"Avi? Itu namamu?"
"Iya"
Avi, apa itu benar-benar namanya..
Siapa orang yang memberi nama anak ini Avi, tunggu sepertinya aku tahu siapa..
"Oke, jadi Avi..."
"Ya?"
Aku mengeluarkan satu koin emas dan menunjukkannya padanya.
"Apa kau menginginkan ini?"
"Wahhh, benarkah?!"
"Tentu, asalkan kamu memberitahuku sesuatu"
"Aku akan memberitahumu apapun"
Hmm, mudah sekali..
Sekarang mari kita tanya tentang orang itu..
"Apa kau mengenal seorang dwarf perempuan berambut perak yang panjangnya sampai kaki? wajahnya sangat lusuh, tapi dia sangat menyukai senjata"
Anak itu terlihat gelisah dan tutup mulut saat aku menanyakannya pertanyaan itu.
Lalu aku mengeluarkan satu koin emas lainnya,
"Aku akan menambah satu koin lagi, apa kau bisa memberitahukanku sekarang?"
Anak itu membungkam mulutnya dengan kedua tangannya sambil menggelengkan kepalanya.
Aku mengeluarkan 2 koin emas dan dagger yang tidak terpakai.
Melihat aku mengeluarkan dagger, anak itu langsung berteriak
"A-aku akan memberitahumu! Ja-jadi, jangan bunuh aku!! Kumohon.."
"Huh? Siapa yang ingin membunuhmu?"
"Kamu? tidak akan membunuhku? habisnya kamu mengeluarkan dagger, kukira itu untuk membunuhku"
Ah..
"Aku tidak akan membunuhmu, tenang saja"
"Benarkah?"
"Ya, asalkan kau berikan dagger ini pada dwarf perempuan itu, dan suruh dia menemuiku di tempat ini malam hari. Apa kau bisa melakukannya?"
"A-aku bisa.."
"Bagus, dan ini 4 koin emasmu"
Anak itu langsung mengambil koin dengan cepat, namun mengambil daggernya dengan sangat lambat ketakutan.
Dia kemudian melesat pergi dengan cepat.
Sina menarik lenganku.
"Hmm? Ada apa Sina?"
"Kak Enzo, apakah dwarf itu kenalanmu?"
"Hmm, yah.. Bisa dibilang begitu"
"Oh.."
Sina terlihat murung.
"Apa dia demam?"
Aku merendahkan diriku dan menempelkan dahiku ke dahinya.
"K-k-k-kak Enzo?!"
"Hmm, panas sekali, dia benaran demam"
Aku kembali berdiri tegap dan melihat wajah Sina sangat merah.
"Betulan demam, dong!"
"Sina, apa kamu demam?"
"Eh? Aku tidak- Hyaa!?"
Aku menggendongnya layaknya tuan putri, dan segera mencari penginapan untuk Sina beristirahat.
Di sepanjang jalan, Sina terus bergumam tentang entah apa aku tidak mengerti apa yang digumamkannya, dan wajahnya sangat sangat merah dan akhirnya tidak sadar.
Aku menemukan penginapan dan segera membayar biaya per malamnya, 3 koin perak. Setelah membayar dan mendapat kunci kamar serta nomor kamar, aku segera masuk ke kamarku dan membaringkan Sina di tempat tidur.
Aku berlari, bertanya kepada pemilik penginapan untuk meminta air panas dan kain bersih, dia bertanya untuk apa.
Lantas kujawab, untuk mengkompres demam, namun pemilik penginapan malah terlihat kebingungan, tetapi tetap memberiku air panas dan kain bersih.
Saat menuju ke kamar aku bergumam sesuatu, "Apa mereka tidak tahu apa itu kompres"
Lalu aku berpikir lagi, "Mungkin mereka terlalu bergantung pada sihir penyembuhan atau ramuan?"
Aku segera mengkompres Sina.
"Paaanaaaaasss!!"
Sina langsung terbangun dan berteriak tepat setelah aku meletakkan kompres di dahinya.
"Sina, aku sedang mengkompresmu cepat kembali berbaring"
"Hah? Kompres?"
"Kau demam kan?"
"Demam? Apa itu?"
"Eh?"
"Apa maksudnya ini, demam? Dia bahkan tidak tahu itu?"
"Wajahmu memerah dan kau tiba-tiba pingsan, dan juga tubuhmu panas"
"M-m-m-merah!!? P-p-pingsan!? D-d-d-an pa-panas? huee.."
Dia kembali pingsan.
"Aneh.."
Aku memeriksa kembali keadaanya.
Panasnya sudah tidak ada.
"Hmm..."
Sudah beberapa jam semenjak Sina tertidur.
Aku duduk di lantai yang terbuat dari kayu, sambil melihat ke ID petualangku.
Nama: Enzo
Peringkat: F
Party: - "Tidak tergabung"
"Kak.. Enzo?"
Sina akhirnya terbangun dari tidurnya.
"Kau sudah bangun?"
