Ternyata Wira sudah berada di luar pintu gerbang sekolah, lebih cepat dibandingkan Putri. "Ka Wira," teriak Putri terlihat Wira melirik ke arahnya. Wira memperhatikan jamnya dan melirik ke arah sekitar, membuat Putri berpikir kakaknya tidak mendengar panggilannya.
"Kak Wira, Cari siapa?" Tanya Putri melihat Wira yang masih memperhatikan sekelilingnya. Belum sempat Wira menjawab, Mega muncul diantara mereka. "Hai Wira," sapa Mega dengan manis. Putri masih menatap dengan bingung Wira.
"Putri! disini lo ternyata." Andi yang juga muncul menyadari kehadiran Mega diantara mereka. "Loh kok ada Andi?" Tanya Wira yang heran. "Kok Ada Mega juga?" Putri balik bertanya. "Kalau Mega, kaka yang undang dia datang kesini." Wira menjelaskan, dan menarik tangan Mega yang hanya bisa senyum keheranan menatap Wira.
"Kalau begitu sama, Putri yang ajak Andi kesini." Putri juga ikutan menarik lengan Andi. Terlihat ekspresi Andi yang sepertinya ingin menghindari konflik antara teman dan kakak temannya.
"Ahh, terserahlah. Gue mau naik mobil, udah pesen. Kamu mau ikut gak?" Tanya Wira dengan ketus, "Gak usah kak, Putri sama Andi aja naik motor. Lagian kita mau kemana sih?" Tanya Putri dengan ketus juga.
"Putri, serius lo mau naik motor, panas loh." Ucap Andi pelan dan ragu. Tapi Putri tidak menghimbaukan omongannya, malah memberikan cubitan ke pinggang Andi. Andi pun mengerang kesakitan.
Wira mengambil ponsel di saku celananya, "Tuh, udah gue share loc. Kamu kesana aja ya, kita ketemuan disana nanti baru bisa gue jelasin." Ucap Wira. Putri pun memeriksa handphonenya, dan memastikan pesan dari kakaknya sudah masuk.
"OK, kita ketemuan disana aja ya." Putri pun menarik lengan Andi dan menyeretnya segera untuk meninggalkan Wira dan Mega.
Mereka nerduamenuju ke halaman parkir motor dengan tergesa-gesa. "Duh, lo ini kenapa sih Put?" Tanya Andi yang kesal dengan sikap Putri yang menggerutu tiada henti.
"Duh jangan tanya gue, Gak ngerti kenapa, kesel aja." Ucap Putri dengan terbata-bata. "Kamu kesel, karena ada Mega?" Tanya Andi yang menyerahkan helm ke Putri. Putri sendiri juga bingung, bukannya harusnya dia merasa senang jika Mega kembali dekat dengan kakaknya. Tapi Putri ragu dengan Mega yang sekarang ini.
Hari itu sangat panas, Putri bisa merasakan tetesan keringat mulai muncul dari balik wajahnya. Mungkin seharusnya dia ikut Wira pergi menggunakan mobil. Perjalanan lebih jauh ketimbang perjalanan pulang ke rumah yang lebih cepat.
Putri masih menatap layar handphone-nya, memberikan arahan kepada Andi yang masih serius mengendarai Motor. "RR Galery ya Andi, kalau sesuai petunjuk ada di sisi kanan Jalan." Ucap Putri yang memberikan penjelasan.
Saat ini mereka berada di pusat kota, Jalanan cukup ramai dengan segala aktifitas mobil dan motor. Belum ditambah lalu lalang para pejalan kaki. Andi mengendarai motornya dengan amat pelan, khawatir melewatkan tempat yang akan mereka tuju.
"Andi, itu disana." Teriak Putri sambil menunjuk sebuah papan yang terpampang di depan toko yang dikelilingi oleh kaca tembus pandang. Papannya diletakkan tepat diatas pintu masuk. Dengan tulisannya yang besar, dan bertuliskan RR Galery.
Andi memakirkan motornya tepan di depan toko tersebut. Putri masih menatap heran toko yang ada dihadapannya. Bertanya-tanya mengapa Wira meminta untuk bertemu ditempat ini. Andi yang sudah meletakkan semua atributnya di motor, menyusul Putri yang masih diam terpaku di depan pintu masuk.
"RR Galery." Ucap Andi, yang membuat Putri meliriknya. "Yuk masuk." Ajak Andi, dan Putri melihat kesekelilingnya, memperhatikan Wira dan Mega belum tiba. Dan mengangguk memenuhi ajakan Andi untuk masuk kedalam.
Pintu masuknya merupakan pintu kaca tingkap yang cukup besar, Bahkan dibagian depan semuanya merupakan kaca. Orang yang berada diluar toko pun bisa melihat jelas kedalam.
Putri mendapati dirinya berada diruangan yang tidak begitu luas, tapi banyak lukisan-lukisan berjejer rapi di tembok yang berwarna putih terang. Putri hanya melihat seorang kasir yang sedang melayani pelanggan.
