Di malam yang sangat kelam, di tengah rimbunnya hutan membuat siapapun memikirkan untuk berada di posisinya saat ini akan merinding. Disambut dengan tiupan angin malam terasa menembus tulang rusuknya dan membuatnya berkali-kali menggigil sambil melipat kedua tangannya.
Ia menatap sekitar dengan waspada, tentunya karena rasa takut jika sesuatu mengerikan akan terjadi lagi. Bukan sekali atau dua kali ia mengalami hal seperti ini. Semenjak berusia 17 tahun mungkin, hingga sekarang saat pertama kalinya ia baru menginjak usia 18 tahun.
Bukankah aneh, ia selalu mengalami mimpi yang sama. Berjalan menyusuri hutan di tengah malam, dan selalu menuju arah yang sama.
Tepat di depan sebuah pohon yang besarnya dua kali lipat darinya lagi-lagi ia terhenti. Ia menatap jengah pada sekitarnya. "Lagi? Apakah ini deja vu? Apa tidak ada mimpi lain selama satu tahun ini?"
Seperti sudah biasa terjadi, ia mulai menghitung mundur dari 5 dengan begitu ia akan terbangun seperti biasanya. "5.. 4.. 3.. 2..,"
Tepat saat ia akan mengucapkan angka satu, tiba-tiba angin bertiup kencang. Rambutnya yang halus dan tergerai panjang beterbangan. Daun-daun dari tanah tertiup mengarah ke wajahnya. Dengan cepat ia menghalau dengan tangan kanannya.
"Ini berbeda!" gumam Nain mengingat ini bukan yang terjadi biasanya.
Angin bertiup semakin kencang, tanpa disadari, pohon tepat dihadapannya mulai goyah. Perlahan tumbang ke arah Nain yang masih belum menyadarinya. Hingga pohon itu semakin dekat di atas kepalanya, tiba-tiba seorang pria berdiri di hadapannya dan bersamaan terjatuh ke tanah.
Dentuman pelan dirasakan saat tubuh Nain menyentuh tanah. Ya, pria itu meletakkan tangannya di belakang bahunya dengan sebelah tangannya dan satu tangannya lagi menyentuh tanah. Pria itu menahan tubuhnya tepat di atas Nain.
Untuk pertama kalinya, ia menatap pria dihadapannya dengan sangat dekat dan cukup lama. Selama ini, ia hanya merasakan tepukan bahu dari belakang saat ia menghitung di angka ke satu, kemudian terbangun.
Garis rahangnya yang tegas, hidung mancung dan mata tajam yang terlihat indah dari dekat membuat Nain tersipu sesaat.
"Ini bukan pertama kalinya kita bertemu, kan?"
Wajah pria itu memerah. Terlihat jelas ia tengah menahan rasa sakit mengingat baru saja punggungnya tergores oleh pohon yang kini jatuh di sebelahnya.
Nain tersadar dan melihat wajahnya yang meringis, "Apa kau baik-baik saja?" Nain mencoba menyentuh bahunya untuk memastikan keadaannya.
"Aku baik-baik saja." Pria itu segera bangun saat Nain hendak menyentuhnya.
Nain menatap heran, kemudian ia segera bangun. Membersihkan telat tangannya kemudian membersihkan bajunya. Setelah selesai ia kembali menatap pria di depannya, "Oh!" Nain lagi-lagi mencoba menyentuh saat melihat baju pria itu koyak.
"Kembalilah." Sanggah pria itu.
"Tapi," Nain masih terlihat khawatir.
Pria itu kemudian berjalan mendekat, meletakkan jemari tangan kanannya dengan perlahan di wajah Nain. Beberapa detik kemudian, Wanita di hadapannya menghilang.