"Terimalah untuk mati di tanganku. Sudah kukatakan, jika Fiyyin mati, itu adalah kesalahanmu. Kau lah yang membuatnya dalam bahaya. Ah, tidak hanya Fiyyin, tapi ayahmu, temanmu dan semua orang terdekatkmu yang mencoba menghalangiku akan lenyap." Vaqsyi menatap Fiyyin dan burung Phoenix. "Sayang sekali, priamu bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya lagi dan hewan si*l itu hanya bisa diam menatap ajalmu sebentar lagi. Pada akhirnya, akulah yang berkuasa." Vaqsyi tertawa kecil dan melanjutkan ucapannya, "Karena seperti inilah takdirmu. Pada akhirnya, kau harus memenuhi perjanjian itu. Hanya kematianmu yang bisa mengakhiri perjanjian itu. Jadi, pikirkanlah. Semakin kau keras kepala, semakin banyak yang akan terluka karena melawan takdirmu."
Nain terdiam. Mencerna perkataan Vaqsyi membuatnya takut dan bingung, memikirkan Fiyyin yang terluka dan orang-orang terdekatnya dalam bahaya.
"(Jika ini takdirku, Haruskah... Aku mengakhiri hidupku. Aku takut, akan semakin banyak yang terluka.)"
Nain menatap Fiyyin dengan lirih "(Aku bisa melakukannya sendiri,)" Fiyyin yang bisa mendengar isi hati Nain menatap tatapnya dengan menenangkan. Fiyyin menggeleng, mencoba menghentikan pikiran Nain yang mencoba mengakhiri hidupnya.
"(Tolong, jangan lakukan itu. Jangan tinggalkan aku.. Kumohon..)" Fiyyin bergumam lirih dalam hati, namun sayang, Nain tak bisa mendengarnya. Sekalipun bisa, Nain tetap pada keputusannya. Mengikuti takdir yang membawanya.
Main menutup matanya, "Tolong.. akhiri ini." air mata deras mengaliri pipinya hingga tersedu-sedu.
Vaqsyi tersenyum, "Akhirnya kau menyerahkan hidupmu."
"Ti-dak.. tidak.." Fiyyin berkata pelan sambil menjulurkan tangannya. Mencoba menghentikan keputusan Nain.
Vaqsyi tak menghiraukan lagi keadaan sekitar. Pedang di tangannya ia ayunkan dan dalam sekejap, Vaqsyi menebas leher Nain. Darah segar bercipratan ke lantai hingga ke wajah Vaqsyi. Dengan sangat puas, Vaqsyi berhasil membunuh seseorang yang membuatnya menunggu lama. Kini tanpa hambatan, dengan mudahnya Vaqsyi melayangkan nyawa manusia di hadapannya. Pergerakan kecil saat Nain merasa nyawanya terenggut hingga sulit bernapas, air mata jatuh dari pelupuk kanannya sambil menatap Fiyyin. Fiyyin terisak melihat sekaratnya wanita yang ia cintai. Hingga akhirnya Nain benar-benar merenggut nyawa dan tak sadarkan diri. Burung Phoenix seketika berubah menjadi bayangan namun tetap di posisinya, menatap ke arah Nain.
"Tidak!!!" air mata mengalir semakin deras sambil meremas dadanya yang terasa tercabik-cabik. Tidak ada lagi harapan. Wanitanya benar-benar tak bernyawa.
Vaqsyi menjatuhkan pedangnya, kemudian mengambil sebuah botol kecil dari sakunya. "Akhirnya, kemenangan berpihak padaku. Akan kulakukan ritual segera untuk meminum darahnya." Vaqsyi menampung darah yang terus mengalir dari sayatan leher Nain. Terlukis jelas senyuman kebahagiaan di bibirnya. "Manusia bodoh!" Vaqsyi kemudian menoleh ke arah Burung Phoenix, "Burung api bahkan tidak bisa menghentikanku. pergilah, pemimpinmu sudah mati!"
Burung Phoenix itu terlihat menuruti ucapan Vaqsyi, dan seketika ia pergi dengan sangat cepat. Setelah selesai, Vaqsyi menutup botolnya kemudian duduk di singgasana dengan sangat senang. Tak henti-hentinya memandangi botol darah di tangannya. Memikirkan keabadian setelah meminum darah kematian Nain. Randi mengikuti Vaqsyi dan berdiri di sisi Vaqsyi, ikut gembira dengan berhasilnya Vaqsyi.
Fiyyin perlahan merangkak mendekati Nain yang masih terikat di kursi. Isakan tangisnya semakin menjadi saat menggapai tangan Nain yang sangat dingin dan pucat, Fiyyin membantu melepas ikatan Nain kemudian meraih tubuhnya dalam pangkuannya. Mengecup kening Nain dengan lumuran darah yang terus mengalir ke lantai.
"Jangan tinggalkan aku, kumohon. Kumohon.." Fiyyin beralih mengecup mata kiri Nain sambil memegang sebelah tangannya dengan erat, "Jangan tinggalkan aku.. Tolong.." lagi-lagi Fiyyin bergumam lirih. Mengharapkan wanitanya kembali hudup, namun sayang, tidak ada sedikitpin pergerakan. Dengan tubuh sedingin es dan wajah yang sangat pucat, ia benar-benar sudah tak bernyawa .
