Chereads / Katerina / Chapter 6 - Katerina dan Para Penjahat Sekolah

Chapter 6 - Katerina dan Para Penjahat Sekolah

Pada pertemuan berikutnya dengan 2C, Katerina mengumumkan daftar para pemain yang telah dipilhnya dan segala persiapan yang harus mereka lakukan.

"Pangeran Eric oleh Andy, Putri Aurora oleh Nita, Raja oleh Johan, dan Ratu oleh Tania. Penyihir jahat oleh Desty, peri-peri yang baik oleh Ami, Dian, Nana, dan Riri, serta pengawal oleh Ari. Lainnya akan Miss tentukan menjadi figuran.. Sebelumnya Miss mau bilang bahwa tidak ada peran penting atau tidak penting, besar atau kecil, semuanya sangat diperlukan, sebab tanpa kehadiran salah satu saja peran maka drama ini akan terasa kurang lengkap. Semuanya sangat penting, jadi jangan berkecil hati apa pun peran yang kalian dapat."

Semua bersorak gembira.

Katerina kemudian membuat perencanaan tugas untuk menyiapkan seting panggung dan menjahit kostum dengan biaya sumbangan bersama dan sebagian diambil dari uang kas. Anak-anak yang berminat pada pekerjaan tangan banyak yang menyanggupi dan bekerjasama untuk menyiapkan semuanya, dan sisa dari mereka dipakai Katerina sebagai peran-peran pelengkap dalam naskah.

Semua tampak sangat gembira, bahkan Laura yang hanya kebagian beberapa kalimat sebagai pengasuh Aurora sangat bersemangat dengan perannya, begitu juga dengan Denny yang sakit sewaktu audisi cukup senang menjadi Perdana Mentri dengan satu kalimat melaporkan bahwa seluruh alat pintal di negeri itu telah dimusnahkan.

Hanya Michael yang lagi-lagi tampak tidak terlibat dengan segala kegembiraan mereka. Ia pura-pura menekuni bukunya saat mereka semua ribut mendiskusikan jadwal latihan dan kerja kelompok menyiapkan peralatan pentas.

Katerina merenung… seandainya kata-kata Nita benar, Michael akan menjadi pangeran yang sempurna. Sayangnya Michael tidak tertarik melakukan apa pun demi orang lain.

Mereka sepakat akan mulai latihan minggu depan setelah semua pemain mengakrabkan diri dengan perannya.

***

Latihan pertama yang mereka lakukan di aula sepulang sekolah menarik minat murid-murid dari kelas lain. Kelas 2C sudah terkenal sebagai kelas pengacau dan apa pun yang mereka lakukan pastilah menimbulkan sensasi.

Dengan manis Katerina melarang siapa pun datang menonton latihan mereka karena ia tak ingin anak-anak 2C menjadi grogi. Bahkan beberapa guru yang juga berusaha ikut menonton tidak dibiarkannya masuk.

"Maaf sekali, tapi ini adalah kejutan. Kami mau menyiapkan pertunjukan yang istimewa untuk perpisahan nanti, kalau ditonton sekarang pasti tidak istimewa lagi. Tolong dimaafkan…" katanya dengan nada menyesal.

"Baiklah… yang lain tidak menonton, tetapi saya tetap tinggal…" kata seorang guru perempuan setengah baya yang Katerina ingat dengan baik sikapnya terhadap murid-murid.

"Maaf, Bu… tapi Ibu juga tidak bisa tinggal."

Perempuan itu seketika mendelik. "Tidak bisa?! Tapi saya adalah wali kelas mereka!"

Katerina sadar dirinya akan mendapat kesan buruk tetapi ia tak bisa membiarkan ibu guru itu menonton latihan.

Ia sudah mendengar bahwa beliau tak pernah memperhatikan kelas asuhannya itu. Anak-anak 2C bahkan sangat benci kepadanya karena ia tak pernah membela anak didiknya, malah kerap menjatuhkan posisi mereka. Katerina takut kehadirannya akan membuat anak-anak tak bisa berlatih dengan baik.

