Chereads / Hans, Penyihir Buta Aksara / Chapter 66 - Aksara 37a, Kutukan Dipatahkan

Chapter 66 - Aksara 37a, Kutukan Dipatahkan

Edited by Mel

Danang dan Abner memimpin kelompok itu menyusuri celah-celah goa, sesekali goa itu pun berguncang namun mereka telah terbiasa dengan guncangannya.

Keduanya sesekali melihat sosok Hans yang memilih menyendiri, berjalan di sisi kelompok.

Baltus merasa tak tahan lagi, ia kemudian hendak mendekat, namun Marc menahannya. Walau begitu Baltus tetap bersikeras, dan akhirnya Marc pun menyerah. 

"Sssh, lepaskan Marc. Aku akan memberikan sesuatu yang boss sukai!" Ujar Baltus melawan. 

"Apa?!" Seluruh kelompok melihat Baltus. 

"Uang dan Pengetahuan!" Ujar Baltus percaya diri dan menarik sebuah kalung dari lehernya, sebuah kalung tali dengan cincin di ujungnya. 

"Boss! Kau melupakan cincin interdimensi milikmu!" Panggil Baltus yang berjalan mendekati Hans sambil sedikit membungkukkan dirinya.

"Di dalamnya terdapat hasil penjualan tanaman obat dan juga buku-buku milik mu sebelumnya!" Ujar Baltus sambil tersenyum layaknya seorang makelar tanah yang sedang merayu pembeli.

Ketika Hans membuat bisnis dengan Maki, ia mengajak Baltus untuk bergabung di dalamnya. Hans yang saat itu seolah menjadi pemilik bisnis mempercayakan cincinnya kepada Baltus agar ia mengelola semua uang Hans. Mengapa Hans percaya padanya? Karena Baltus sudah bersumpah dengan jiha pada Hans, apabila ia melanggarnya ia akan mati sehingga tak ada alasan untuk Hans tidak mempercayai dia.

Ucapan Baltus itu membuat Hans mengangkat kepalanya, ia seakan melupakan semua permasalahannya. 

"Berapa banyak?" Tanya Hans.

"Periksa saja boss!" Ujar Baltus, Hans mengambilnya dan memasangkan cincin itu di jarinya. Tindakan itu di sambut oleh helaan nafas kencang Hans karena terkejut.

"Aku tidak mengira kita akan menghasilkan sebanyak ini!" Ujar Hans pada Baltus. 

Baltus hanya tersenyum, merasa ia berhasil melakukan sesuatu yang benar untuk pertama kalinya.

Hans menarik nafas dan mencoba untuk mengembalikan kesadaran, ia cukup terkejut melihat hasil yang dibawakan oleh Baltus.

Ia kemudian mengambil buku secara acak dari dalam cincin itu dan membukanya. Seperti biasa ia menganggap hal yang akan dimengerti olehnya mungkin hanya gambar dan penjelasan suaranya saja. 

Tiba-tiba ia terhenti dari langkahnya. Ia tersentak dan seolah kebingungan dengan hal yang dialaminya.

"Tunggu dulu!"

"Mengapa tulisannya tidak bergerak?!" Tubuhnya bergetar, kebingungan. Beberapa kali ia mendekatkan matanya mencoba melihat tulisan-tulisan dalam buku itu. Selama ini setiap ia membaca, huruf-huruf yang ada di dalamnya seakan menjadi terlihat acak-acakan seperti terbang di atas lembaran kertas sehingga ia tidak bisa membaca huruf dengan benar. Namun kali ini berbeda, setiap huruf itu tersusun secara rapi dan menarik. 

Baltus mengintip ke arah buku yang Hans baca, namun ia hanya mendapati tulisan dan gambar seperti biasa. Ia kemudian menggaruk kepalanya, Marc yang melihat keanehan pun berjalan mendekat.

"Ada apa Hans?!" Tanya Marc.

