Edited by Mel
Hans membuka matanya, yang ia dapati hanya kegelapan luar biasa. Ia bahkan tak dapat melihat tangannya.
"Apakah aku mati?!" Tanya Hans.
Ia merasakan dingin yang amat sangat,"Mengapa terasa begitu dingin? Apakah ini dinginnya kematian?"
"Tik.."
Ia merasakan sesuatu bergetar, percikan cahaya timbul di kejauhan.
Ia bergegas mengikuti arah cahaya itu, semakin dekat ia berjalan semakin kuat rasa di dalam hatinya beresonansi dengan sumber cahaya.
"Cah bagus.. cah bagus.. tresnane ibu.." Suara tak asing terdengar, ia menghentikan langkahnya.
Berusaha mundur.
"Aku belum siap untuk mengingat semuanya, aku tidak mau!" Ia berjalan mundur. Namun tangannya berusaha menggapai pancaran cahaya, cahaya yang menyingkapkan seorang wanita cantik, berkulit putih langsat dengan rambut hitam panjang yang berkilau. Ia hanya dapat melihat wajah dan rambutnya, senyuman wanita itu dan kehangatan yang terpancar dari padanya.
Air matanya menetes,"Ibuk.."
"Hans Rindu…" Ia menghentikan langkahnya.
"Hans.."
"Hans.."
"Lihat ayah, gerakan ini adalah gerakan asimilasi dengan alam!" Seorang pria berumur kira-kira tiga puluh tahun tersenyum padanya, rambutnya pirang, wajahnya menunjukkan bahwa ia adalah seseorang keturunan bangsa Utara.
Dengan pakaian katun putih, ia menari dengan pedang besar di tangannya. Hans menemukan ingatannya ketika ia kecil.
"Hans, kau harus ingat. Setiap hal memiliki roh, bahkan pepohonan, bebatuan, dan alam semesta!"
"Roh tidak dapat dibatasi, entah oleh tubuh atau pun hal jasmani lainnya. Bahkan waktu dan ruang tak akan mampu membatasinya!" Ujar Pria itu sambil tersenyum simpul.
Hans beranjak maju, hendak menggapainya namun ketika itu pula cahaya menghilang.
"Nak...sampai kapan engkau hendak lari?!" Suara lain terdengar, seketika tempat itu menjadi terang benderang.
Seekor singa besar berdiri dengan empat kakinya, bulu emasnya bersinar terang seperti emas murni.
"Tuan!" Hans memekik dan berlari hendak memeluknya.
Yu'da menundukkan kepalanya, mengelus kepala Hans dengan kepalanya.
"Kenyataan yang tidak bisa engkau ubah adalah sebuah kenyataan yang paling pahit, namun menerimanya akan membuat engkau kuat!" Pungkas Yu'da.
Hans hanya diam tidak menjawab, ia tidak ingin melawan tuan Yu'da.
Ia mengalihkan pembicaraan,"Tuan tempat apa ini?!"
Ia melihat ke kanan dan ke kiri, tempat itu hanya berisikan cahaya tanpa noda atau apapun.
"Hatimu…" Jawab Yu'da singkat.
"Segala sesuatu yang ada di alam semesta memiliki roh, dan hati manusia adalah tempat roh manusia bersemayam.." Ujar Yu'da.
"Oh iya! Aku baru saja mati, apakah berarti rohku meninggalkan tubuhku?" Tanya Hans.
"Siapa bilang engkau mati? Manusia terbentuk dari tiga bagian, tubuh, jiwa dan roh."
"Bagian terpenting dalam hidup manusia adalah roh dan kemudian tubuh."
"Roh manusia membutuhkan tubuh untuk bergerak, karena roh tidak berbentuk."
"Jadi yang aku lihat barusan adalah?!" Tanya Hans, namun Yu'da hanya mengangguk kecil.
"Pergilah, biarkan Rohku yang ada pada mu, yang akan menunjukkan jalan! Perkuat tubuhmu, sehingga semakin besar pula kuasa roh yang mampu engkau tampung!" Ujar Yu'da.
"Tuan, tapi bagaimana ayahku tahu semua itu?!" Hans yang sedang berjalan menuju cahaya yang akan membawanya keluar terhenti, suara bisikan terdengar di telinganya.
