Flair terlalu sangat cemas dengan perasaannya, konsentrasinya hilang karena kepulangan Hadley belum juga jelas kabarnya. Ia melirik tanggal yang ada di jam tangannya. Harusnya pagi ini Hadley sudah bekerja, tapi ia belum nampak kemunculannya. Hari ini adalah sesi pemotretan busana Idlina. Flair ,Fayre dan beberapa model yang lain sudah mempersiapkan diri sejak pagi. Fayre dan Flair sudah menyipkan stamina semaksimal mungkin karena mungkin sesi ini akan memakan waktu yang lama.
Jauh di sana,
"Hadley! Hadley! Panggil seorang wanita dengan suara lirih di telinga Hadley. Hadley membuka mata dan dilihatnya seorang gadis cantik dengan bibir tipis dengan tinggi hampir menyamainya meraih tangannya dan mengajakya bangun. Gadis itu terus saja menuntunnya untuk melangkah ke dapur. Ia mendudukkan Hadley di kursi ruang makan. Dan meninggalkannya untuk mengambil loyang panas dari oven berisi gravy stuffed chiken yang ia masak untuk Hadley. Hadley memandang sekeliling, ini bukan sedang berada di rumahnya. Ini ada di apartemen semasa ia kuliah di Australia empat tahun lalu. Makanan dihidangkan di piringnya bersama garpu dan pisau yang biasa digunakan untuk memotong steak. Lalu gadis tersebut mengambil kursi dan duduk di depannya. Namun, gadis itu membagi lagi Stuffed chiken itu ke dalam tiga buah piring. Satu dimakan untuknya sediri, dan dua lagi untuk dua pria yang tiba-tiba datang membawa botol-botol minuman keras dan duduk mengapit gadis itu. Wajah gadis itu tampak tidak terlihat jelas bagi Hadley. "Altha, bagi minuman ini kepada Hadley juga! Pinta pemuda dengan rambut jabrik menyodorkan gelas yang telah ia tuangi minuman kepada Altha.
"Iya sayang, supaya dia bisa minum bersama kita" sambung pemuda berkaus biru satu lagi. Kemudian tertawa ketiganya begitu riuh. Altha mengambil gelas tersebut lalu menyodorkannya kepada Hadley,
"Ayo sayang, minum besama kami. Ayolah sayang! Kamu harus minum bersama kami." Ucap Altha sambil menjulurkan tubuhnya di atas meja agar bisa menjangkau Hadley yang duduk di hadapannya. Hadley dengan bersikukuh menolak namun tiga itu malah ikut memaksanya, dan mereka bersama-sama menyiramkan minuman keras itu ke sekujur tubuhnya.
"TIDAK!! JANGAN!!!" Hadley terbangun dan langsung terduduk. Ia melihat sekeliling dan benar ini ada di kamar di apartemennya.
"Owh, SHIT!!!" mimpi itu!!!" Seru Hadley kesal. Hadley mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu kedua telapak tangan itu kembali ke atas mengusap rambutya dimulai dari daerah kening. Ia melihat jam dinding menunjukkan pukul 13.30. Ia membuka selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Ia tidur bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang dari bahan kaus berwarna abu-abu tua. Ponselnya berbunyi dan ia meraihnya. Ada nama Flair di ponsel itu. Hadley mengangkatnya dan mereka melakukan video call.
"Kau jahat!!! Mengapa tidak mengabari aku??" Sapa Flair sambil tersenyum kecut.
"Dan kau tidak pakai baju??? Ah, Rory!!!!" Teriak Flair karena ponselnya direbut oleh Rory.
"Mana aku ingin tahu, Wah boss kau gagah sekali," seringai Rory megagumi tubuh kekar Hadley.
"Kembalikan!!! Awas kau menggangguku lagi!!!" Ucap Flair sambil mengacungkan ujung high heelnya ke kepala Rory. Hadley terkekeh melihat pertengkaran mereka.
