Vaqsyi kemudian menatap burung phoenix yang muncul kembali, mengepakkan sayap merahnya di belakang Nain.
"Dia.. hidup?" Vaqsyi tercengang.
Begitupun dengan Fiyyin, Galtain dan jin di sekitar yang masih tersisa. Ini adalah pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah. Melihat secara langsung pemimpin hewan Gaib sesungguhnya.
Gerombolan kupu-kupa cahaya tadi berpencar menjadi dua. Mereka membentuk lingkaran dan mengelilinginya. Perlahan, benda tajam tercipta ditengah-tengah mereka. Ya, pedang yang sangat panjang dan tajam. Memancatkan cahaya yang sangat terang. Gagangnya di hiasi dengan tali putih bermotif kupu-kupu.
Tubuh Nain yang melayang berubah posisi berdiri. Matanya seketika terbuka sempurna. Iris matanya memancarkan warna silver bercahaya. Pandangannya sudah tertuju pada pedang di hadapannya. Tangannya menjulur kedepan bersama kupu-kupu cahaya yang indah masih mengelilinginya. Perlahan pedang itu mendekatinya, hingga tepat di dekatnya, Nain mengambil pedang itu dan memegangnya di hadapannya.
Matanya kini tertuju pada Vaqsyi yang tengah berdiri sejak tadi menyaksikannya. Namun Vaqsyi tak ingin lengah, ia kembali menatap botol darah di tangannya, "Tidak perlu ritual, aku akan langsung meminumnya dan mengalahkan manusia itu!"
Vaqsyi kemudian membuka tutup botolnya dan hendak meminumnya, namun tiba-tiba botol itu terpental jauh saat Nain memainkan matanya.
"Manusia? Siapa yang kau anggap manusia? Aku adalah pemimpin Hewan Ghaib. Afanas Agesislao."
Vaqsyi terkejut. Begitupun dengan Fiyyin, Galtain dan lainnya. "Mungkinkah? Ia hidup sebagai pemimpin hewan Gaib? Afanas?" gumam Fiyyin dengan tatapan tak percayanya.
"Dia, bukan manusia lagi?" gumam Galtain menimpali.
"Berhenti bicara omong kosong!" Vaqsyi melawan rasa takutnya dan meninggikan nada bicaranya.
Dengan gemetaran, Randi berpindah tempat di sebelah Vaqsyi. "Apa yang harus kita lakukan? Aku dengar, pedang yang di tangannya adalah pedang kematian yang tak tertandingi. Saat dia mengarahkan pedang itu pada tergetnya, tanpa menyentuh, cahaya pedang itu akan langsung membunuh targetnya."
"Berhenti membual! Panggil seluruh pasukan perang yang tersisa di luar untuk membunuhnya." titah Vaqsyi dengan kesal.
"Semua pasukan perang di luar sudah habis oleh Hewan Gaib."
"Si*l! Para makhluk menyebalkan! Tidak ada cara lain, aku harus mengeluarkan kekuatan mayaku."
"Itu tidak akan cukup. Kekuatan mayanya sudah jelas lebih besar." Randi menatap takut ke arah yang menyebut dirinya sebagai Afanas dan terus menatap tajam kearah Vaqsyi dan dirinya.
"Kalau begitu, keluarkan api hitam dari nerakamu!"
Randi terkejut, "A-apa? Aku akan mati jika melakukannya."
"Kau tetap akan mati tanpa melakukannya. Lakukan perintahku!"
"S**l!!" Randi kemudian menatap tajam ke arah Afanas, menyatukan kedua tangannya kemudian membentuk bola api yang semakin membasar. Dengan kekuatan penuh, Randi mengarahkan bola apinya ke arah Afanas.
Nain tetap pada tempatnya, kedua tangannya masih menggenggam pedang cahaya. Namun bola api tersebut semakin mendekat, Fiyyin dan Galtain yang melihatnya merasa khawatir.
Detik berikutnya, Burung Phoenix melawan bola api tersebut dan mengarahkannya ke atas. Dari itu, tercipta getaran dahsyat di dalam istana dan membuat runtuhnya atap istana dan barang-barang berjatuhan ke lantai yang retak.
Randi memuntahkan darah segar dari mulutnya dan terduduk di lantai setelah mengeluarkan api hitam dari neraka nya. Api dari neraka yang di ciptakan oleh Randi, menjadi sia-sia dan malah menghancurkan istana Vaqsyi. Vaqsyi yang menyaksikannya menjadi sangat kesal. Matanya kemudian tertuju pada botol darah yang jaraknya 10 meter darinya. Vaqsyi berlari cepat ke arah botol itu, kemudian kupu-kupu cahaya terbang cepat ke arah Vaqsyi, membuat lingkaran dan merantai leher Vaqsyi. Mereka menarik tubuh Vaqsyi ke hadapan Nain.