Putri juga melihat beberapa vas dan pajangan dengan bentuk yang cukup aneh terpajang dengan rapi. Tidak begitu ramai, tapi sudah ada beberapa pengunjung didalamnya sedang asik melihat dan memilih lukisan yang mereka sukai.
Beberapa pengunjung, bahkan sudah ada yang keluar dan membawa beberapa lukisan yang sudah mereka beli.
Seorang penjaga toko wanita menghampiri mereka, mengenakan kemeja biru dengan blezer dan celana hitam, serta menggunakan sarung tangan putih.
Tubuh wanita itu lebih pendek dari Putri bahkan lebih pendek dari ukuran normal, dia juga mengikat rambutnya dengan sangat rapi ke arah belakang. Saking rapinya Putri dan Andi bisa melihat dahinya yang cukup luas dan menyilaukan, belum ditambah lagi dengan lipstik merah terang yang digunakan.
"Selamat sore." Ucap penjaga toko tersebut dengan manis. "Saya Vivi, ada yang bisa saya bantu, atau butuh rekomendasi untuk beberapa lukisan favorit disini." Putri menatap penjaga wanita itu dengan tertegun takjub.
"Ehh, maaf mba. Kita juga gak tau mba, kenapa bisa ada disini." Jawab Andi dengan menggarukkan kepalanya, yang juga sama bingungnya dengan Putri.
Reaksi dari penjaga toko itu pun lebih aneh dari mereka berdua. "aha.. saya tau ini pertama kalinya kalian kesini bukan." Ucap penjaga toko itu dengan senyuman lebar dan memperlihatkan deretan giginya yang tidak rapi. Andi dan Putri mengangguk bersamaan.
"Pasti kalian bingung kan?" Ucap penjaga toko tersebut, dan masih mempertahankan senyuman lebarnya. Putri dan Andi kembali mengangguk. "Pasti kalian bingung kan, karena disini harganya mahal-mahal." Ucap penjaga tersebut, dan kali ini terlihat ekspersi licik dan puas yang terpancar.
"Gak Mba, eh siapa namanya." Tanya Putri.
"Vivi, v—i – v – i ." Ucapnya dengan menunjukkan name tag yang tersemat didadanya. "Jadi begini mba Vivi, kita gak ada niat mau beli apapun di tempat ini. Kita cuman.." Raut wajah Vivi langsung berubah menjadi galak, dan memicingkan matanya kearah Putri. "Kalian stalker ya?" Vivi kembali bertanya dengan nada curiga.
"Bukan mba Vivi, kita bukan stalker." Andi mulai membela dirinya dan mengangkat kedua tangannya mencoba menahan Vivi yang mulai mendekatinya, dan Vivi harus mendongak ke arah wajah Andi yang terpaut tinggi dengan tubuhnya.
"Tinggi banget ya kamu, makan galah ya?" Ledek Vivi, masih dalam keadaan mendongak. "Mba Vivi, maaf." Kali ini Putri agak sedikit membungkuk agar bisa melihat jelas wajah penjaga toko itu.
"Sebentar lagi kakak saya datang, nanti kakak saya yang jelasin bagaimananya." Ucap Putri dengan memasang wajah yang penuh senyuman, walau terlihat raut wajahnya tidak percaya dengan omongan Putri.
"Putri?" Seseorang memanggilnya, dan suara itu tidak asing terdengar. Putri melirik ke arah kanannya. Dia bisa melihat kakak kembarnya Raja berdiri memandang Putri yang masih membungkuk.
"Kak Raja?" Ucap Putri dengan lantang. Penjaga toko tersebut langsung menatap bingung Putri dan Raja secara bergantian. Raja menghampiri Putri dan merangkulnya,
"Vivi, jangan khawatir ini adik saya. Putri namanya." Ucap Raja yang memperkenalkan Putri kepada Vivi. "Dan ini temannya, Andi." Raja menunjuk ke arah Andi, yang memberikan senyuman kepada Vivi.
"Owalahh, baiklah. Duh mas Raja, tadi saya pikir mereka ini stalker." Ucap Vivi yang sekarang logat bicaranya berubah sangat mendok, bahkan ia berbisik keras kepada Raja. Raja menatap Putri, dan Putri hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Rame banget di depan? Kedatangan tamu ya?" Ucap Rafa yang muncul juga dari arah berlawanan. "Kak Rafa, juga ada disini?" Tanya Putri semakin heran. Rafa hanya tersenyum melihat adiknya yang bingung.
Vivi yang memutuskan untuk pergi, langsung hilang dari pandangan mereka. "Yuk ngobrol-ngobrol di atas aja." Ajak Raja yang sudah tidak lagi merangkul adiknya. Putri dan Andi pun mengikuti langkah si kembar, menaiki beberapa anak tangga dan akhirnya mereka tiba di lantai dua sebuah ruangan yang sama lebarnya dengan ruangan yang ada dibawah. Lantai dua lebih tampak seperti sebuah gudang, ruangan itu penuh dengan barang dan peralatan lukis.