Galtain yang baru saja tiba terkejut melihat Fiyyin dan Nain berlumuran darah. Galtain berlari mendekat, "Apa yang terjadi?" Galtain semakin terkejut dengan sayatan di leher Nain yang terus mengeluarkan darah. Kemudian menatap Vaqsyi di atas singgasana, dengan wajah yang sangat gembira, sudah pasti ini adalah ulahnya.
"Tidak kusangka kau akan benar-benar melakukan hal ini. Membunuh manusia. Apa yang sebenarnya kau pikirkan?! Ini bukan dirimu yang dulu, kau sangat berubah." ucap Galtain dengan kesal dan kecewa.
"Ckckck, Vaqsyi? Hahaha, sudah kukatakan aku bukanlah Vaqsyi. Aku hanya meminjam tubuhnya untuk keabadianku." jawab Vaqsyi dengan nada dinginnya.
"Omong kosong! Apa yang kau bicarakan?"
Vaqsyi lagi-lagi tersenyum dan menatap sekitar dengan dingin, "Akulah Raja Ghaur yang sebenarnya. Penguasa atas seluruh bangsa jin Ghaur."
Galtain menghentikan napasnya setelah menyadari ucapan Vaqsyi, "Hah! Inikah alasanmu membuat perjanjian konyol itu?"
Vaqsyi menjentikkan jarinya, "Binggo! Sekarang aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku akan menjadi penguasan tertinggi dengan keabadian tak terbatas. Dan tentu saja, kekuatanku akan bertambah kuat. Ah, ya. Jangan salahkan aku atas kematian manusia itu. Kakeknya sendirilah yang mendatangiku, maksudku menyepakati perjanjian denganku." Vaqsyi tersenyum kecil dan melanjutkan ucapannya, "Dan, Vaqsyi sendirilah yang menyetujui untuk menyerahkan tubuhnya untukku. Bukankah ini adil bagiku?"
"Ba***at!! Beraninya Jin serakah sepertimu menggunakan manusia dan tubuh anakmu sendiri. Sudah jelas, kaulah yang memaksa mereka melakukannya. Beraninya ku mengatakan ini adil?"
Vaqsyi tersenyum, "Demi kekuasaan dan keuntunganku. Apapun akan kulakukan. Sekarang semua sudah jelas." Vaqsyi menatap botol di tangannya, "Kemenangan berpihak padaku."
"Bed***h si*l!!"
"Hahaha... Jin lemah seperti kalian bukan tandinganku saat aku berhasil mendapatkan keabadianku. Jadi jaga ucapanmu!"
"(S**l! Apa yang harus kulakukan? Jangan sampai dia meminum darah itu. Aku tidak memiliki kekuatan maya lagi untuk menghentikannya.)" Galtain bergumam risau sementara menatap Fiyyin yang lemah tak berdaya dengan luka tusuk sambil meratapi kematian wanitanya.
"Ah, Hartis. Maksudku ayah tirimu. Dia sangat bodoh mempercayai ucapanku. Menjaga rahasianya? Hah! Sangat bodoh! Jin lemah seperti kalian seharusnya tidak di ciptakan. Membuat sampah saja!"
"A-ayah tiri?" Galtain sangat terkejut dengan ucapan Vaqsyi.
"Opsshh! Ternyata aku sudah mengatakannya."
"Apa maksudmu? Ayah tiri? Dia adalah ayahku, beraninya kau mengatakan omong kosong!"
Vaqsyi tertawa kecil, "Omong kosong? Apa menurutmu seperti itu. Tidak ada keuntungan bagiku mengatakan omong kosong padamu. Seperti itulah kenyataannya, kau bukanlah anak kandungnya. Ah, bukankah kalian meminta bantuannya tapi dia menolak untuk melawanku? Ya, karena dia takut aku memberitahumu jika kau bukanlah anak kandungnya. Sangat menarik, bukan?"
"Ba****t!!" Galtain terpancing amarah. dan hendap mengerluarkan maya terakhirnya namun, belum sempat Galtain mengeluarkan kekuatan mayanya. Tiba-tiba sekelabat cahaya terpancar sangat menyilaukan, entah dari mana asalnya namun detik berikutnya istana menjadi sangat gelap gulita.
"Apa yang terjadi di istanaku?!" teriak Vaqsyi dengan pandangannya yang kabur. "S**l!"
Tubuh Nain perlahan melayang dengan memancarkan sinar putih yang sangat terang diantara gelapnya suasana. Gerombolan kupu-kupu berdatangan mengelingi tubuh Nain yang melayang. Perlahan luka di tubuh Nain menutup dan sembuh dengan sangat mulus tanpa bekas. Baju yang di kenakannya seketika bersih tanpa menyisakan kotoran dan noda darah. Bahkan model bajunya lagi-lagi berubah, penambahan list silver di setiap sisi gaun putihnya.
Vaqsyi terkejut milahat Nain perubahan yang terjadi pada Nain. Seketika terpikirkan olehnya, Nain masih memiliki darah keturunan jin Issy dan tanda pemimpin hewan Gaib di tangannya belum lenyap saat Vaqsyi memerintahkan pengawalnya untuk memotong pergelangan tangan Nain, mungkinkah tanda itu membantunya hidup kembali? Dan menghubungkan darah jin pada tubuh Nain.
Vaqsyi kemudian menatap burung phoenix yang muncul kembali, mengepakkan sayap merahnya di belakang Nain.
"Dia.. hidup?" Vaqsyi tercengang.