2 hari kemudian. Fiyyin terbangun setelah tidur panjangnya dari luka tusuk di perutnya. Ia mencoba mengerjapkan matanya hingga akhirnya berhasil menatap langit-langit dengan sempurna. Seketika pikirannya tertuju pada Nain, seingatnya ia terakhir kali menatap kepergian wanitanya yang telah berubah menjadi pemimpin hewan Gaib, tak lama dati itu tiba-tiba lukanya semakin terasa sakit dan membuatnnya tak sadarkan diri. Fiyyin kemudian lekas bangun dari tidurnya.
"Kau sudah bangun?" Galtain terbangun dari atas sofa yang tak jauh dari Fiyyin.
Fiyyin terlihat kebingungan sambil menatap sekitar. "Apa aku bermimpi?"
Galtain menghembuskan napasnya dan duduk. "Maksudmu, wanitamu menjadi Afanas? Itu nyata, kau sudah tertidur selama 2 hari."
"Aishhh..." Fiyyin segera berdiri dan berjalan keluar.
"Hoy! Kau mau kemana?" Galtain menatap Fiyyin yang berlari meninggalkannya, "Ah, sudah pasti mencari wanitanya. Tapi, ini di istana Issy, bagaimana dia akan turun sementara ia tidak tahu cara menggunakan sayapnya?"
Tanpa memperhatikan sekitar lagi, Fiyyin berjalan cepat ke luar. Arsyi dari dekat singgasana melihat Fiyyin berjalan mendekat kemudian menghampirinya.
"Anda mau kemana, tuan? Rakyat Issy sudah menunggumu di luar."
"Apa maksudmu?" Fiyyin masih berjalan terburu-buru keluar.
"Rakyat sudah mengetahui isi surat itu. Surat penobatanmu," seru Arsyi lagi sambil mengikuti jalan Fiyyin.
Seketika langkah Fiyyin terhenti dan menoleh. "Apa maksudmu? Kau memberitahu mereka tentang penobatanku? Atas dasar apa kau melakukannya?" Fiyyin kemudian berhenti dan menatap sekitar. "Kenapa aku di bawa kesini?!" Fiyyin berteriak kesal.
"Maaf atas kelancanganku, tuan. Sebelumnya Pangeran Galtain ingin membawamu ke Istana Jalis. Namun, saat anda tidak sadarkan diri, pertengkaran hebat terjadi antara Raja Jalis dan Pangeran Galtain. Kemudian aku mengusulkan untuk membawa anda ke sini karena anda benar-benar butuh pertolongan, hanya ini satu-satu tempat yang anda miliki sekarang. Namun saat kami membawa anda kemari, penjaga mencegah karena anda dianggap sebagai pengkhianat. Jadi, dengan terpaksa saya harus menunjukkan surat penobatan itu agar anda diterima."
"Omong kosong!" Fiyyin lagi-lagi meninggikan nadanya.
"Yang dikatakannya benar. Hanya ini tempat yang bisa ditinggali untukmu dan untukku. Aku tidak ingin bertemu lagi dengan Hartis. Jadi. kumohon tinggallah di sini dan jadi Raja Issy. Mereka.. sudah menunggumu di luar." sahut Galtain.
Fiyyin menghembuskan napasnya kasar kemudian berjalan ke teras untuk memastikan ucapan Galtain. Membuka pintu dengan tegas dan seketika pandangannya tertuju pada rakyat di bawah yang bersorak riuh melihat ke arahnya.
Itu Raja kita!
Akhirnya kita memiliki pemimpin!
Aku harap dia akan memajukan bangsa ini setelah kepemimpinannya!
Akhirnya kita memiliki pemimpin!
Arsyi tersenyum. "Mereka mengharapkanmu menjadi Raja sekarang. Sudah cukup lama kita hidup tanpa pemimpin. Setelah mendengar kabar bahwa kita memiliki pemimpin yang sah, mereka sangat senang. Inilah saatmu melindungi bangsa Issy. Jangan khawatir, mereka yang disini tidak mengetahui pengkhinatanmu. Dan beberapa dari mereka yang mengetahuinya sudah tidak masalah lagi, karena pengkhianatanmu tidak terlalu penting lagi. Kami memalsukan surat dan mengatakan bahwa anda tidak mengerti apapun karena saat itu anda masih terlalu kecil."
