Chereads / The Secret Of My Dream - tahap revisi / Chapter 48 - Terimalah untuk Mati di Tanganku

Chapter 48 - Terimalah untuk Mati di Tanganku

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Memotong pergelangan tanganmu. Tanda itu mengusikku, aku harus membuangnya lebih dulu. Bersyukurlah, aku menunda 5 menit kematianmu." Vaqsyi menyeringai. "Dan lihat pertunjukanku."

Pengawal di samping Nain mulai menyayat pergelangan tangan Nain. Bersamaan dengan itu Nain menjerit kesakitan dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya. Hingga semakin dalam dan hampir mengenai urat nadinya, pengawal itu menyelesaikan tugasnya. Aliran darah terus menetes dan berjatuhan ke lantai. Vaqsyi menyaksikannya dengan sangat bahagia.

"Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku, benar? Ah, aku akan membantumu mengakhiri rasa sakit itu dengan kematian, bagaimana?"

Nain masih meringis kesakitan dengan napas tersengal. "Tolong.. aku.."

Seketika sekelabat api biru datang dengan sangat cepat, yang tak lain adalah burung api Phoenix. Dengan cepat burung itu mencabik-cabik pengawal yang baru saja menyayat pergelangan tangan Nain. Nain mencoba menahan rasa sakitnya sambil menatap terkejut dengan penglihatannya ke arah burung yang dengan ganasnya mencabik-cabik pengawal itu. Vaqsyi dari singgasana tersenyum penh arti, kemudin berdiri.

"Mengerikan. Sangat mengerikan. Ternyata kau tahu benar apa yang kau katakan sebelumnya. Tapi, sudah kukatakan. Burung phoenix sekalipun tidak akan bisa menyentuhku saat aku membunuhmu. Kenapa? Karena aku mengubha wujudku menjadi manusia dan," Vaqsyi mentap pedang perak yang sangat tajam di tangannya, "Pedang yang kugunakan adalah nyata. Pedang yang biasa digunakan manusia. Seluruh hewan Gaibmu tidak akn bisa menghentikanku!" seketika Vaqsyi menyodorkan pedangnya ke leher Nain.

Nain terjejut. Mencoba memelankan napasnya agar tidak tergores oleh pedang yang di arahkan padanya. "Kumohon, lepaskan aku, pak."

Vaqsyi terkejut. Ia semakin medekatkan pedangnya dan berpindah ke dekat bibir Nain. "(Sial! Aku hampir lupa jika dia mengenaliku. Tidak, aku tidak akan membiarkan orang lain tahu, jika tidak, semua akan jadi masalah karena pemindahan tubuh ini sangt terlarang. Aku harus bergegas membunuhnya agr hidup abadi.)"

Vaqsyi kembali fokus menatap Nain, "Apakah ada pesan terakhir? "

"Kumohon, lepaskan aku, kumohon.." gumam Nain lirih disela menahan rasa sakitnya.

"Selesai. Ayo akhiri ini!" Vaqsyi mulai menhayunkan pedangnya dan menyayay target di depannya.

Crattttsss!!! Cipratan darah segar bertebaran ke wajah Vaqsyi hingga ke lantai. Tubuh yang tergeletak di lantai terus mengalirkan darah segar di sekitar lantai. Vaqsyi tertawa kecil dan perlahan membuka matanya. Namun sayang ia dikejutkan dengan Nain yang masih duduk di posisi yang sama.

Nain mencoba mengatur napasnya melihat seorang dayang mati menggantikannya. Dayang itu menatap Nain dengan nanar dan bergumam pelan. "Untunglah, aku tidak terlambat."

"Apakah dia masih keturunan Issy?" gumam Nain mencoba menerka.

"Bedebah si**! Baraninya menghalangiku!" Vaqsyi berteriak lantang, matanya berubah merah seiring kekesalannya.

Lagi-lagi Vaqsyi mengayunkan pedangnya, namun terdengar suara pergesekan dengan pedang lainnya. Ya, Fiyyin baru saja tiba dengan teleportasi dan menepis serangan Vaqsyi.

