Chereads / Echoes Of Love|GAoW1| / Chapter 33 - Echoes Of Love|GAoW1| [33]

Chapter 33 - Echoes Of Love|GAoW1| [33]

Hallo.

Aku balik lagi menyapa.

Pada seneng gak?

Hahahah

Kenapa mereka bawa hawa kesedihan terus sih kak? Aku yang baca kan ikut sedih.

Jawaban: baca terus nanti ketemu jawaban nya hahaha

Jangan lupa vote dan kasih dukungan biar semangat update.

Happy reading!

__________

Matahari sudah mulai terbenam dan hari juga sudah mulai menggelap. Lova sudah selesai memasak makan malam untuk mereka berdua dan Aiden sudah duduk rapi di meja makan sambil memainkan ponsel genggam nya dengan serius. Mungkin dia sedang bekerja sekarang.

Lova meletakkan dua piring spaghetti bolognese yang terlihat sangat menggiurkan. Daging giling,paprika iris dan bawang bombay iris menyatu dengan bumbu saus lainnya. Parutan keju yang sudah meleleh membuat lidah siapapun yang melihatnya bergetar hebat ingin merasakannya. Aiden menghentikan aktivitasnya lalu menatap hasil pekerjaan Lova dan tersenyum bangga.

"Masakan mu bahkan lebih indah jika dibandingkan dengan chef yang ada di restaurant milikku." Ucap Aiden sembari menatap Lova dengan tatapan bangga lalu tersenyum. Oh dear jangan senyum itu lagi.

Lova tertawa ringan. "Masakanku dengan masakan chef yang ada di restaurant milikmu berada pada level yang sangat berbeda. Tak bisa dibandingkan atau mungkin sama sekali tak sebanding."

Aiden ikut tertawa namun bukan karena perkataan Lova melainkan ekspresi serta suara tawa Lova yang menularkan perasaan bahagia dan hangat. Salahkan saja dia yang terlalu mempesona hingga membuat jantung Aiden berdebar. Sial!.

"Apapun pendapatmu, bagiku semua masakanmu sudah menjadi makanan favoriteku." Ucap Aiden sebelum memasukkan spaghetti yang telah ia putar menggunakan garpu kedalam mulut.

Lova tersipu malu dan mulai salah tingkah saat melihat Aiden yang kembali tersenyum. Sialan pada hormon wanita nya yang berlebihan. Lova menepuk-nepuk kedua pipinya dengan kencang agar raut wajahnya tak terlihat merona.

'Sadarkan dirimu Lova! Jangan berlebihan! Kau itu bukan orang yang berarti untuk Aiden jadi berhenti berharap!.'

"Hmm enak!." Ucap Aiden antusias.

Lova menatap Aiden dengan tatapan lega. Dia selalu khawatir kalau masakan nya tidak sesuai dengan selera Aiden. Tapi tidak pernah sekalipun Aiden mengeluh atau protes pada semua makanan yang ia masak. Ia sangat berterima kasih pada fakta Aiden yang tak pilih-pilih makanan.

"Ibuku dulu suka memasak ini untuk kami karena ayahku keturunan Itali." Ucap Lova sambil tersenyum.

"Ayahmu orang Itali?." Tanya Aiden terkejut.

"Kakek ku orang Itali dan nenek ku orang America tapi ayahku lahir di Indonesia jadi aku tak tau dia orang mana sebenarnya." Ucap Lova sambil memutar-mutar Spaghetti miliknya menggunakan garpu.

Aiden tertawa melihat ekspresi kebingungan Lova yang menurutnya sangat menggemaskan. Ia tak menyangka kalau Lova akan terbuka dan mulai berani menceritakan tentang keluarga nya walau tidak terlalu spesifik. Ya selama ini Aiden memang tak pernah memaksa Lova untuk terbuka atau menceritakan kisah hidupnya sebelum bertemu dengan Aiden. Menurutnya biarlah semuanya berjalan secara alami dan tanpa paksaan.

Masa lalu memang penting untuk diketahui tapi kita sekarang berada di masa kini dan akan menjalankan masa depan jadi mari lebih fokus pada apa yang ada di depan kita sekarang, Lova.

"Daddy Sam orang mana?." Tanya Lova penasaran.

Aiden mengangkat sebelah alisnya keatas. " Pria tua itu?."

Lova melipat kedua tangan nya kedepan dada. "Pria tua itu tetap ayahmu bagaimana pun juga jadi hormatilah dia."

"Baiklah baiklah sekarang jangan marah oke?." Ucap Aiden sedikit panik. Takut Lova akan kembali mendapat serangan panik seperti tadi.

"Aku tidak marah." Ucap Lova sambil terkekeh.

Aiden menatap Lova dengan tatapan menyelidik untuk memeriksa apakah Lova benar-benar tidak marah dan Lova memang berkata jujur.

"Hanya saja aku merasa kamu menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan untukmu."

"Maksudmu?." Tanya Aiden tak mengerti.

"Memiliki orang tua yang utuh sampai umur mu yang sekarang itu adalah sebuah anugerah. Jadi bersyukurlah." Ucap Lova lalu kembali tersenyum. Tapi entah kenapa Aiden merasa senyum itu palsu karena ia tak merasakan kehangatan sedikitpun di dalamnya.

"Memangnya orang tua mu berada dimana?." Tanya Aiden penasaran.