Fiyyin menoleh ke arah Arsyi dengan dingin. "Dari awal kau memang ingin membuatku menjadi Raja."
"Ini demi kebaikanmu, tuan. Sebentar lagi, penobatan resmimu akan dimulai, harap bersiaplah. Dan mencari Ratu untukmu." Arsyi menoleh, "Aku pikir anda sudah tahu. Jika Ratu telah hilang ingatan, dan lagi, ia telah ditunjuk sebagai pemimpin hewan Gaib. Mustahil untuk membawanya ke sini meskipun ingatannya kembali. Karena ia terikat dengan kepemimpinannya selama hidupnya. Dan anda tidak bisa meninggalkan rakyatmu."
Fiyyin menghembuskan napasnya dan tersenyum lirih. "Kau sudah membawaku sejauh ini. Aku tidak bisa berbuat apapun karena ini menyangkut seluruh rakyat. Terima kasih, lagi-lagi aku menanamkan duri di hatiku. Aku akan semakin jauh darinya," Fiyyin bergumam pelan dan lirih sambil memikirkan wanitanya.
"Saya tidak bermaks-"
"Aku akan bersiap. Aku harus menata kembali pemerintahan ini." Fiyyin berjalan pelan ke dalam.
Galtain menatap Arsyi. "Memang benar aku membantunya menjadi raja. Karena aku tidak punya pilihan. Tapi jangan berpikir kau sudah menang. Kau, tidak akan pernah menjadi Ratu. Mengerti?!"
Arsyi menunduk. Kemudian Galtain berbalik dan mengikuti Fiyyin dari belakang. Saat kembali di kamar, Galtain menutup pintu dan membuka suara.
"Maafkan aku. Aku tidak bisa melakukan apapun sekarang. Aku pikir, ini yang terbaik unt-"
Arrrghhhh!!! Seketika Fiyyin menghempaskan semua barang yang ada di meja. Dengan napas tersengal, Fiyyin mengepalkan tangannya tanpa menyadari darah yang keluar dari jemarinya yang tergores benda. Air mata menetes dari pelupuk matanya. Hingga Fiyyin tersedu-sedu dengan ia akan tangisnya.
"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Percuma untuk mengembalikan ingatannya, kau tetap tidak bisa membawanya tinggal bersamamu di sini. Rakyat Issy sudah pasti akan menolaknya karena ia pemimpin hewan Gaib, dan akan diikuti oleh hewan buas itu." sahut Galtain lagi dengan tatapan ngerinya.
Fiyyin semakin mengepal kuat tangannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia hanya bisa menyelahkan dirinya atas semua yang terjadi.
"Lagi pula, tujuanmu memang ingin kembali ke sini, kan?"
Fiyyin menarik napasnya dan seketika menoleh. Galtain terkejut menatap Fiyyin yang melangkah mendekatinya. "Tolong. Bantu aku.. untuk bertemu dengannya."
*TheSecretOfMyDream*
Hutan lebat di wilayah kekuasaan jalis. Burung kecil yang membantu Nain menjadi pemimpin tengah menatapnya dari balik pohon bersama kupu-kupu.
Afanas terlihat tengah mengelus hewan Gaib sambil tersenyum lembut. Namun entah mengapa, dari senyum lembutnya, terlihat kesedihan yang mendalam.
"Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita mengembalikan ingatan Afanas?" gumam burung pipit kepada kupu-kupu di sebelahnya.
"Aku tidak tahu. Tapi jika kita mengembalikan ingatan Afanas. Dia tetap tidak akan bisa kemana-mana. Kehidupannya telah terikat, dia tidak akan bisa pergi kemana-mana. Seperti itulah takdir kehidupannya sekarang. Jika kita mengembalikan ingatannya, ia akan semakin tersiksa dengan memori-memori itu." balas kupu-kupu.