Vaqsyi dengan napas tersengalnya menatap wanita di hadapannya. "K-kau tidak bisa-membunuhku. Tu-buh ini bukan-milikku."
Nain menyeringai, "Aku tidak perduli."
Vaqsyi berlih menatap Fiyyin yang tak jauh darinya, "Fiy-yin, dengarkan aku. Ji-wa Vaqsyi yang-asli masih ada. A-ku tidak berbohong. Saat kau ter-luka jiwanya mene-teskan air mata." ucap Vaqsyi dengan terbaik-bata. "Ce-pat! Hentikan wanita gila i-ni sebelum dia membu-nuhku!"
Fiyyin mulai terusik dengan ucapan Vaqsyi. Fiyyin kemudian menatap Nain dengan lirih, "Kumohon.." mendengar suara Fiyyin membuat Vaqsyi tersenyum kecil. Kemudian Fiyyin melanjutkan ucapannya, "Bunuh dia!"
Vaqsyi menoleh terkejut, "Ti-dak!! Vaqsyi masih hidup. Ka-u tidak bi-sa membunuhnya!"
Fiyyin memegang dadanya yang terasa sakit dan berteriak, "Cepat? Bunuh dia!"
Afanas seketika mengangkat pedangnya dan mengarahkan ujung pedang ke arah Vaqsyi. Saati itu juga, darah menyembur keluar dari perut Vaqsyi dan mulutnya.
Fiyyin menangisi kematian Vaqsyi, "Aku tahu, kaupun tertipu olehnya. Aku yakin, kau akan lebih memilih mengakhiri hidupmu dari pada membiarkan dia menggunakan tubuhmu untuk kajahatan dan keserakahannya."
Galtain berjalan mendekati Fiyyin dan mengusap bshunya. "Pilihan yang tepat. Kau membuat keputusan dengan benar."
Fiyyin mengangguk pelan kemudian beralih menatap Nain. "Akhirnya kau bisa melakukannya sendiri. Seperti yang kau katakan sebelumnya dan saat itu."
Afanas menatap dingin ke arah Fiyyin. "Aku tidak mengerti ucapanmu." Nain kemudian menaiki burung Phoenix dan menatap Fiyyin sebentar. "Tolong bereskan kekacauan ini. Aku tidak ingin Raja Iblis sampai mengetahuinya. Dan segera cari pengganti pemimpin bangsa Ghaur."
Galtain terkejut dengan ucapan Nain. Begitupun dengan Fiyyin. Sementara Afanas hendak mengalihkan pandangannya namun teriakan Fiyyin menghentikannya.
"Jangan mengalihkan pandanganmu dariku! Aku tahu! Kau hanya berpura-pura karena kejadian sebelumnya. Sekarang sudah selesai, aku akan memulihkan tubuhku dan kita bisa bersama lagi."
"Beraninya kau meninggikan suaramu padaku? Setelah aku menyelamatkanmu dari keserakahan Raja Ghaur!"
Galtain lagi-lagi tercengang. "Apa yang kau bicarakan? Kami mencoba menyelamatkanmu! Beraninya kau,"
"Aku tidak ada waktu untuk berdebat dengan kalian. Setelah ini, kita tidak ada urusan lagi untuk bertemu."
Fiyyin merasakan sakit di dadanya melihat perubahan wanitanya, "Ayahmu? Bagaimana dengan ayahmu? Apa kau juga akan membiarkannya?"
Afanas diam sebentar kemudian membuka suara, "Aku tidak memiliki ayah." ia kemudian berbalik dan memerintahkan burung Phoenix untuk pergi.
"Hah," Fiyyin menghembuskan napasnya tak percaya sambil menatap punggung Nain yang semakin jauh. Bibirnya bergetir, dadanya terasa sakit melihat wanitanya yang pergi. "Pada akhirnya, aku hanya bisa melihatmu dari belakang."
Galtainpun menghembuskan napasnya, "Kurasa otaknya bergeser saat ia hidup kembali." gumam Galtain dengan kesalnya.
"Kumohon. Kembalilah.. " Fiyyin bergumam pelan sambil memejamkan matanya. Mengharapkan wanitanya mendengar isi hatinya.
Sementara Afanas, pergi bersama hewan Gaibnya. Seketika air mata menetes dari pelupuk mata kanannya. Ia heran, kemudian menyeka air matanya. "Ada apa denganku?"