"Orang tua ku?." Tanya Lova dengan wajah sendu namun dalam hitungan detik ia merubah kembali ekspresi nya menjadi ceria.

"Iya."

Lova menarik napas lalu menghembuskan nya lagi dan kembali tersenyum.

"Mereka.. sekarang berada di tempat yang lebih indah."

Aiden menatap Lova dengan tatapan bersalah. Dia baru mengetahui kalau Lova adalah anak yatim piatu. Haruskah ia merasa bersalah karena telah melibatkan wanita ini dalam rencananya?. Tapi bukankah wanita ini sendiri yang setuju pada kesepakatan ini? Ya tidak perlu merasa bersalah.

"Sejak kapan?." Tanya Aiden pelan dan sedikit ragu.

Lova berpikir sejenak untuk mengingat saat terakhir ia melihat orang tua dan kakak nya. Dia kembali sedih memang tapi rasanya kini ia mulai mencoba untuk berpikir positive dari kejadian itu. Jika selamanya ia bersikap sedih maka orang tua dan kakaknya akan merasa sedih juga kan disana?.

"Mungkin 13 tahun yang lalu."

"Berarti saat itu kau berumur 10 tahun?." Tanya Aiden terkejut.

"Bagaimana kamu tau?." Tanya Lova balim dengan tak kalah terkejut nya.

"Aku melihat tanggal dan tahun lahir mu di Curriculum Vitae."

"Pantas saja." Jawab Lova sambil tertawa.

Aiden ikut tertawa seperti orang bodoh. Sialan pada semua pesona yang wanita ini miliki. Aku sudah tak tahan menahan ego ku. Sudah terlanjur terlihat seperti pria bodoh maka biarlah seperti itu. Toh juga Lova tak menyadari nya kan. Harga diriku selamat kali ini. Jadi mari nikmati perasaan hangat ini sejenak.

"Aku penasaran kenapa kamu dan Daddy Sam tidak akur." Ucap Lova sambil menatap Aiden yang juga tengah menatapnya.

"13 tahun yang lalu ada sesuatu yang membuat aku tak bisa memaafkan diriku sampai sekarang dan itu ada hubungan dengan nya."

"Apa itu ada hubungan nya dengan lukisan yang kamu buat?." Tanya Lova penuh hati-hati.

Aiden menghentikan kegiatan makan nya sejenak. Dia mengulum bibirnya sebentar sambil berpikir. Apa aku salah menanyakan pertanyaan?. Apa itu sesuatu yang tak ingin ia bahas dengan orang lain?.

"Iya." Jawab Aiden

"Maafkan aku." Ucap Lova bersalah.

"Tak perlu merasa bersalah. Itu memang hukuman dari Tuhan untukku dan aku akan menerimanya untuk menembus segala kesalahan ku padanya."

Aiden maupun Lova kembali melanjutkan memakan makanan mereka sampai habis tanpa suara. Setelah itu Lova kembali ke kamar dan Aiden ke ruang kerja untuk bekerja. Setiap mereka ingin mulai membuka hati satu sama lain pasti akan berakhir seperti ini.

Mungkin memang benar kata orang. Bahwa takdir Tuhan memang tak bisa kita prediksi seperti apa akhirnya. Apakah happy ending atau sad ending. Tapi sebenarnya apapun menurut kalian akhirnya. Takdir Tuhan akan selalu berakhir sad ending. Karena apa?.

Karena Tuhan akan memisahkan kembali dua insan yang telah ia satukan melalui kematian.

Lova membuka kedua matanya secara perlahan. Ah.. Hari sudah kembali pagi dan dia sudah memikirkan ingin memasak apa untuk sarapan mereka.

Tunggu.

Kenapa aku berada di dalam pesawat?.

Lova menatap sekelilingnya lalu menatap Aiden yang masih tertidur pulas di sampingnya.

"Ahh! Ini pasti mimpi! Sadar Lova! Sadar!." Ucap Lova sambil menepuk kedua pipinya dengan kencang dan itu sukses membangunkan Aiden.

"Hey.. Kau kenapa?!."

Aiden meraih kedua tangan Lova dengan panik. Tidak mungkin kan Lova bakal pingsan lagi? Masalahnya adalah mereka tengah berada diatas udara alias berada dalam pesawat.

"Cubit aku!." Teriak Lova dan Aiden langsung mencubit pipi Lova.

"Awww!." Teriak Lova kencang dan Aiden langsung melepas cubitannya.

"Ini bukan mimpi kan?." Tanya Lova pada Aiden yang tengah terheran-heran dengan tingkah Lova.

"Menurutmu apa di mimpi kau bisa merasakan sakit?." Tanya Aiden kembali dan Lova hanya menggeleng.

"Aku penasaran jangan-jangan kau sering memimpikan aku. Jangan bilang kau melakukan hal mesum padaku di mimpi mu itu." Ucap Aiden lalu tertawa keras.

Lova menatap Aiden dengan sinis lalu membuang muka kearah jendela pesawat yang menampilkan gumpalan awan yang menyerupai kapas atau mungkin permen kapas? Entahlah kira-kira seperti itu.

"Kita akan kemana?." Tanya Lova pada Aiden yang kini tengah sibuk pada laptop yang berada dipangkuannya.

"Paris." Jawab Aiden singkat.

"Apa?!."

___________

To be continuous