Burung pipit terlihat mendesah. "Ini bukan pertama kalinya terjadi. Pada Afanas terdahulupun tidak bisa bersama dengan kekasihnya. Tapi, entah kenapa. Aku masih marasa sedih."
"Meskipun begitu. Seperti ini lebih baik." Sahut kupu-kupu dan di balas anggukan oleh burung pipit.
Selang beberapa saat, tiba-tiba terdengar suara hentakan yang cukup kuat. Membuat burung pipit dan kupu-kupu menoleh ke arah sumber suara.
"Akhhh!!" Fiyyin mengusap punggungnya yang terasa sakit setelah tersungkur ke tanah.
"Sial! Kau ikhlas tidak membantu kami?!" Galtain berteriak kesal pada jin Issy yang baru saja membantu mendaratkannya.
"Maafkan kami, tiba-tiba dahan pohon itu menutupi pandangan kami dan-"
"Ah, sudahlah. Ayo, Fiy?" Galtain menyanggah dan menoleh ke arah Fiyyin.
"Apa kau yakin? Dia di sini?" Fiyyin mencoba memperhatikan sekitar.
"Hmm.. Ayo, kau harus cepat. Dan selesaikan segera, atau, kita akan jadi mangsa oleh hewan Gaib yang buas di sini." Galtain bergumam sambil menatap sekitar dengan waspada.
Fiyyin menoleh pada dua jin issy yang telah membantunya terbang dari kerajaan issy. "Kalian pulanglah. Dan ajak dia, aku akan mengurus ini sendirian."
"A-apa? Tidak. Aku ikut denganmu." Galtain membantah karena Fiyyin menyuruhnya pergi.
"Kumohon, tinggalkan aku sendiri. Aku ingin bertemu dengannya untuk terakhir kalinya."
"Ta-tapi?"
"Aku akan kembali sebelum gelap, saat penobatan belum di mulai."
"Ba..iklah. Pastikan kau kembali. Aku akan menjemputmu."
"Hmm.. " Fiyyin mengangguk kemudian berjalan menyusuri hutan. Galtain melihatnya semakin jauh, kemudian mengajak kedua jin Issy pergi.
Fiyyin berjalan sambil memperhatikan sekitar dengan waspada. Hingga tiba-tiba pandangannya tertuju pada semak-semak yang bergerak riuh. Ya, gerombolan kupu-kupu keluar dari sana dan terbang dengan cepat menuju Fiyyin. Fiyyin segera menyilangkan tangannya dan membuat portal pelindung.
Kupu-kupu seketika berhenti tepat sebelum menyentuh portal yang diciptakan Fiyyin. Mereka kemudian mundur dan membuat barisan untuk menghalang Fiyyin memasuki wilayah mereka.
Fiyyin menurunkan tangannya dan membuat portal pelindung menghilang. Fiyyin menatap ke arah gerombolan kupu-kupu yang menghalangi jalannya.
"Apa yang kalian lakukan? Aku ingin menemui wanitaku!"
Kupu-kupu masih di posisi yang sama. Kemudian burung pipit dan seekor kupu-kupu muncul dari belakang.
Burung pipit itu terkejut menatap Fiyyin, "(Dia.. Kekasih Afanas,)"
Fiyyin menatap familiar ke arah burung pipit. "Kau.. Ingat aku? Benar, kan? Aku bukan musuh, aku ingin menemui wanitaku. Tolong izinkan aku untuk bertemu dengannya."
"Cit cit cit cit...(Kau tidak diizinkan masuk. Kami telah memutuskan untuk tidak mengembalikan ingatannya. Kami membutuhkannya sebagai pemimpin.)"
Fiyyin mengerutkan dahinya. "Si*l! Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti. Izinkan aku masuk!" Fiyyin melangkah mendekat dan mencoba menerobos.
"Ciit cit cit cit....(Pergilah! Atau kau akan terluka.)"