"Sebab dia adalah pemegang perjanjian sebelumnya, namun terhenti ditengah jalan. Adam pertama melakukan kesalahan, maka adam yang lain harus menyelesaikannya." Suara Yu'da terdengar samar.
"Aku akan bersama engkau, jangan takut!" Kata suara itu lagi, kemudian hening.
Hans kemudian mengingat gerakan sang ayah, tarian dan gerakan energi dan roh yang saling menyatu.
Ketika ia membuka matanya, Legion berada tepat di depan wajahnya. Terhenti oleh sebuah lengan singa raksasa.
Bulu kuduk Hans bergidik, namun sesuatu dalam hatinya seakan memaksanya berteriak.
Auman Singa!
"Rawrrrrr!" Suara itu begitu keras, akibat jiha dan Roh Yu'da yang berada dalam Hans menyatu dan membuat ribuan iblis yang berada dalam tubuh pria itu hendak lari ketakutan.
Hans, aku hanya bisa meminjamkan kekuatan ini satu kali padamu, karena tubuh dan jiwa mu belum mampu menahannya.
Suara Yu'da terdengar, Hans mengangguk. Ia mengambil pedang besarnya yang tergeletak di tanah. Menutup matanya.
"Tuan Yu'da, ayah, bantu aku." Bisiknya pelan, ia kemudian membuka matanya. Aura luar biasa menyeruak keluar dari dalam hatinya, kemudian menyatu dengan jiha miliknya membuat atmosfer di sekitar tubuhnya menjadi tampak agung dan mahakuasa.
Ia kemudian meniru gerakan tarian sang ayah, kini ia bukan mengikuti gerakan jiha namun gerakan sang ayah, yang begerak mengikuti Roh, gerakan itu pula yang akhirnya membuat jiha bergerak mengikutinya.
"Menari dengan semesta, gerakan pertama!" Ujar Hans, nama itu muncul begitu saja, satu-satunya gerakan yang ia ingat dari sang ayah. Juga merupakan teknik terkuat yang ia punya saat ini, gerakan yang menggabungkan roh dengan jiha.
Roh kehidupan mengalir keluar dari hatinya membuat seluruh energi yang afiliasi dengan kehidupan seperti cahaya dan energi tumbuhan serta air, seakan mengamuk, membentuk ribuan pedang, yang memenuhi seluruh arah pandang Hans. Berbagai warna, hijau, biru dan kemilau terang yang membutakan mata, semua pedang itu menyerang legion secara bersamaan.
Hans bergerak secepat yang ia bisa, melompat sambil memutar tubuhnya, pedang besarnya bercahaya.
Ribuan pedang lainnya menari
bersamanya, legion berteriak-teriak, melepaskan ribuan roh jahat untuk menghalau serangan pedang-pedang yang menyerangnya.
Hans berhasil melewati barisan roh jahat yang kini sibuk menghadapi pedang energi dan roh yang telah berasimilasi.
Roh membuat tubuhnya menjadi kuat untuk beberapa saat, ia melompat, kemudian menebas leher legion.
Makhluk itu mampu melindungi lehernya dengan pedangnya, tangkisan itu membuat Hans terlempar ke udara, sementara legion terpental ke belakang.
"Menari bersama semesta, gerakan pertama! 7 Langkah Penciptaan, langit dan bumi!"
Ia menggabungkan gerakan yang diciptakan sang ayah dengan gerakan yang ia ciptakan dari dasar pergerakan jiha.
Beruntung kedua gerakan itu memiliki esensi yang tidak terlalu berbeda, meski langit dan bumi hanyalah bagian kecil dari semesta, seperti mikro dan makro yang berbeda tapi sama.
"Menari dengan Langit dan Bumi!"
Wajah Hans mulai pucat, sel-selnya tak mampu menampung Roh Yu'da yang begitu kuat.
Ribuan pedang menghujam dari langit, pedang itu seakan menjadi satu pedang besar yang dihujam kan oleh tangan besar yang terbentuk dari udara.
Sedangkan ribuan tangan bermunculan, tangan batu dan tanah membentuk rantai yang mengikat legion.
Ia meronta seperti binatang liar yang tertangkap perangkap penjerat burung, pedang besar itu menghujam, menghancurkan baju zirah hitam yang dikenakan legion, roh-roh jahat itu seakan terurai dan menjadi serpihan kegelapan yang kemudian menghilang.