"Marc!"

"Tulisannya tidak bergerak!" Ujar Hans. Ia kemudian mendekatkan kepalanya ke arah buku itu dan melirik.

"Tentu saja Hans, itu kan tulisan biasa! Bagaimana ka-" Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya ia terhenti, kemudian memandang Hans dan memegang bahunya.

"Hans! Tulisan itu sudah tidak bergerak lagi?!" Ujar Marc setengah berteriak.

Hans tidak menjawab namun Marc  melihat air matanya kembali meleleh. 

"Hans kau mengapa menjadi cengeng sekali sih?!" Tegur Marc dengan tegas, namun ucapannya itu membuat para prajurit memandangnya sambil melotot.

Hans hanya terdiam dan tidak menjawab, namun meninggalkan Marc dan berjalan semakin jauh dari keramaian.

"Tch! Bocah ini!!" Marc mengayunkan tangannya dengan kesal.

Marc hendak mendekatinya, hendak memukul kepalanya agar ia tersadar. Namun sepasang tangan yang kuat menghentikannya. 

Bayu menggeleng memandangnya tegas, Marc kemudian menjawab kesal,"kalian tidak bisa membiarkan keadaan seperti ini berlarut-larut!" 

Ketika ia berucap demikian, tiba-tiba terdengar suara dari arah tempat Hans berada.

"brek.."

Mereka melihat Hans berlutut dengan kepalanya sampai ke tanah, menempelkan keningnya ke batu yang menjadi alas kakinya. 

"TUAAAAAN YU'DAAAAA!"

"BAPAK!"

"TERIMA KASIIIH!" Terdengar kata 'kasih' menjadi sebuah bisikan kecil yang membuat ia terisak keras.

Marc memaksa mendekat, Bayu pun demikian hendak membangunkan Hans. Namun sebuah cahaya keluar dari tubuh Hans, awalnya berbentuk merpati, namun kemudian menjadi seekor singa dengan bulu emas yang begitu besar. 

Cahaya itu membuat seluruh goa dipenuhi sinar seakan-akan matahari muncul di sana.

Bayu dengan sigap memanggil pedang samudra miliknya, Marc pun memanggil panah miliknya. Para pasukan itu pun demikian bergegas mendekat hendak menyerang.

Namun satu dengusan dari singa besar itu menghentikan mereka, tubuh mereka kaku tak mampu bergerak. 

Anehnya Hans tidak menyadarinya, karena begitu besar kesedihannya. Tangannya mencoba mengais-ngais batu keras itu sambil memanggil nama Yu'da berkali-kali. 

"Tuan!"

"Tuan!"

"Bapa, bapa mengapa engkau meninggalkan aku?!" Hans berteriak keras, memegangi dadanya yang terasa sesak, tangannya terluka namun ia tidak memperdulikannya. 

Sang singa besar memandang ke arah kelompok itu dan berkata,"Ia adalah anak yang kukasihi! Jaga dia, karena bersamanya harapan semua makhluk tersimpan!"

Singa itu kemudian mengelus kepala Hans dengan kepalanya, tiga kali ia melakukan hal itu barulah Hans perlahan mengangkat kepalanya. 

Ia terkejut, tersentak.

"Ttuuuuan!" Ujarnya terbata-bata. 

"Mengapa sedih hatimu? Bukan kah aku selalu berada dekat dengan engkau?!" 

"Aku akan menghormati sumpahku dengan engkau! Nak, aku tidak akan meninggalkan engkau!" Ujar Singa itu.

Air mata Hans terus mengalir, namun wajahnya kini tersenyum. 

"Kesedihan dan amarah, jangan biarkan mereka menguasaimu, hingga kehadiran Ku pun tak engkau sadari!" Cahaya itu kemudian menghilang secara perlahan. 

Hans segera bangkit berdiri.

Ia menyeka air matanya, kemudian berucap,"Ayo keluar dari sini!" 

