Hallo hallo.
Udah lama nungguin ya haha.
Aku sakit beberapa hari ini :(.
Oh ya main tebak-tebakan yuk!
Kira-kira Lova udah ingat belum sama Aiden?
Atau dia udah ingat masa lalu nya tapi masih belum sadar sama Aiden?
Hayoo
Coment dah dibawah menurut kalian gimana.
_________
Aiden terus menggenggam tangan kanan Lova dengan erat selama dokter memeriksa keadaan Lova. Tak sedetik pun Aiden melepas tangan Lova dari genggaman nya. Sesekali tanpa sadar Aiden mengecup punggung tangan Lova beberapa kali. Entah kenapa dia merasa harus melakukan itu. Antara modus atau gak sadar sih beda tipis ya. Gak tau sih kalau menurut Aiden nya sendiri hehe.
"Bagaimana keadaannya?."
"Keadaan Mrs. Lova sekarang sudah stabil dan membaik. "
"Apa ada penyakit serius pada dirinya?." Tanya Aiden sambil menatap dokter itu dengan tatapan tajam.
"T-Tidak ada penyakit yang serius tapi ada sedikit gangguan pada psikis Mrs. Lova." Ucap dokter itu gugup.
"Gangguan psikis?." Tanya Aiden sembari mengangkat sebelah alisnya keatas.
"I-Iya tuan. Biasanya disebabkan oleh trauma masa lalu yang membuat dia terkadang tak dapat mengatasi rasa takut atau sakit yang dia rasakan. Jika sudah terlalu panik maka dia akan kehilangan kesadarannya. Untuk kasus seperti ini saya sarankan agar Mrs. Lova melakukan konseling atau terapi di rumah sakit jiwa terhadap trauma nya agar tak menimbulkan penyakit serius lainnya." Ucap dokter itu panjang lebar sedangkan Aiden sudah menunjukkan kemarahan yang siap meledak sebentar lagi.
"Maksud kau istriku ini sudah tidak waras sampai harus terapi di rumah sakit jiwa dan melakukan konseling?! Apa kau sudah tau pasti dia benar-benar mengalami trauma atau tidak?! Apa kau bisa menjamin kalau dia trauma karena masa lalu?Selama dia bersamaku dia tidak pernah menunjukkan keanehan seperti yang kau bilang! Kau mau mati hah?!." Ucap Aiden penuh emosi dengan tangan kanan nya yang telah mencengkram kerah baju pria malang itu.
Apa-apaan dia!. Seenaknya berbicara seolah-olah Lova adalah orang yang akal nya sudah tidak sehat lagi. Dia ini dokter atau bukan sih? Atau menjadi dokter hanya untuk ajang pamer bahwa dia seseorang yang hebat melalui profesi itu? Cih.
"Ma-Maksud saya agar Mrs. Lova beristirahat dan jangan memikirkan hal yang bersangkutan dengan trauma yang dia miliki." Ucap pria itu ketakutan setelah menatap kedua mata Aiden yang menatapnya dengan tajam.
"Jangan kembali lagi kesini ataupun berbicara hal tidak masuk akal seperti tadi."
"Kalau sampai terjadi maka aku akan membuat kau membusuk di rumah sakit jiwa!."
Pria itu langsung berlari ketakutan sedangkan Aiden kembali duduk disamping Lova seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya. Pikirannya kini tak menentu. Dia tidak menyangka kalau Lova bakal sampai memiliki trauma yang parah yang seperti dokter itu bilang. Sebenarnya yang dibilang oleh dokter itu semuanya masuk akal tapi hati ini tak terima kalau perkataan buruk itu menimpa Lova. Apalagi semua perkataan itu mulai mengganggu pikirannya. Shit!.
Di satu sisi dia khawatir akan rencana nya yang kini berantakan tapi disisi lain dia juga mulai mengkhawatirkan hal buruk yang dialami Lova.
Dia merasa serba salah.
Aiden ingin membantu Lova tapi dia sendiri tidak tau apa-apa mengenai Lova. Wanita itu seakan menutup dirinya rapat-rapat tanpa celah. Tak membiarkan siapapun mengetahui rahasia hidupnya. Sedikitpun.
"Sebenarnya kamu itu siapa?."
Aiden menatap lekuk wajah Lova dengan tatapan yang sulit di mengerti. Terpaan sinar matahari sore menyinari muka Lova dan itu semakin memperjelas kecantikan yang melekat pada wajahnya.
"Andai kita bertemu jauh sebelum semua masalah ini, apa kita akan jatuh cinta dan hidup bahagia?."
Suara dering handphone memecah pemikiran Aiden. Tanpa berlama-lama dia langsung mengecek ponsel nya lalu menatap Lova sejenak sebelum memutuskan untuk pergi ke balkon kamar dan menerima panggilan itu.
"Aku sudah bilang tak ingin di ganggu beberapa hari ini!." Ucap Aiden marah.