"Si*l! Beraninya kau melukai wanitaku! Aku tidak akn membiarkanmu hidup!" Fiyyin mengayunkan pedangnya dengan cepat. Hingga mereka saling beradu pedang.

Vaqsyi tak mau kalah, ia terus menepis pedang Fiyyin yang sangat cepat digerakkan. Hingga Fiyyin berhasil lebih dulu menyodorkan pedangnya ke leher Vaqsyi. Hanay tinggal sekali tebas saja, sudah di pastikan Vaqsyi akan lenyap. Tapi tidak, Fiyyin merasa ragu untuk membunuh Vaqsyi mengingat ia pernah menghabiskan masa kecil bersama.

Vaqsyi mencoba mengatur napasnya. Ia tertawa sinis sambil menatap Fiyyin yang ragu membunuhnya. "Ada apa? Apa kau ragu? Ternyata kalian berdua benar-benar lemah. Tubuh ini, dan dirimu."

Fiyyin diam tak mengerti maksud ucapan Vaqsyi. Nain dengan napas tersengal megeluarkan suara, "Berhenti! Jangan membunuhnya. Tubuh itu, bukan miliknya."

Fiyyin menoleh, tak mengerti dengan ucapan Nain. Vaqsyi tersenyum sinis melihat kelengahan Fiyyin. Lalu ia menangkis pedang Fiyyin dan berganti mengancam leher Fiyyin dengan pedangnya.

"Ah, sial! Kenapa kau tidak bisa menutup mulutmu? Menyebalkan!" Vaqsyi menatap Nain remeh, "Baiklah. Memang benar ini bukan tubuhku. Aku meminjam tubuhnya untuk keabadianku, tapi sekarang berbeda. Aku akan menggunakan tubuhnya sepenuhnya dan meminum darah kematianmu untuk keabadianku. Menyebalkan! Aku harus mengorbankan nyawa anakku karena aku hanya bisa menggunakan darahmu karena kau seorang perempuan. Jika kau seorang laki-laki, pasti akan lebih mudah dengan menggunakan tubuhmu. Sial!" Vaqsyi bergumam dengan jengah.

"Berhenti omong kosong! Apa yang kau bicarakan?!" Fiyyin meninggikan nadanya.

Vaqsyi tersenyum kecil, "Kasihan sekali. Apa kau pikir Vaqsyi sebenarnya akan berubah menjadi kejam sepertiku? Dia bahkan tidak pernah mengeluarkan kekuatannya karena lemah."

"Ba***at!!" Fiyyin berteriak. Menggenggam pedang yang di sodorkan Vaqsyi dan memutar ke arah Vaqsyi dari belakang. Vaqsyi tertawa, "Kau tidak akan bisa membunuhku. Jika kau melakukannya, sama saja kau membunuh Vaqsyi."

"Be**bah!!" Fiyyin semakin mendekatkan pedangnya ke leher Vaqsyi. Namun lagi-lagi Vaqsyi tertawa. "Sudah kukatakan, kau tidak akan bisa membunuhku."

Fiyyin seketika meneteskan air mata bersama pedang di tangannya, ragu untuk menyayat leher Vaqsyi. Vaqsyi tersenyum, tiba-tiba dari arah belakang, Randi menancapkan pedangnya ke perut Fiyyin. Darah segar menyembur keluar dari mulut Fiyyin. Vaqsyi dengan mudah menepis tangan Fiyyin dari lehernya. Randi kemudian menarik pedangnya keluar dan membuat Fiyyin terduduk di lantai dengan bersimpuh darah. Darah terus keluar dari perutnya.

"Tidakkk!!" Nain berteriak lirih melihat Fiyyin sekarat.

Vaqsyi melangkah mendekati Nain. Fiyyin yang melihat Vaqsyi menyodorkan pedang ke arah wanitanya hanya bisa terdiam sambil menahan rasa sakitnya.

"Terimalah untuk mati di tanganku. Sudah kukatakan, jika Fiyyin mati, itu adalah kesalahanmu. Kau lah yang membuatnya dalam bahaya. Ah, tidak hanya Fiyyin, tapi ayahmu, temanmu dan semua orang terdekatkmu yang mencoba menghalangiku akan lenyap."