"Mmm"
Sina mengangguk.
Aku berdiri, dan berjalan ke pintu.
"Ayo, kita pergi mencari senjata untukmu"
"Eh, tapi kami beastkin, tidak terlalu memerlukan senjata"
"Tapi kamu masih belum bisa mengendalikan kekuatan beaskin mu kan?"
"Ah.. baiklah"
Kami pergi ke beberapa toko senjata, namun kualitas senjata yang mereka punya sangat, sangatlah rendah sekali. Paling tidak menurutku itu kualitas yang rendah, tapi menurut orang lain itu sudah kualitas tertinggi.
"Hmm, sudah kuduga, tidak ada senjata yang bagus selain dari buatan si maniak itu"
"Maksud kakak, dwarf kenalan kakak?"
"Benar, dia adalah pengrajin senjata terbaik di dunia, walaupun sikapnya kurang baik"
"Be-begitukah.."
Hari sudah semakin gelap, orang-orang di jalanan juga sudah mulai berkurang.
"Ah, sudah hampir waktunya, ayo kita temui si maniak itu"
"Baik..."
Kata si pemilik penginapan, jalanan akan sangat sepi kecuali untuk jalanan central, setiap malam disana selalu ramai banyak orang, mau itu orang biasa, petualang, bangsawan, ataupun prajurit yang menikmati istirahatnya.
Kami sampai di gang dimana adalah tempat perjanjianku bertemu dengan kenalan dwarf-ku. Yah, kuharap itu benar dia..
Kami menunggu beberapa menit, sampai akhirnya dia datang..
"Oi"
Dari jauh terlihat sosok bayangan hitam orang pendek, mengangkat tangannya yang sedang memegang sesuatu yang tajam.
"Darimana kamu mendapatkan dagger ini?"
Suaranya sangat familiar denganku.
Aku berjalan menghampirnya sambil menuntun Sina.
"Syukurlah, ternyata itu dirimu.."
"Ahh.. Su-suara ini...."
"Si maniak senjata, atau harus kupanggil... Cille?"
"E-e-e-e-nzo!??"
Cille, mengajakku ke tempatnya.
Dia menyuguhkan beberapa makanan ringan dan coklat.
Sina ragu untuk memakan itu, karena dia belum pernah melihatnya.
"Jadi kamu juga dipindahkan kesini ya... Sudah berapa lama kamu berada disini?"
"Aku baru sekitar seminggu atau dua minggu disini, bagaimana denganmu Cille"
"Unn, yahh, aku sudah 6 bulan disini, aku sangat kesepian tanpamu Enzo, huwaaahhh"
Cille melompat dari tempat duduknya dan memelukku.
"H-hei!"
"Hmm?"
Cille melihat Sina.
"Enzo, apa itu loli baru milikmu? hahhh.. Padahal kau sudah punya aku, dasar tukang selingkuh"
"Ahh..!?"
"H-hei! Jangan mengatakan sesuatu yang bisa membuat salah paham!"
"Hehe.. Bercanda, bercanda"
Cille berdiri di depan Sina.
"Aku Cille, temannya Enzo, namamu siapa?"
"Ahh.. A-aku Sina.."
"Oke Sina, selamat bergabung ke tim kami ya!"
"Tim?"
"Yah yah, jangan terlalu dipikirkan, sekarang kenapa kamu tidak mencicipi ini dulu?"
Cille menawari Sina sepotong coklat.
Sina hati-hati mengambil coklat itu, dan pelan-pelan mencicipinya.
"Mmm... Enak!!"
Ngomong-ngomong, tempat tinggal Cille cukup besar untuk membuat sebuah toko senjata, tapi kenapa dia tidak melakukan itu..
"Aduh.. Gerah sekali"
"Cille..."
"Hmm?"
Cille melepas jaketnya dan menalikan lengan jaketnya di sekitaran pinggul, dia hanya memakai kaos putih oblong, celana pendek di atas lutut dan sepatu coklat tentara.
Rambutnya berwarna perak panjang sampai mata kakinya, wajahnya sangat lusuh bahkan dia mempunyai kantung mata.
"Kenapa kamu tidak membuka toko senjata?"
"Hah.. Sudah jelas kan, karena aku berjanji akan memberikan dan membuatkan senjata hanya untukmu"
"Yah, tapi itu kan, saat kita masih bermain game"
"Mau itu game, dunia lain ataupun dunia nyata, janji adalah janji, TITIK. Hehe"
"A... ahh..."
Aku lupa kalau dia juga punya sifat seperti ini, ini bukanlah kehidupan di game lagi, namun sudah menjadi kehidupan nyata walaupun di dunia lain.
'Sekarang aku menyesal karena sudah mengatakan hal yang tidak, saat di dungeon laba-laba..'
Sekarang, apa masih ada player lain yang terjebak disini. Jika masih ada, itu akan menjadi tujuanku untuk mengumpulkan mereka semua dan mencari cara untuk kembali ke dunia asal kami.