Ia berjalan paling depan, melewati Abner dan Reinald. 

Namun orang-orang itu masih tertegun.

"What the hell!" Georgio mengumpat dengan bahasa Utara. 

"Apa yang baru saja terjadi?!" Kerusuhan tiba-tiba memenuhi tempat itu, mereka masih kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Namun Bayu tersentak, wajahnya terlihat serius. 

"Makhluk itu bukan Danyang, lalu apa?!" Dalam benaknya ia bertanya-tanya. Bayu mengira singa besar itu adalah perwujudan Danyang, namun ia merasakan sesuatu yang lebih besar dari Danyang datang dari makhluk itu.

Ia mengetahui Danyang, karena raja Nusantara memiliki kekuatan yang  ia peroleh dari Danyang yang akhirnya ia taklukkan. Ya, raja atau kakek Hans adalah seorang ahengkara.

Danang melihat ke arah Bayu,"Senopati, mas, napa ingkang wau punika danyang?"

(Senopati, mas, apakah yang tadi itu Danyang?)

Namun Bayu menggeleng,"emboh.."

(Tidak tahu)

"Nanging ingkang pertela langkung kiyat!" 

(Tapi yang jelas jauh lebih kuat!)

**

Ketika semua hal itu terjadi, Lanika yang sebelumnya tertidur membuka matanya yang hitam. Seperti gelapnya malam, mata itu memandang dari kejauhan. Tak ada yang menyadari hal itu, ia kemudian kembali menutup matanya, kehilangan kesadaran.

**

Kelompok itu terus berjalan hingga akhirnya cahaya terang terlihat di ujung goa. Angin kencang masuk dari sana, Cabbon seakan kesetanan ia berlari mendahului yang lain untuk sampai di sana.

Ketika ia sampai, lubang itu hanya berukuran satu hasta sehingga Danang dan Abner bekerja sama untuk memperbesar lubangnya. 

Ketika mereka melihat keluar, mereka terkejut. Mereka berada di atas ketinggian, namun ketika mereka melihat ke bawah jantung mereka seakan mau copot.

Mereka melihat hutan yang bergerak.

"Hhuhhhhutannya bergerak!!!" Teriak Abner. 

Bayu kemudian menariknya ke belakang, dan melihat keadaan,"Bukan, hutannya tidak bergerak, melainkan tempat ini yang bergerak. Maksudku, gunung ini bergerak!" 

Bayu kemudian memalingkan wajahnya ke kiri, menyusuri bukit batu itu yang semakin meruncing kecil dan membentuk kepala besar. Matanya mengernyit, memaksa agar dapat melihat lebih jauh. Ia kemudian mengalirkan jiha ke matanya karena jarak yang begitu jauh sehingga ia mampu melihat lebih jelas. Dan ia menemukan kepala kura-kura raksasa di penghujung pegunungan.

"Lebih tepatnya, gunung ini adalah seekor kura-kura raksasa!" Ucapan Bayu membuat semua orang gempar.

Ia kemudian melihat ke luar lubang, menelusuri tebing di sekitar lubang yang mereka buat.

"Kita bisa berjalan turun melewati pinggiran tebing, namun hal ini akan sangat berbahaya!" Bayu berujar sambil memandang para narapidana dan juga prajurit bawahannya.

"Tak masalah, yang penting kita berhati-hati!" Ujar Abner.

"Aku mulai jengah dengan goa ini, dan aku juga lapar!" Ujar Abner menambahkan, meski tubuh mereka telah terisi oleh jiha.

Kumpulan itu mulai berjalan di sisi tebing dengan sangat hati-hati, beberapa kali mereka bergantian akan terjatuh karena guncangan yang berasal dari gerakan sang kura-kura raksasa yang terjadi tiap kali ia melangkah, ditambah angin kencang yang membuat pria-pria kelaparan itu seringkali tidak konsentrasi.