" Kau ada di mana?" Tanya Hadley merasa mengenal atap tempat di mana Flair berada. "SW-TV, aku mencarimu, tadinya aku ingin memberi kejutan. Tapi ternyata kau tidak ada." Jawab Flair menjelaskan.
"Kau sendiri dengan siapa di sana? Apa ada orang yang bersembunyi di situ? Mana? Tunjukkan padaku!!!" Celetuk Flair ingin tahu.
"Hahahahaaa, aku sendirian sayang, Lihatlah!!!" Balas Hadley yang kemudian ia lanjutkan memutar kamera ponselnya keliling memperlihatkan isi kamarnya kepada Flair, menunjukkan bahwa ia sendirian.
"Kau sedang apa di sana?" Tanya Hadley ingin tahu. "Bersama kru perancang Idlina. Hari ini dilakukan delapan bagian bersama model-model yang lain juga. Fayre meminta waktu istirahat jadi aku sempatkan untuk menelponmu." Jelas Flair.
"Kamu selesai jam berapa? Aku akan menjemputmu." Ajak Hadley.
"Kau tidak bekerja hari ini?" Tanya Flair memastikan.
"Tidak, Aku sampai rumah terlalu larut semalam, karena pesawatku harus delay selama lima jam. Aku pun baru saja bangun tidur siang ini." Jelas Hadley sambil berjalan ke meja mesin alat pembuat kopi.
"Mungkin sekitar dua jam lagi." Jawab Flair terlihat berdiri dari kursinya dan pindah duduk di depan cermin rias.
"Okey, aku akan tepat waktu." Jelas Hadley meyakinkan Flair.
"Pergi ke mana kita sore ini?" Tanya Flair tertarik
"Makan malam kemudian menginap di rumahku" menyeriangai lebar menggoda Flair. "Hadley, aku tidak akan mau. Aku belum siap!!" Ucap Flair malu-malu.
Dua jam berlalu, Hadley bersandar di tembok pintu masuk SwinWorld Entertainment. Ia menghabiskan dua batang rokok ditemani sekaleng minuman ringan menunggu Flair keluar dari gedung. Dia enggan masuk gedung karena malas untuk terlihat oleh Altha. Malas untuk bertengkar mulut lagi dengannya. Hidupnya adalah keputusannya sendiri, tidak perlu lagi dicampuri oleh masa lalunya dengan gadis elit itu. Iya boleh bersikap egois seharusnya untuk kebahagiaannya sendiri. Ya, dia harus fokus untuk kebahagiaannya sendiri mulai sekarang. Bukankah sekarang ia sudah cukup pantas untuk menikah? Dan pernikahan itu bersama Flair, niat itu sudah memenuhi ubun-ubunnya.
Flair terlihat keluar dari gedung bersama Rory dan Fayre. "Flair!! " Panggil Hadley mengalihkan pandangan gadis itu padanya. Membuat ketiga orang itu berjalan ke arahnya.
"Hadley!!!! " Ungkap Flair sambil meraih tangan pemuda berambut klimis itu yang tampak lebih keren karena kaca mata hitam yang dikenakannya sangat proposional di wajahnya.
"Kalian pulang dulu saja, aku pulang bersama Hadley. " Pinta Flair kepada Fayre dan Rory. Mereka mengangguk paham dan keduanya meninggalkan kedua pasangan dimabuk cinta itu untuk melepas rindu.
"Kau sudah siap?" Tanya Hadley sambil menuntun tangan Flair untuk berpegangan ke lengannya. Flair mengangguk kegirangan karena pria yang rindunya pada pria itu bersambut baik. "Baiklah, ayo!!! " mereka segera beranjak pergi.