"Nai? Kau dengar aku?! Ini aku, kekasihmu! Aku ingin bertemu denganmu!" Fiyyin masih berusaha menerobos masuk, namun tiba-tiba gerombolan kupu-kupu mendorongnya kuat dan membuatnya terperosok cukup jauh.
"Akhhh!!" Fiyyin mencoba bangun sambil memegang dadanya yang terasa sakit karena dorongan yang kuat dari kupu-kupu.
Fiyyin kemudian menatap tajam ke arah gerombolan kupu-kupu dan burung pipit. "Baiklah. Kalian tidak mengizinkanku dengan cara halus. Mari selesaikan dengan kekuatan!"
Fiyyin kemudian menciptakan bola api di tangan kanannya lalu, melemparkan bola apinya dan membuat mereka terjatuh ke tanah dengan luka-luka.
Fiyyin berjalan mendekati burung pipit dan meraihnya. "Aku tahu. Kau bisa mengembalikan ingatannya. Karena itu, aku ingin kau membuatnya kembali ingat."
Burung pipit itu menggeliat, "Cit cit cit.. (Tidak akan. Itu hanya akan menyakiti Afanas dan dirimu. Lagi pula, kalian tidak akan pernah bersama.)"
"Argghh! Bicara dengan jelas! Atau aku akan-"
"Hentikan!"
Teriakan yang terdengar familiar membuat Fiyyin menoleh. "Nain?"
"Lepaskan dia. Dia sudah mejelaskannya padamu. Dia tidak akan mengembalikan ingatanku karena itu akan menyakitiku dan-"
"Aku?" Fiyyin bergumam tak percaya.
"Bagaimana kau tahu itu akan menyakitiku? Melihatmu seperti ini, itu lebih menyakitiku kau tahu?"
"Aku tidak mengerti maksudmu?" jawab Afanas namun tak menatap mata Fiyyin saat berbicara.
"Kau bukannya tidak mengerti. Tapi kau tidak ingin mengerti. Kenapa? Bukannya kau sudah mendengar ucapan burung pipit ini? Apa kau masih tidak mengerti juga?" Fiyyin berkata lirih dengan mata berkaca-kaca.
"Pergilah. Sebelum hewan Gaib lainnya datang dan menyakitimu karena telah membuat keributan di sini."
Fiyyin menghembuskan napasnya, "Apa kau sekarang mengkhawatirkanku?"
"Pergilah. Aku serius."
Fiyyin tak menghiraukan ucapan Nain, kemudian ia berjalan perlahan mendekat. Sementara dari belakang, terlihat kawanan hewan Gaib yang berlari mendekat.
"Jangan mendekat!" Afanas berteriak melihat Fiyyin terus berjalan mendekat ke arahnya.
Kawanan hewan Gaib semakin mendekat, Fiyyin yang juga dekat dari tempat Nain berdiri lekas menarik tangannya dan mencium Nain dengan bibirnya.
Sedikit lagi, kawanan hewan Gaib itu melukai Fiyyin namun saat menyadari Fiyyin memeluk dan mencium pemimpinnya mereka berhenti dan mengelilinginya.
Fiyyin meneteskan air mata haru. Sementara Afanas terkejut. Rasa rindu yang terpendam selama ini terasa mulai berjatuhan. Fiyyin semakin mempererat pelukannya, "(Kumohon, kembalilah. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak bisa hidup tanpamu.)"
"(Aku tidak mengerti. Tapi, hati ini terasa ringan semenjak aku mengabaikannya saat itu. Ada apa denganku sebenarnya? Apakah benar? Aku memiliki hubungan dengannya? Haruskah, aku memastikannya?)"
Afanas kemudian melepaskan bibirnya perlahan kemudian menatap hewan Gaib di sekelilingnya. "Pergilah. Dia bukan musuh."
Seketika perintah itu dituruti oleh kawanan Hewan Gaib. Dan dalam sekejap mereka pergi. Fiyyin tersenyum menatap Nain dengan penuh harapan, "Apa kau sudah kembali?"
Afanas melepas pelukan Fiyyin. "Aku masih belum mengingat apapun tentangmu, tapi aku akan melakukan satu hal. Mengembalikan ingatanku."
