Chereads / IHeart You / Chapter 24 - Pertengkaran Adik & Kakak.

Chapter 24 - Pertengkaran Adik & Kakak.

"Papa terlalu emosi, marah dan terlalu memandang rendah apa yang kita berdua lakukan. Semua hinaan, cacian dan makian kami terima malam itu." Ucap Rafa dengan lirih dan kesal. "Kami pun diusir, walaupun mama berusaha sekuat tenaga mencegah kami untuk tidak keluar rumah.

Tapi nyatanya papa pun berusaha sekuat tenaga untuk benar-benar mengusir kami, jika kami tidak menuruti perintahnya." Rafa melanjutkan pembicarannya, Wira menepuk bahu Raja, seolah ingin mengatakan untuk bersabar.

"Dan gue dan Rian, tentu saja kecewa dengan sikap papa. Sehingga kami berdua memutuskan untuk ikut keluar rumah juga mengikuti si kembar ini." Wira tersenyum puas mengatakan hal ini.

Putri menatap bingung ke arah kakak kembarnya, masih tidak percaya dengan alasan yang mereka jelaskan soal kejadian semalam. "Ka Rafa, apa kalian tau semalam papa dan mama bertengkar? Dan apa kalian juga tau dimana mama saat ini?" Ucap Putri dengan pelan dan ragu, bahkan tidak berani memandang wajah kakaknya saat ini.

"Roy mengabari kami semalam. Dan bilang kalau mama butuh ruang untuk berpikir, mama menginap di tempak ka Surya dan ka Leyna." Jawab Rafa menjelaskan. Dan Putri kaget mendengar jawaban kakaknya, mengapa tidak terpikirkan olehnya, kalau ibunya akan pergi ke tempat kakak pertamanya.

"Tapi apa kakak tau, kalau papa." Ucapan Putri terhenti dan tanpa sadar menggigit bibir bawahnya, semua orang menatapnya dengan penasaran. "Kenapa put sama papa?" Tanya Wira terlihat khawatir dengan ucapan Putri yang tidak diteruskan. "Papa.. Papa menampar mama. Itu yang menyebabkan mama keluar dari rumah." Ucap Putri dengan terbata-bata.

Raja langsung menggebrakkan meja, membuat suara brak yang cukup keras. "Apa kamu bilang Put? Kamu yakin?" Tanya Raja terlihat sangat kesal. "Putri katakan dengan jelas, kamu yakin papa melakukan itu."Tanya Rafa yang sekarang mengamati Putri dengan tajam, Wira menutupi wajahnya dengan tangan kanannya, terlihat raut wajah penyesalan. "Harusnya, gue gak ikut keluar rumah semalam." Ucap Wira dengan lirih, dan Mega memegang tangan Wira dengan erat untuk menunjukkan empatinya.

"Putri memang gak lihat secara langsung ka, tapi Putri mendengar semua pertengkaran mama dan papa semalam." Jawab Putri tanpa ragu. "Dan Putri lihat mama keluar dengan wajah sedih, dan masih memegang pipinya." Ucap Putri yang tanpa tidak sadar menyentuh pipinya juga, seakan merasakan rasa sakit yang dialami oleh ibunya.

"Papa udah benar-benar keterlaluan. Apa salah mama, hanya karena membela kita. Hanya kita tidak menuruti permintaannya untuk belajar berbisnis di perusahaannya." Ucap Raja dengan kesal. "Atau karena yang kita lakukan, tidak akan menjaminkan apapun di masa depan." Ucap Rafa yang tanpa sadar meremukkan kaleng minuman yang ia pegang.

"Kak, Putri mohon kalian harus pulang." Putri memohon, dan berharap Raja dan Rafa akan mendengarkannya. "Gak bisa Put, kita gak bisa pulang." Ucap Raja datar. "Dia kan sudah ngusir kita dari rumah. Bahkan mungkin kita sudah bukan dianggap anak lagi." Rafa tersenyum sinis saat mengucapkan, dan Putri mendegar ada rasa luka dan sedih yang disimpan oleh saudara kembarnya.

"Kak, kumohon. Papa pasti gak bermaksud untuk." Ucapan Putri pun terpotong, Raja sudah mulai terlihat emosi. "Sudahlah Put, kami bukanlah anak kesayangan papa. Kami tidak seperti kamu." Ucap Raja dengan lantang, dan Putri terlihat kaget dengan ucapan kakaknya.

"Maksud kak Raja?" Tanya Putri dengan nada keras. Rafa mencoba menahan Raja untuk tidak berbicara tapi usahanya sia-sia, dan Raja terus melontarkan apa yang dia pikirkan. "Kau tau kan Put, kesalahan apapun yang kamu buat. Pasti papa dan mama akan selalu melindungi kamu, berbeda dengan kami." Ucap Raja yang kembali terlihat kesal.

"Kak Raja ngomong apa sih? Putri gak ngerti?" Putri semakin heran dengan tingkah laku Raja. "Raja, stop it!!" Ucap Rafa kesal, "Sudah saatnya kamu tau Put, mumpung Mega juga disini." Ucap Raja yang menunjuk ke arah Mega yang terlihat bingung. Andi yang ingin membela Putri, ditahan oleh Putri dan segera Andi menutup kembali mulutnya.

"Kamu tau Put, berapa banyak tindak pidana yang sudah berhasil lolos dari dirimu? Berapa besar perjuangan Papa agar tidak ada media yang tahu soal perbuatanmu? Kamu tau berapa besar biaya yang dikeluarkan papa untuk pengobatan Mega, belum lagi biaya operasi plastik yang dilakukan oleh Mega. Dan apa papa pernah mengusir kamu dari rumah?" Ucapan Raja benar-benar sudah tidak terkontrol, Putri hanya bisa duduk terdiam dan terpaku dengan semua ucapannya. Bahkan saat ini Putri mulai menahan air matanya untuk tidak keluar.

