar Danang dengan bergegas, namun Malcom tetap berlutut dan memandang Hans.
"Tsk!" Danang mendengus kesal namun kemudian melihat ke arah Hans.
Hans memahami hal itu dalam sekali pandang, mata Hans menjadi tajam dan aura dari aksara pertamanya menyeruak,"Malcom is it? Please look for best doctor and aphotecary!"
"Yes my Lord!" Ujar Malcom terkejut, ia kemudian bangkit dan memerintahkan asistennya untuk pergi.
"Buttercoat! Pergi dan bawa medali milikku ke dokter Doyle dan juga pergi ke White Snake Herbal Shop dan minta seorang apoteker terbaik kemari!" Ujarnya dengan tegas dan teliti.
Hoho tuan yang aku layani unik juga!
Author Note:
Mohon maaf menghilang beberapa waktu, saya baru saja memulai usaha baru dan itu menyita semua waktu saya. Ditambah pandemic yang menyerang saya memasuki situasi kehilangan arah menulis, but luckily I'm survive.
Semoga kalian tetap sehat dan semangat, beruntung juga Semesta memaksa kita untuk bersama tinggal dirumah dan menghabiskan waktu bersama.
Yuk taruh sejenak handphone dan kesibukan kalian, dan sambut keluarga dengan kehangatan.
Dan untuk yang masih harus bekerja, you all can do it. Lakukan seperti untuk Tuhan dan bukan manusia, karena manusia mengecewakan dan hanya Tuhan yang setia menjaga kita.