Fiyyin tersenyum bahagia dengan harapan yanf semakin besar. Afanas kemudian meraih burug pipit yang tergeltak di tanah. Mengelusnya lembut dan berkata, "Kumohon, kembalikan ingatanku seperti sebelumnya."
"Tapi, itu akan semakin menyekitimu. Pada akhirnya, anda tidak akan pernah bisa bersama dengannya."
Afanas tersenyum. "Kau bisa menghilangkan ingatanku lagi jika aku benar-benar merasa kesakitan."
"Ta-tapi,"
"Lakukanlah. Ini perintah dariku,"
"Baiklah," burung pipit itu kemudian menatap Fiyyin. Fiyyin tersenyum dan memegang tangan Nain yang tengah memegang burung pipit. Kemudian mereka saling bertatapan, lalu menutup mata secara bersamaan.
Perlahan memori kembali. Setelah beberapa saat Nain seketika meremas dadanya dan berteriak pelan. Memori yang menyakitkan saat Fiyyin terluka dan sekarat menyakitkan hatinya. Fiyyin membuka matanya dan meraih tubuh Nain yang hampir terjatuh. Pengembalian memori telah selesai, burung pipit itu kemudian terbang kecil ke tanah.
Fiyyin merasa cemas melihat Nain terus meremas dadanya. "Kumohon. Memori indah lebih besar dari memori menyakitkan itu." Fiyyin menatap penuh harap ke arah Nain.
Fiyyin kemudian menatap ke belakang, "Aku harus membawanya ke tempat sebelumnya. Saat ia berhasil menyelamatkanku."
Fiyyin kemudian menggendong tubuh Nain dan berdiri. Berbalik badan kemudian berteleportasi.
Saat tiba, Fiyyin meletakkan tubuh Nain perlahan sambil memeluknya. "Kumohon. Bukalah matamu, kita sudah sampai."
Nain masih meremas dadanya.
"Percayalah," gimna Fiyyin penuh harap.
Main kemudian membuka matanya perlahan. Pandangannya tertuju pada pohon di atasnya yang begitu rindang. Perlahan-lahan rasa sakit mulai berkurang. Nain menatap wajah di hadapannya yang terlihat tengah risau. Ia memegang wajah itu perlahan dan tersenyum.
"Kau mengingatku?"
Nain mengangguk pelan dan air mata menetes dari mata kanannya. Fiyyin semakin tak tahan dengan air mata yang mulai bergelinang dari pelupuk matanya. Ia lekas menempelkan bibirnya dan melumatinya. Nain menutup matanya dan Fiyyin melumatnya dan semakin bergairah bersama air mata haru.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1 minggu kemudian. Fiyyin baru saja selesai dari laporan kerajaan. Ia kemudian bergegas pergi dan memasuki kamar.
Galtain mengikutinya dan ikut memasuki kamar, lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Apa kau ingin megunjunginya?" tanya Galtain melihat Fiyyin hendak berganti pakaian.
"Hmm.." jawab Fiyyin di sela membuka bajunya dan mengambil pakaian yang akan di kenakannya.
"Setelah satu minggu?"
"Hmm.. "
"Kalu begitu, aku bisa menemuinya saat kau tidak ada di sana. Kulihat, ia semakin cantik saat menjadi Afanas."
"Aku akan membunuhmu jika berani melakukannya." jawab Fiyyin dengan sinis.
Galtain tersenyum, "Ampun Raja, hamba tidak berani mengambil Ratumu."
Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Membuat Galtain dan Fiyyin menoleh bersamaan.
"Yang Mulia," seru Arsyi setelah membuka pintu. Kemudian melihat Fiyyin yang telah mengganti pakaiannya. "Apakah anda akan pergi?"
"Hmm.." Fiyyin mengangguk menanggapi Arsyi.
Arsyi seketika menunduk hormat, "Sebelumnya hamba ingin meminta maaf atas kelancangan yang pernah hamba perbuat. Saat itu, saat ia mengenakan pakaian terbuka, hamblah yang menyuruhnya dan mengatakan-"
"Aku sudah memaafkanmu. Tidak perlu memperjelasnya lagi," sanggah Fiyyin.