"Maaf, Bu Ani… Drama ini tak ada hubungannya dengan pelajaran Biologi, hanya dengan bahasa Inggris saja. Jadi…silakan keluar."

Dengan wajah sukar dilukiskan, wali kelas 2C itu akhirnya berbalik pergi dan mengomel keras-keras tentang guru baru tak tahu diri, sok Inggris, dan pemberi pengaruh buruk pada murid.

Katerina hanya bisa menghela nafas. Ia ingat bahwa kesan pertamanya terhadap sekolah sangat buruk karena bertemu guru yang seperti itu. Ia jadi menyamaratakan semua guru adalah kejam, sok tahu dan tak suka dibantah, serta senang menyengsarakan murid-muridnya sebagai pelampiasan atas semua masalah mereka.

Katerina membenci semua gurunya dan menjadi seorang murid yang sangat bandel. Bersama sahabatnya, Denny, ia terlibat macam-macam kenakalan yang membuatnya akrab dengan kakak kelas yang juga bandel. Suatu kali karena ketahuan melepaskan semua tikus dari laboratorium Biologi, mereka berdua dihukum jemur di lapangan sepanjang hari, kebetulan bertemu dengan tiga orang murid kelas 2 yang dihukum serupa karena tertangkap menyembunyikan narkoba di kamar mandi.

>>>>>>>>>>>>

Katerina tidak malu menjadi satu-satunya anak perempuan yang dihukum di lapangan bersama empat anak laki-laki sampai bel pulang berbunyi.. Ia tidak perduli karena saat itu juga ia menemukan sahabat baru, Raja, Chris, dan Rio.

"Kejahatan kalian itu parah juga…" komentar Katerina mendengar sebab ketiga anak itu laki-laki itu dihukum. "Bisa-bisa melibatkan polisi…"

"Kami nggak bersalah." kata Chris cepat. "Obat itu punya temen gue, si tolol Ferry. Waktu gua tahu dia pake obat kita langsung nasehatin dia supaya jangan make obat itu lagi… Obatnya kita rampas dan waktu mau dibuang ke WC kepergok sama Pak Bambang… Yah.. tahu sendiri, deh.. Kita bertiga langsung dicurigai…"

"Habisnya kalian sudah terkenal berandal…" kata Denny.

Raja dan Chris saling pandang.

"Ah…kita anak manis, kok.." Mereka lalu tertawa berderai. "Yaah…nggak juga, sih…"

Rio hanya tersenyum mendengarnya. Ia memang tidak pernah bicara kalau bisa ditahannya. Tampangnya serius dan sama sekali tidak terkesan bandel, hanya pandangannya yang terkesan kejam yang membuat orang-orang berpikir dua kali sebelum mencari masalah dengannya. Katerina sejak awal sudah memutuskan untuk berhati-hati terhadapnya.

Pada Raja dan Chris ia segera akrab, apalagi sifat Raja yang easy going cocok sekali dengannya, dan Chris yang lucu serta punya banyak ide konyol, berbagi mimpi yang sama dengannya, sangat membuat Katerina terkesan---Ia hampir menduga Chris adalah cinta pertamanya—

Tanpa memandang perbedaan setahun di antara mereka, kelimanya segera akrab dan kemudian terkenal sebagai pengacau-pengacau sekolah. Sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh melakukan kejahatan, hanya bersenang-senang menurut cara mereka sendiri tanpa mengindahkan peraturan, apalagi Rio selalu menjaga agar mereka tidak dijatuhkan para guru lewat pelajaran. Nilai tidak perlu bagus, yang penting isi pelajaran mereka mengerti dengan baik.

Persahabatan itu terus berlanjut walau masing-masing sekolah di SMU yang berbeda. Katerina kembali betemu Rio di SMA dan sejak itu hubungan mereka mulai benar-benar dekat.

>>>>>>>>>>>>>>>>

Mengingat Rio rasanya Katerina ingin sekali meneleponnya dan mendengar suaranya, mungkin mengajaknya makan siang bersama.

Samar-samar ia mendengar dialog peri jahat yang mengutuk bayi malang Aurora, agar pada ulang tahunnya yang ke-16 tertusuk jarum pintal dan mati.