Beruntung mereka berjalan bersama Bayu, ia beberapa kali menyelamatkan para napi dan prajurit yang hampir-hampir terjatuh, Hans memandang jauh ke Utara, ke balik barisan gunung yang menutupi arah pandangnya. 

Burung merpati yang terbentuk dari jiha melesat keluar dari keningnya dan terbang ke arah Utara.

***

Burung merpati itu hinggap di kepala sang kura-kura raksasa, makhluk itu seketika terhenti. Tubuhnya bergetar kemudian membungkuk dan kembali menjadi gunung.

***

'Gunung' itu bergetar dan membuat para napi dan prajurit nyaris terjatuh, beruntung Bayu menggunakan jiha untuk menekan mereka ke tembok tebing sehingga mereka tidak terjatuh. 

Hans juga menahan napi yang berada di dekatnya agar tidak kehilangan keseimbangan dan terjatuh. 

Kabut tebal menutupi jarak pandang mereka, namun dengan guncangan kuat mereka merasakan gunung itu seakan terjatuh dari langit dengan amat cepat.

"Sialll! Isi perut ku seakan ingin melonjak keluar!" Salah seorang napi berceloteh kesal sambil menempelkan tubuhnya ke tembok tebing agar tidak terjatuh.

"Booom!" Terdengar suara nyaring ketika gunung itu menghantam daratan di bawahnya, beberapa orang dari antara napi dan prajurit melenguh, kepala mereka pusing akibat kejadian itu.

Getaran itu juga membuat hutan di bawah mereka dipenuhi jeritan dan raungan makhluk-makhluk magis dan binatang liar yang menghuninya.

Burung-burung, besar dan kecil keluar dari hutan dan gunung melarikan diri ke segala arah, sementara Hans dan Bayu menelisik sekeliling.

"Kita harus pergi! Sebelum makhluk besar ini bangkit dan berjalan lagi!" Ujar Bayu tegas, para pasukan merespon dengan berlari menuruni celah tebing sambil memegangi tembok tebing.

Para napi pun bergegas, sementara Bayu dan Danang tampak memasang wajah yang serius sepanjang perjalanan mereka menuruni gunung tersebut.

Hutan yang mereka lewati semakin lama semakin rimbun, tak lama matahari dan awan biru pun tak lagi terlihat.

"Mas, hutan ini tidak asing!" Bisik Danang, ia mendekatkan kepalanya dan berbisik pada Bayu.

Bayu mengangguk,"Hutan kematian! Bisa dibilang kita sampai lebih cepat, namun di rute yang jauh lebih berbahaya."

Hans berjalan mendahului para napi dan bergabung dengan Bayu dan Danang, hal itu membuat keduanya tersentak dan membungkuk,"Raden!"

Hans merasa kikuk dan tidak terbiasa dengan cara keduanya menempatkan diri,"Bersikap seperti biasa Paman Bayu dan Paman Danang! Aku merasa sungkan dengan perlakuan kalian."

"Ngomong-ngomong dimanakah posisi kita sekarang?" Sambung Hans.

"Err, Raden mohon maaf tapi kami tidak berani!" Jawab Bayu dan Danang sambil membungkuk dan menunduk, merasa takut untuk berbicara pada Hans sesuai yang bocah itu minta.

"Menjawab pertanyaan Raden, kita berada di dekat salah satu bagian Kekaisaran Maro, Kerajaan Reìndect. Kita berada di daerah Hutan Kematian, salah satu dari dua belas tempat paling berbahaya di Daratan Sylivian."Sambung Bayu yang menjawab pertanyaan Hans dengan ekspresi yang sedikit khawatir. 

Hans menghitung jarinya sambil berfikir, kemudian bertanya lagi,"Berapa lama perkiraan kita sampai di kota terdekat?"

"Biarkan aku memeriksanya Raden, mohon tunggu sebentar." Bayu membungkuk kecil, memohon pamit, kemudian berlari secara vertikal ke salah satu pohon. 