Hal itu berlangsung beberapa menit, sedangkan Hans sudah tersungkur, kehabisan energi.
Ketika semuanya selesai, hanya figur pria itu yang tersisa.
Hans bangkit, berjalan mendekati pria itu, para pasukan yang terluka parah mencoba bangkit namun gagal. Benaya, Abner, Georgio dan Reinald bangkit berdiri menghiraukan luka menganga di tubuh mereka.
Mereka berlari mendekat, menemani Hans tanpa berkata-kata atau melarangnya, karena sebuah kepercayaan bahwa pada kematian pun mereka akan tetap berjalan bersama.
Pasukan yang lain juga berdiri mengikuti mereka dari belakang. Marc dan Baltus pun berlari untuk bergabung, meski Marc terlihat terseok-seok dan Baltus sedikit sempoyongan seperti orang mabuk, namun mereka tetap berusaha berkumpul.
Pria setengah baya itu kini berlutut, kepalanya sampai ke tanah. Hans berjongkok, kemudian membuka rantai yang masih menggantung di kaki kanan dan kirinya.
"Ter.. Terimakasih!" Ia kemudian menangis, meski begitu ia juga tersenyum bahagia.
Ananias Vinon, salah seorang wakil kapten di bawah Gordon menghunuskan pedangnya hendak membunuh pria itu.
Beruntung Benaya sigap dan menahannya,"Apa yang kau lakukan?! Tuan muda belum memberikan perintah!"
"Diam..biarkan aku membunuhnya! Ia telah membuat kita hampir mati!" Ujar Ananias.
Hans mengernyitkan dahi, Gordon bergegas melerai, sambil memegang luka penuh darah di perutnya. Hans masih lemah, wajahnya masih pucat.
"Ananias, sudah!" Ujar Gordon dingin, mereka semua tentu kesal. Namun mereka tidak bisa juga berbohong pada diri mereka bahwa pria itu dikendalikan roh jahat dan bukan dari dirinya.
"Jangan biarkan celah terbuka dalam hatimu, mereka yang memiliki tubuh kuat namun roh dan hati yang lemah rentan digunakan roh jahat." Ujar Hans tanpa berbalik, namun Ananias seakan tidak mendengar dan berteriak-teriak, semenjak hal itu Ananias memendam kebencian pada Benaya.
Hans kemudian membantu pria itu berdiri,"Pergilah, kamu sudah bebas. Jangan berikan 'mereka' kesempatan lagi. Kekuatan tubuh penting, namun roh dan hatimu haruslah kuat juga!"
"Tuan, kiranya Tuan berkenan ijinkan lah aku mengikut engkau. Keluargaku tidak mau menerimaku, aku pun belum menikah, tidak ada yang menginginkan ku lagi." Pria itu terlihat ketakutan ketika Hans menyuruhnya pergi, ia takut akan kesendirian.
Hans berbalik dan melihat ke arah pasukan yang lain, setelah mendapat perhatian mereka ia bertanya,"Apakah keluarga ini cukup berbesar hati untuk memaafkan dan menerima satu saudara lagi?!"
Benaya menyadari maksud Hans, ia menyadari bahwa tuan muda sudah membulatkan tekadnya, ia bertanya hanya untuk memberi penghormatan bagi para pasukannya.
Benaya adalah yang pertama membungkuk dan menjawab,"Selamat datang saudaraku!"
Reinald, Abner dan Georgio membungkuk dan menjawab hal yang sama, tak seorangpun dari mereka orang benar, semuanya memiliki kesalahan.
Semuanya kemudian menjawab hal yang sama, hanya Ananias yang tetap berdiri dan berteriak,"Tuan! Aku menolak! Pria ini baru saja hendak membunuh kita semua!"
Paman Odel yang paling tua dan bijak diantara semuanya terlihat emosi,"Ananias! Kita semua yang berada di sini bukanlah orang baik! Kita semua orang yang baru ingin memulai kembali!"
Ananias tidak menyerah, namun justru menjawab,"Benar, tapi kita melakukan kejahatan pada orang lain dan bukan sesama kita!"
Hans bergidik karena amarah, Benaya dan Reinald menyadari hal itu, hal itu pun membuat mereka marah.