"Oh.. no..! My baby, Aurora…!" jerit Tania dengan gaya antara ragu-ragu dan sedih. "Please… forgive me, Morgan… don't do this to my Aurora…"

"Huahaha….! You shall have my revenge.. Ha..ha..!" Desty berjalan terbungkuk-bungkuk meninggalkan panggung. Raja, Ratu, para peri dan semua figuran segera menangis sedih. Tiba-tiba Dian masuk dan tersenyum manis sekali (Katerina memperhatikan bahwa Dian selalu berusaha berbicara dan memperlihatkan gigi-giginya yang indah pada saat bersamaan).

"Good evening, Your Majesty…"

Katerina memperhatikan dialog demi dialog yang dibaca dengan lancar dan gerakan-gerakan yang masih jauh dari sempurna. Ia sengaja menyuruh mereka semua bermain utuh dari awal hingga akhir tanpa petunjuk darinya. Setelah menyaksikan ini akan lebih mudah baginya untuk menentukan bagaimana sebaiknya ia melatih mereka.

Kini Aurora telah dewasa dan ia bingung kenapa tidak ada lagi pakaian-pakaian bagus di seluruh negeri, yang ada hanyalah pakaian usang dan kain-kain yang sudah tua.

Akhirnya ia tahu dari pengasuhnya bahwa 16 tahun yang lalu semua mesin pintal pembuat pakaian telah dimusnahkan raja untuk mencegahnya terkena kutukan Morgan yang diucapkan karena beliau lupa mengundang Morgan ke perayaan kelahiran Aurora.

Nita memainkan perannya dengan cukup baik, pikir Katerina. Setelah mendengar bahwa Morgan hidup di Menara Hitam Aurora bergegas pergi ke sana memohonnya untuk mencabut kutukan itu. Laura yang berperan sebagai pengasuhnya terkejut dan segera berteriak-teriak menahan tuan puterinya agar jangan ke sana. Aurora berkeras dan berusaha melepaskan diri tapi pengasuhnya memegang ia dengan sekuat tenaga. Katerina heran melihat kerasnya pergumulan itu.

"Let me go!" teriak Nita.

"Please, Princess… don't go..!" Laura menarik Nita terlalu kuat dan sang puteri pun jatuh ke lantai dengan cukup keras.

"Laura kok beneran, sih?" omel Nita kesal. "Kamu nariknya pelan aja, deh… terus cepat lepasin aku biar bisa lari ke Menara Hitam…"

"Maaf..." kata Laura pelan.

"Iya, Laura… kamu memang harus menahan Aurora tapi adegannya pura-pura saja. Kasihan, kan, kalau Nita jadi terluka…" kata Katerina.

"Maaf, Miss.." Laura tertunduk. "Saya berpikir pengasuh harus menahan Puteri dengan sekuat tenaganya karena dia tahu kalau sang puteri sampai celaka dialah yang harus bertanggungjawab. Raja akan menghukumnya dengan sangat berat…"

Katerina tertegun. Ia memandang Nita dan Laura berganti-ganti… Ia baru menyadari bahwa Laura yang pemalu itu berbakat sekali dalam drama.

"Kamu benar," katanya kemudian.

Katerina menjadi bingung. Ia memiliki dilema bahwa dramanya tidak memiliki pangeran yang cukup baik dan pengasuh yang berakting lebih bagus daripada tuan putrinya. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa Laura tidak bersedia ikut audisi sebagai Aurora padahal ia sangat berbakat.

"Laura…" panggilnya saat anak-anak lain bersiap untuk pulang.

"Ya, Miss?"

Katerina mencoba mencari kata yang tepat. "Bagaimana pendapatmu bila Miss memberikan peran Aurora padamu?"

"Saya?"

"Iya. Miss merasa kamu sangat berbakat."

Laura memandang Katerina lama sekali, kemudian ia tertunduk.

"Saya tahu, tapi saya murid baru… dan tak punya banyak teman."

Ia lalu berbalik dan pergi.

Katerina sadar Laura tidak ingin Nita marah padanya karena merebut peran Aurora yang sangat Nita inginkan. Katerina menghela nafas dan mengangkat bahu.