Di area parkir Hadley membukakan pintu mobilnya untuk Flair, Flair duduk dengan nyaman di tempat duduk penumpang. Sementara Itu Hadley duduk di kursi sopir dan memasang sabuk pengamannya. Mobil mulai dinyalakan, perlahan tapi pasti mobil mereka mulai maju keluar dari barisan mobil yang lain. Namun tiba-tiba Hadley menginjak remnya. Ccccchhyyyyiiiiittttt!!!!!!!!!! Mobil Altha dengan laju yang sangat cepat mengerem mendadak tepat di depan mobil Hadley. Untung saja Hadley dengan cepat bersigap segera mengerem mobilnya, hingga tabrakan diantara kedua mobil mewah itu tidak sampai terjadi.
"Wanita gila!!!!" Bentak Hadley dari dalam mobil.
Flair baru sekali ini melihat wajah Hadley semarah itu. Wajah galak dengan mata tajam seperti serigala yang menakutkan. Jantungnya seakan mau lompat keluar dari dalam dadanya. Flair melepas sabuk pengamannya dan turun keluar dari mobil menyusul Hadley yang sudah keluar duluan menghampiri mobil Altha yang ada di depan mereka.
Dari dalam mobil Altha terlihat pusing karena terantuk setir mobilnya. Dari hidungnya menetes darah segar. Dia terlihat pucat dan mengatur kesadarannya. Didengarnya Hadley menggebrak pintu mobilnya memintanya keluar. Altha terlihat memaksakan diri untuk keluar dari mobil, berjalan terhuyung-huyung dan menatap wajah marah Hadley. Dia sudah kental sekali dengan tatapan marah Hadley padanya itu.
"Maafkan aku Hadley, kepalaku tiba-tiba pusing tak karuan tadi." Ucap Altha sambil mengusap darah di bibir atasnya.
"Kepala ku masih sakit, bisakah kau tidak marah-marah kali ini? "Pintanya dengan suara memelas manja.
"Masih bersikap tak berdosa? Kau gila ya??? Kau ingin membunuh kami??? Aku sudah lelah menghadapimu, Altha!!!!!" Teriak Hadley pada Altha sambil mengepalkan tangan.
Mendengar nada bicara Hadley yang meninggi padanya, Altha naik pitam. "Aku juga sangat lelah Hadley, kau selalu marah-marah padaku. Seolah semua yang ku perbuat selalu salah di hadapanmu. Aku tidak ada benarnya. Kenapa belum cukup juga rasanya kau memarahiku setiap saat.???!!!!" Altha balik membela diri.
"Aku selalu memafkan sikap kasarmu kepadaku, walau kamu selalu membentakku, aku tidak pernah membalasnya. Karena aku sadar kita bekerja satu atap. Kenapa kau tidak bosannya mencampur adukkan masalah pribadi mu dengan pekerjaan kita!!!!" Lanjut Altha membentak sambil menitikan air mata.
"Kenapa kalu begitu kau tidak menjauh saja dariku??? Atau jauhkan aku darimu!!!!! Keluarkan aku dari hidupmu!!!!!" Teriak Hadley semakin tinggi.
"Kau pikir aku tidak ingin mengakhiri semuanya ini, hah????!!!! Minta Nolan mengakhiri semuanya. Kau tidak perlu lagi menghabiskan waktumu di dekatku!!!! " Ucap Altha berontak sambil mengusap titik air mata di pipinya.
"Kalau begitu lepaskan aku dari jerat kalian!!!!! Aku sudah muak dengan semua ini!!!!!!" Teriak Hadley sambil mencengkeram bahu kecil Altha.
"Hadley!!!!!! Kendalikan dirimu!!!! " Teriak suara parau dari arah belakang mobil Hadley. Terlihat Nolan menghampiri mereka, berusaha melerai pertengkaran itu. Nolan menarik pundak Hadley untuk mundur menjauhi tubuh Altha. Kemudian memeluk Altha lalu memapahnya memasuki kursi penumpang di mobil Altha. Dan membuka pintu bagian sopir. "Bersikaplah gentleman, Hadley.!!!! Pesan Nolan sebelum ia duduk dan melajukan mobil merah itu.