Ia melompati dahan demi dahan hingga akhirnya berada di puncak, matanya kemudian memperhatikan seluruh hutan yang rimbun. Ia melihat asap dari kejauhan, meski kecil namun ia dapat melihatnya. 

Di belakangnya ia melihat sebuah tebing besar yang menyentuh langit, ia bahkan tidak mampu melihat ujungnya yang tertutup awan. 

Ia meluncur turun dan memberitahu apa yang dilihatnya,"Raden, aku melihat asap di kejauhan, setidaknya perjalanan setengah hari dari tempat ini. Bila kita berlari mungkin hanya beberapa jam saja."

"Beruntung kita berhenti di perbatasan antara daerah hutan kerajaan dan hutan kematian yang berada di belakang kita!" Bayu merasa beban terlepas dari pundaknya, ia pun kembali tersenyum.

Hans mengangguk kemudian kembali ke kumpulan prajurit dan napi, mereka kemudian berjalan sesuai arahan Bayu. 

***

Setelah setengah hari perjalanan mereka sampai di salah satu bar yang menyediakan ale dan makanan, kumpulan itu seperti binatang buas yang kelaparan. Piring-piring kosong tersusun di atas meja, tak lama mereka kenyang dan mengelus perutnya yang membengkak.

"Oh Tuhan, nikmat sekali rasanya!" Ujar Abner sambil mengelus perutnya.

"Haha sudah beberapa hari tidak makan, merasakan makanan ini membuat aku ingin menangis." Ujar Cabbon. 

Pengunjung lain memperhatikan mereka, namun kemudian tidak menghiraukan karena mereka bisa melihat bahwa orang-orang ini bukan prajurit biasa.

"Tek tek tek!"

Suara ketukan meja menyita perhatian mereka, Hans berdiri di ujung meja dan memandang mereka semua. Para napi dan prajurit yang sebelumnya saling tertawa dan bercanda tiba-tiba terdiam. 

Bagi mereka posisi bocah itu bukan hanya anak kecil biasa, melainkan penyelamat dan juga pangeran mereka.

"Teman-teman, aku berterimakasih untuk perjuangan kita selama ini. Untuk para teman-teman satu penjara dan prajurit Nusantara, saya berterimakasih."

"Kita sudah berada di tempat yang relatif aman, dan mungkin tempat ini akan menjadi titik perpisahan kita!" Ujar Hans.

Hal itu disambut sorakan terkejut dari para napi, sedangkan para pasukan dan Bayu tidak terlalu terkejut.

"Hei Hans, tapi kenapa? Aku akan tetap mengikutimu!" Ujar Abner, keras. 

"Ya betul! Kau sudah menyelamatkan kami, bukankah kami berhutang padamu?!" Ujar Georgio.

Hans menatap ekspresi mereka, membaca setiap mikro ekspresi dan gerakan terkecil dari wajah mereka.

"Kalian tidak berhutang apapun, kalian sudah membayarnya lunas dengan terus berjuang. Kalian pasti memiliki keinginan yang belum dapat kalian selesaikan, dan mungkin sudah menyerah melakukannya karena merasa seumur hidup kalian akan berakhir di sana".

"Tapi sekarang berbeda, kalian adalah orang-orang merdeka. Saatnya kalian menyelesaikan mimpi dan urusan kalian!" Ujar Hans tegas, ia tidak ingin menahan mereka, tidak ingin pula mereka mengikutinya karena 'hutang budi'.

"Perjalananku akan berbahaya, kalian mungkin tidak tahu kelak apa yang menyerang kalian. Aku akan memberikan kalian masing-masing 100 koin emas, dan kalian bisa pergi. 

"Kalian sudah memiliki kekuatan di atas rata-rata, jadi aku rasa kalian akan aman dengan kekuatan kalian sendiri." Tambahnya.

Author's Note:

Selamat membaca, semangat terus.