"..."
"Apa kau tak bisa mengurus hal sekecil ini sendiri?!." Teriak Aiden marah.
"..."
"Tunda saja pertemuannya, aku tak bisa berpergian ke luar kota saat ini!."
"..."
"Once i said can't, it's still can't!!."
"..."
Aiden mengumpat kasar lalu mencoba menenangkan dirinya. Pekerjaannya memang tak akan pernah bisa ditunda. Bisa dikatakan perusahaan miliknya sudah menguasai pasar internasional sehingga perusahan miliknya adalah perusahaan yang paling diminati untuk diajak bekerja sama ataupun dipercayai untuk mengerjakan proyek-proyek besar dunia. Terima kasih pada kerja keras yang ia lakukan saat muda dan tentu saja nama keluarga terhormat pria tua itu. Thank's old man.
"Oke. I will go."
Aiden mematikan sambungan telpon nya dengan kasar lalu memasukkan nya kembali ke kantong celananya. pikirannya kembali bertambah dan bercabang. Masalah seolah berlomba untuk datang walau hanya sekedar menyapa. Sungguh sial.
Tapi dari situ Aiden belajar sesuatu tentang kehidupan. Pelajaran berharga yang tak akan mungkin dia dapatkan dari sekolah atau darimana pun. Belajar melepaskan dan mendapatkan sesuatu melalui keputusan yang dia lakukan.
But it's never work.
Dia tetap kehilangan diluar keputusannya dan kadang tak mendapatkan apa yang ia perjuangkan.
Mungkin kuasa Tuhan lebih besar dari kuasa nya. Dan itu memang benar.
Aiden menyesap rokok yang entah sejak kapan sudah bertengger di mulutnya. Matahari sudah berada sejajar dengan dirinya dan Lova belum juga sadar. Mungkin sebentar lagi dia akan bangun. Aiden menghembuskan asap rokoknya ke udara dan mengulangi nya berkali-kali. Sedikit asap yang ia sumbangkan tidak akan membuat lapisan ozon cepat menipis bukan?.
"Udara nya terasa segar tapi sayang nya kau mencemari nya."
Aiden terkejut karena Lova sudah berdiri disampingnya dengan tegap dan sehat seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Dan tanpa rasa bersalah karena telah membuat orang lain panik dengan santai nya dia malah memasang wajah ceria dengan sebuah senyuman. Apa yang wanita ini pikirkan?. Apa ini normal untuk seorang manusia?.
"Kau sudah bangun?." Tanya Aiden sambil menyelidiki wajah maupun badan Lova.
"Seperti yang kau lihat. Aku berdiri dan berbicara padamu."
Aiden mendengus tak percaya. Wanita yang bernama Lova ini memang ahli mempermainkan orang. Sejenis wanita yang patut diberi cap bahaya. Kenapa seperti itu?. Seperti yang kalian lihat bahwa sikap nya tak bisa diprediksi apalagi isi pikiran dan hatinya. Sangat sulit ditebak. Tipe-tipe wanita merepotkan. Wanita yang suka menebar bom tanpa bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Misterius dan penuh kejutan.
"Apa kau lapar? Mau makan sesuatu?." Tanya Lova pada Aiden yang masih menyesap rokoknya.
"Bukankah seharusnya aku yang menanyakan itu?."
"Hey ayolah. Apa orang yang menanyakan itu penting sekarang? Siapapun yang menanyakan itu bukankah hasilnya tetap sama? Kita akan tetap makan."
"Up to you." Jawab Aiden.
"Bagaimana kalau spaghetti? Kamu suka?." Tanya Lova bersemangat.
"Boleh."
"Baiklah kalau begitu aku turun duluan ya!."
Lova meninggalkan Aiden tanpa ada ragu sedikitpun sedangkan Aiden hanya melihat punggung Lova yang perlahan mulai menjauh lalu akhirnya menghilang dibalik pintu yang tertutup.
Satu fakta baru lagi untuk Lova.
Bahwa Aiden adalah seorang perokok. Entah karena dia suka merokok atau hanya sekedar tempat pelampiasan nya untuk melepas penat. Semua alasan itu tak ada yang ia suka. Lova menyandarkan tubuhnya pada pintu kamar. Tubuh dan pikiran nya terasa lelah walaupun dia sudah sadar satu jam yang lalu dan memutuskan untuk memperhatikan Aiden selama satu jam penuh tapi entah mengapa tubuh dan pikiran nya tetap terasa lelah.
Apa karena ingatan itu kembali timbul?.
Lova menghembuskan napasnya kasar. Hati nya kini gusar dan gelisah. Dia tidak tau harus berbuat apa dan di sisi lain dia mulai meragukan perasaan nya sendiri.
Apakah mengingat kembali semuanya adalah hal yang benar?.
Tuhan.
Tolong beritahu aku.
Aku harus bagaimana?.
___________
To be continuous