Putri tidak pernah membayangkan kalau kakak-kakaknya menyimpan kekesalan seperti ini akan dirinya. "Raja, Cukup!! Kita sudah pernah bahas ini bukan. Dan ini bukan saat yang tepat." Rafa menahan Raja untuk berbicara panjang. Sedangkan Wira menatap tertegun dan tidak percaya akan apa yang diucapkan oleh kakaknya.

"Raja tahan emosimu." Ucap Wira mencoba menengahinya. Mega menatap Raja juga dengan tidak percaya, Putri yakin bisa melihat senyum kepuasan Mega yang menyadari Putri yang tersudutkan kembali.

"Sedangkan kami, apa yang kami lakukan?? Kami tidak melakukan hal yang memalukan. Kami hanya membuktikan bahwa kami juga bisa jadi orang yang berguna dan sukses seperti yang papa harapkan." Raja kembali berbicara. "Tapi nyatanya, semua usaha terbaik kami tidak pernah dihargai. Apa kau tau rasanya dicampakkan oleh orangtuamu sendiri ?" Raja yang masih melanjutkan pembicarannya, sepertinya sudah tidak peduli dengan Rafa dan Wira yang mencoba menenangkannya.

"Putri sungguh Minta Maaf ka." Ucapan Putri membuat suasana menjadi sunyi, Raja tidak melanjutkan omongannya. "Tadinya Putri berharap, kalau kita semua bisa berkumpul lagi." Suara Putri mulai bergetar dan masih menahan air matanya untuk tidak keluar.

"Kita bisa mencoba memperbaiki keadaan dan hubungan dikeluarga kita." Kali ini satu tetesan air mata sudah tidak bisa ditahannya. Putri segera menyeka air matanya. "Kalau kehadiran Putri di keluarga ini, ternyata banyak yang menderita, terlalu banyak perbedaan yang dirasakan. Sekali lagi Putri minta maaf, sama Ka Raja, Ka Rafa, Ka Wira dan Mega terutama." Putri bangkit dari duduknya, Andi yang tidak tau harus berkata apa-apa, hanya bisa melihat Putri dan mengikutinya untuk bangkit dari duduknya.

"Mungkin ada baiknya, kalau Putri tidak pernah ada." Ucap Putri masih dengan sedikit menahan tangis. Wira memalingkan wajahnya ke arah Mega, Mega hanya menatap Wira dengan simpati.

"Put lo ngomong apaan sih?" Ucap Andi dengan sangat pelan dan mulai khawatir. "Sekali lagi Putri minta maaf untuk kalian semua, Putri janji gak akan buat kalian menderita ataupun ganggu kalian semua." Putri kemudian berbalik arah, dan meninggalkan kakak-kakaknya, berlari kecil berharap segera meninggalkan ruangan tersebut.

Andi menyusul Putri dengan cepat, sedangkan Rafa ikut menyusul Putri dan berhasil menyusulnya di lantai dasar. "Putri, tunggu!" Ucap Rafa, Langkah Andi dan Putri pun terhenti. Putri menatap kakaknya kemudian tertunduk. "Put. Sorry, tolong maafin Raja. Dia masih emosi soal kejadian semalam." Rafa memegang pundak Putri.

"Putri, gak pernah marah kok sama kak Raja." Ucap Putri yang masih menahan air matanya. "Put, gue tau. Pasti lo syok dengar Raja ngomong seperti itu." Suara Rafa yang lebih tenang, membuat Putri berani memandang kakaknya.

"Kamu tau tidak Put, papa juga menampar Raja semalam. Bahkan papa merusak lukisan Raja didepannya, itu sudah cukup membuat Raja sakit hati terhadap sikap papa." Rafa menjelaskan. "Lukisan?" Tanya Putri, "Iya Lukisan, lukisan yang diceritakan tadi. Papa benar-benar merusaknya dihadapan kami, dan mengatakan hal yang kami lakukan adalah sampah dan sesuatu yang tidak berguna." Rafa menghela nafasnya.

"Disaat itulah, Raja mulai membandingkan dia dan kamu Put. Dia menganggap hal yang dia lakukan tidak separah yang kamu lakukan dulu." Rafa kembali menjelaskan, dan menatap raut wajah Putri. "Tapi tenang, saat itu dia tidak ada maksud apapun dari ucapan Raja. Itu hanya soal perbadingan. Jadi, kenapa masalah kami harus diperbesar-besarkan." Rafa mengusap lembut kepala Putri.

"Iya, kak Rafa. Putri paham kok." Jawab Putri dengan Lemah. "Putri pulang dulu ya ka." Ucap Putri dengan nada pelan. Rafa menghela nafasnya dengan panjang, ia pun mulai kehabisan kata-kata di depan Putri. "Andi, titip Putri ya. Tolong antar sampai rumah." Rafa melirik ke arah Andi, dan Andi pun mengangguk cepat.

"Ada seseorang yang harus kutenangkan juga, Walaupun dia kakakku karena kami hanya terpaut 3 menit. Kurasa saat ini dia jadi seperti adik terakhir." Ucap Rafa tersenyum. Putri dan Andi pun berlalu meninggalkan Rafa. Putri terlihat sangat terguncang, Andi berkali-kali mencoba menenangkannya dan tampak tidak berhasil.

Kali ini Andi membiarkan Putri mengeluarkan semua isak tangisnya, tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa memeluk erat Putri seakan Putri bisa mendengar isi hati Andi yang setia menemani Putri dalam kesedihannya.