"Saya benar-benar merasa tidak enak."
"Jika kau merasa tidak enak tentang pengangkatanku menjadi Raja, aku sudah baik-baik saja. Lagi pula, aku memang akan menjadi Raja Issy, aku tidak bisa membiarkan bangsaku tanpa pemimpin dan hancur perlahan."
Fiyyin kemudian berjalan mendekat dan memegang bahu Arsyi. "Terima kasih, selama ini kau selalu berada di sisinya. Meskipun kau berniat lain tapi kau tidak pernah membahayakannya. Kau sudah melakukan yang terbaik."
Arsyi menangis haru kemudian menatap Fiyyin, "Terima kasih. Aku akan kembali pada pekerjaanku."
Fiyyin menatap Arsyi yang berjalan pergi kemudian menoleh ke arah Galtain. "Kau sudah mengetahuinya, kan?"
Galtain tersenyum, "Aku sudah memperingatkannya untuk tidak mengharapkanmu, tapi ia terus mengharapkan celah. Tapi sekarang, ia akhirnya menyerah melihatmu masih mencintainya meskipun kalian tidak bisa bersama. Baguslah, setidaknya dia tidak begitu jahat."
Fiyyin menggeleng dan kembali membenarkan bajunya. "Aku akan pergi. Jaga istana ini saat aku tidak ada."
"Baik, Yang Mulia." jawab Galtain hampir tak bernada, saat melihat Fiyyi sudah pergi, ia kemudian menarik selimut dan tidur.
"Saat menjadi Raja, dia bahkan masih sangat menyebalkan." gumam Galtain dan melanjutkan tidurnya.
Nain tersenyum melihat Fiyyin yang baru saja tiba. Kemudian berlari kecil dan memeluk Fiyyin saat turun dari hewan burung Gaib yang dikirim Nain.
"Aku merindukanmu." Fiyyin mengusap puncak kepala Nain.
"Aku juga merindukanmu." Balas Nain kemudian mengecup pipi Fiyyin.
"Apa kau sudah mengunjungi ayahmu?"
"Hmm.. Dia ingin ikut bersamaku untuk tinggal di sini, tapi aku tidak mengizinkannya. Aku tidak ingin ayah hidup di sini dan melihatku setiap hari sebagai pemimpin hewan Gaib."
Fiyyin tersenyum dan mengusap pipi Nain, "Kau sudah melakukan yang terbaik."
"Hmm.. Aku akan mengunjungi setiap dua hari sekali untuk melihat kondisinya. Aku juga sudah meminta Zei untuk tinggal bersamanya."
Fiyyin tersenyum, "Baiklah. Akhirnya semua sudah selesai. Dan maaf karena aku cukup lama mengunjungimu. Setelah menjadi Raja, banyak sekali urusan yang harus diselesaikan."
Nain tersenyum kemudian mengecup bibir Fiyyin. "Aku mengerti. Aku senang kau sudah ada di sini."
Fiyyin lagi-lagi tersenyum, "Aku merindukanmu." Fiyyin kemudian membalas mengecup bibir Nain dan melumatnya perlahan. Nain ikut membalasnya hingga semakin bergairah. Bersamaan dengan itu, Fiyyin membawa Nain berteleportasi di atas pohon rindang, tempat Nain beristirahat.
Nain terkejut. Fiyyin tersenyum dan bergumam, "Aku ingin tidur bersamamu malam ini."
Nain tersenyum, "Aku mencintaimu."
Fiyyin tersenyum kemudian mengecup bahu Nain dan perlahan lehernya hingga kembali melumat bibir Nain dengan bergairah. Nain mengikutinya dan melingkarkan tangannya di leher Fiyyin. Hingga semakin panas, Fiyyin melakukan perabaan kecil ke pinggang Nain h
dan perlahan menurunkan bajunya hingga mereka bersatu.
"Aku mencintaimu.."