"Manusia tidak tahu diuntung, setelah hutangmu diampuni oleh raja engkau berbahagia. Kemudian bertemu orang lain yang berhutang padamu kemudian engkau memukulinya sampai mati?!"
"Pantaslah dirimu dijebloskan ke penjara, baru lepas dari jeruji kini berlagak sebagai hakim atas sesama saudara sendiri?!" Paman Odel datang dengan wajah memerah karena emosi, Nerda bersamanya, ia bergegas membantu prajurit Nusantara yang terluka parah, terutama Bayu yang menggunakan teknik terlarang setelah mengkonfirmasi kekalahan legion.
Hans berjalan menjauh, Georgio seakan memberi waktu pada para pasukan untuk berdebat dengan cara meminta Hans berjalan lebih dahulu, ia mengobrol dengan pria paruh baya yang sebelumnya dirasuki legion.
"Pak tua! Tak perlu banyak bicara, aku tahu kau merasa paling benar diantara kita semua, karena kau masuk ke dalam penjara karena di jebak. Tapi tetap saja keputusan ada di tangan tuan muda, jadi biarkan aku memberinya saran!" Ujar Ananias dengan gigi yang saling beradu karena menahan emosi.
Odel kemudian menggeleng, kehabisan kata-kata mendengar jawabannya.
"Ananias, kau salah. Tuan muda justru sudah memutuskan tekadnya saat ia berkata demikian, ia melempar pertanyaan itu hanya karena dia menghormati kita." Alexander, yang muda itu berjalan terseok sambil membelah kerumunan.
Ananias kemudian memalingkan wajahnya dan melihat Hans yang berbicara serius dengan pria itu, seketika hatinya penuh amarah dan benih kepahitan timbul dalam hatinya.
Sementara itu, kelompok itu melanjutkan perjalanan, kejadian sebelumnya sangat membekas hingga mereka terus membahasnya. Terutama serangan terakhir Hans yang mampu melawan serangan legion.
Hal itu seakan mustahil, namun terjadi.
Baltus dan Marc bercanda sambil mengobrol dengan Hans, tangan Marc menopang kepalanya dari belakang seraya ia berjalan.
Baltus mencoba mengganggu Benaya yang merebut posisinya menjadi ajudan Hans, namun Benaya tidak hanya diam dan mengabaikannya.
Tak lama mereka tiba di tembok besar, begitu besar hingga mereka tak mampu melihat ujungnya.
Tembok menuju kekaisaran terbesar yang terbentuk dari lima kerajaan. Pintu yang mereka lalui adalah pintu masuk ke kerajaan Exodia, pedang Kekaisaran Mato.
Puluhan ribu orang berbaris di gerbang masuk, ribuan kereta kuda dan kereta barang mengantri masuk. Beberapa juga menunggangi hewan magis seperti Honobo, Unicorn dan sebagainya.
Danang berlari mendahului Hans, kemudian menunjukkan medali emas milik Bayu, seketika penjaga memberi hormat dan mengusir kerumunan untuk memberikan mereka jalan.
"Krek.. krek… duk.. duk.."
Tembok itu bergetar, suara keras terdengar ketika gerbang besar itu perlahan terbuka. Danang kemudian mempersilahkan Hans masuk, ia kemudian berjalan melewati Danang dan menemukan sebuah kota besar, teramat besar.
Matanya terpaku pada perahu-perahu yang melayang di udara, kerumunan orang yang memenuhi jalur pejalan kaki dan juga para pedagang yang membuka toko mereka di pinggiran jalan.
"Selamat datang di Kerajaan Exodia, Anda berada di Distrik bagian tenggara, maru maru!" Makhluk lucu berupa kurcaci dengan tubuh seperti musang melayang-layang dengan sayap kecilnya.
"Perkenalkan aku pemandu bayaran, namaku Purara dari bangsa Nepu!" Makhluk kecil itu mengitari tubuh Hans yang terlihat terpukau melihat segala sesuatu yang ia temui. Bukan hanya dia, namun seluruh pasukan pribadi Hans pun demikian.
Author's Notes:
Sorry saya ada seminar full beberapa hari dan editor kita sedang masuk RS, jadi dia harus mengerjakan editing dari rumah sakit. Karena saya punya akses terbatas atas internet.