Flair yang hanya bisa melihat pertengkaran itu tak berani berkutik sama sekali. Ia tak ingin mengeluarkan kata apapun saat pertengkaran tadi karena takut akan menyulut api amarah yang lebih besar. Karena sejatinya ia tak mengerti sama sekali apa yang sedang terjadi walau sesungguhnya ia ingin tahu. Nolan berjalan menuju mobilnya dan menendang ban mobilnya dengan sepatunya keras sekali. Ia terlihat sangat kesal sekali. Kemudian ia memasuki mobilnya dan disusul Flair yang duduk memojokkan diri merapat ke pintu, menjaga jarak dengan Hadley, khawatir kalau-kalau pria itu melampiaskan amarah kepadanya.
Namun Hadley, mengambil jemari-jemari ramping Flair dan mencium buku-buku jari indah dan harum itu. "Sorry, to see this inconvenience!!!" Hadley mengerti gadis itu takut padanya setelah sisi monsternya baru saja keluar. Flair hanya tersenyum manis dan mengangguk. Menggenggam tangan Hadley dan mengusap wajah pemuda itu. Mulutnya seperti terkunci tak bisa mengeluarkan kata apapun. Tapi rasa takutnya sudah hilang seiring kecupan Hadley di tangannya tadi.
Di tempat lain, Altha Dan Nolan sudah sampai di kediaman Swinford. Nolan masih memapah Altha yang terlihat lemas dan telapak tangan Altha masih terasa dingin. Nolan mendudukan Altha di kasur dalam kamar adik tersayangnya itu.
"Pelayan akan membantumu membersihkan diri dan menyiapkan sup dan susu hangat untukmu. Segeralah beristirahat. Jika besok kau ingin beristirahat tidak usah pergi ke kantor dulu. Beristirahatlah di rumah." Jelas Nolan sambil mengelus punggung adiknya.
"Aku baik-baik saja. Hanya ingin sendiri dulu malam ini. Aku akan kembali baik besok. " Balas Altha meyakinkan Nolan.
"Baiklah aku akan meninggalkan mu agar kau bisa segera beristirahat. "Pamit Nolan pergi keluar dari kamar adik cantiknya itu. Menutup pintu kamar dan meninggalkan Altha sendirian dengan pikiran yang masih kacau karena pertengkaran di area parkir tadi.
Tinggal ia sendiri di kamarnya, Altha menunduk menagis, air matanya jatuh lagi mengingat ucapan-ucapan Hadley barusan. Ia meraih sebuah pigura kecil berisi foto mereka bertiga dulu saat masih kuliah di Australia dulu, yaitu antara ia, Nolan dan Hadley. Foto itu diambil di pinggiran danau kecil yang ada di dalam area kampus mereka.
" Hehehe..., hahahahaaaa...!!!" Suara Altha tertawa kegirangan. Altha memeluk foto itu.
"Aku tidak akan jenuh mencari perhatianmu lagi sayang, hahahahahahaaaa....!!!! " Altha mengusap air matanya. Menyibakkan rambut pendeknya ke belakang. "Aku akan selalu berusaha menarik fokusmu. Sampai seratus persen hanya untukku. Aku senang melihat wajahmu yang ketakutan itu Hadley Rieger, kau takut aku menyakiti burung kecilmu itu... Hwaaaahahahahaaaa.....!!!! " Ucap Altha sambil terus memandangi foto itu. "Aku akan berusaha mengembalikan cerita cinta kita, itu adalah sebentuk caraku agar aku bisa memaafkan mu telah membuangku Mister Reager." Altha menaruh pigura itu. Mengambil tas yang diletakkan Nolan di sebelahnya tadi, dan mengeluarkan botol kecil berisi obat merah, ia tuangkan di ujung hidungnya, seperti yang ia lakukan tadi sebelum menghentikan mobil Hadley. Obat itu menetes keluar seperti darah. "Kau tidak boleh mengabaikan aku. Kau harus mencintaiku lagi." Cerocos Altha melampiaskan kebahagiaannya sembari menjatuhkan diri ke ranjang tidurnya.