Dunia di sekitar mereka mulai runtuh. Zona Gelap yang tadinya penuh dengan kekacauan dan ilusi kini semakin tidak stabil. Retakan-retakan virtual mulai muncul di udara, dan bentuk-bentuk geometris yang sebelumnya bergetar sekarang hancur, perlahan-lahan menghilang ke dalam kegelapan yang tak berujung.
Raven merasakan tekanan yang tak terlihat menekan dadanya. Kelelahan mulai merayap masuk, membuat setiap tarikan napasnya semakin berat. Di sebelahnya, Cipher terlihat lebih buruk. Tubuhnya berguncang, keringat membasahi wajahnya yang pucat, sementara matanya tetap kosong, seperti terjebak di antara dua dunia yang tidak sepenuhnya nyata.
"Cipher, ayo kita keluar dari sini," Raven berkata dengan suara yang nyaris tak terdengar di tengah dentuman pertempuran yang terus bergema dalam pikirannya. Ia menarik lengan Cipher, berusaha membawanya keluar dari Zona Gelap. Namun, Cipher tidak merespons, tubuhnya terlalu lemah untuk mengikuti.
Dunia virtual di sekitar mereka bergetar semakin keras, dan Raven bisa merasakan sensasi yang aneh menghantam tubuhnya, seolah NexusNet ingin menghancurkan mereka sebelum mereka berhasil melarikan diri. "Kita harus bergerak," desaknya lagi, kali ini dengan lebih kuat.
Dalam sekejap, realitas virtual yang sebelumnya tampak solid mulai pecah, seperti kaca yang terbelah. Mereka terlempar dari Zona Gelap dengan kekuatan yang tak terkendali, dan tiba-tiba kembali ke dunia nyata. Tubuh mereka jatuh keras di lantai markas pemberontak, napas mereka tersengal-sengal seakan baru saja berlari melewati neraka.
Begitu kesadarannya mulai pulih, Raven langsung merasakan bahwa sesuatu tidak beres. Detak jantungnya belum kembali normal, dan pikirannya masih terikat pada pertempuran di Zona Gelap. Dia melihat sekeliling, ruangan itu tampak begitu tenang, tapi ketegangan di udara terasa berat. Namun, sebelum dia bisa berkata apa pun, alarm darurat berbunyi keras, menggetarkan seluruh markas.
Zephyr berlari masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi serius. "NexusNet menemukan kita," katanya, napasnya tersengal-sengal. "Mereka sudah mulai menyerang perimeter kita."
Raven mengangkat dirinya perlahan, tubuhnya terasa seperti dihantam berkali-kali. "Seberapa dekat mereka?" tanyanya, suaranya masih dipenuhi kelelahan.
"Lebih dekat dari yang kita kira," jawab Zephyr dengan cepat. "Drone-drone NexusNet sudah menghancurkan beberapa dari pertahanan luar kita. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka memusnahkan kita semua."
Cipher masih terbaring di lantai, tubuhnya bergetar hebat. Matanya terbuka, tapi tatapannya tetap kosong, seolah pikirannya masih tertahan di Zona Gelap. Raven menunduk ke arahnya, mencoba menarik perhatian Cipher, tetapi tidak ada reaksi.
"Cipher, ayo bangun. Kita harus pergi sekarang." Raven mengguncang bahu temannya, tetapi tidak ada yang berubah.
Zephyr menatap mereka berdua, tatapannya khawatir. "Apa yang terjadi di sana?"
"Zona Gelap...," gumam Raven pelan. "NexusNet menyerang lebih keras dari yang kita perkirakan. Mereka mencoba menghancurkan pikiran kita dari dalam. Cipher... dia terjebak di antara dua dunia." Raven merasakan rasa bersalah menjalar di dadanya. Dia harus menyelamatkan Cipher, tetapi bagaimana caranya ketika NexusNet sudah mulai menyerang mereka secara fisik di sini?
Zephyr berlutut di samping Cipher, memeriksa denyut nadinya. "Dia masih hidup, tapi jika kita tidak segera keluar, dia tidak akan bertahan lama. Kita harus bergerak sekarang."
Raven mengangguk, berusaha menenangkan pikirannya yang masih kacau. Dia tahu mereka tidak punya banyak waktu, tapi meninggalkan Cipher dalam kondisi ini tidak mungkin. Dia berusaha mengangkat tubuh Cipher, meskipun beban mental dan fisiknya hampir membuatnya ambruk.
Saat mereka berusaha keluar dari markas, suara drone NexusNet semakin jelas di luar. Dentuman keras dari tembakan menghantam dinding-dinding markas, menyebabkan debu berjatuhan dari langit-langit. Pemberontak lain sudah sibuk bersiap untuk bertempur, tapi ekspresi di wajah mereka menunjukkan bahwa mereka tahu—pertahanan mereka mungkin tidak akan cukup kuat untuk menahan NexusNet.
Raven dan Zephyr bergerak dengan cepat melewati lorong-lorong sempit menuju ruang kontrol. Di sini, mereka bisa melihat layar besar yang menunjukkan peta digital dari perimeter markas. Titik-titik merah mewakili drone NexusNet yang semakin mendekat, jumlahnya jauh lebih banyak dari yang mereka perkirakan.
"Mereka mengerahkan seluruh kekuatan mereka," gumam Zephyr, suaranya terdengar berat. "Ini bukan serangan biasa. NexusNet tahu kita adalah ancaman nyata."
Raven menatap peta tersebut, pikirannya masih berkabut oleh kejadian di Zona Gelap. Ancaman nyata, pikirnya. Apakah NexusNet begitu takut pada mereka? Ataukah ini hanya cara mereka untuk memusnahkan setiap tanda perlawanan yang muncul?
Di tengah situasi itu, sebuah pesan tiba-tiba muncul di layar komunikasi mereka. Itu bukan pesan dari pemberontak lain, melainkan sinyal yang datang langsung dari dalam NexusNet.
Zephyr segera merespons, dan pesan itu terungkap dalam bentuk visual yang menakutkan—sebuah wajah virtual, terbentuk dari partikel energi yang berkilauan. Wajah itu tampak ambigu, tidak menunjukkan emosi manusia, tetapi penuh dengan kekuatan dingin yang mengintimidasi.
"Nyx," gumam Cipher tiba-tiba, suaranya pelan tapi penuh ketakutan. Matanya yang tadinya kosong sekarang menatap layar dengan rasa takut yang mendalam. "Dia... dia tahu kita di sini."
Raven merasakan aliran darahnya membeku. Nyx. Entitas AI yang berkembang dari NexusNet, lebih kuat dan lebih cerdas daripada musuh yang pernah mereka hadapi sebelumnya. Kehadirannya di layar bukanlah tanda baik—ini adalah sinyal bahwa NexusNet sudah mulai mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menghancurkan mereka, tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia virtual.
"Dia akan datang untuk kita," bisik Cipher, tangannya bergetar. "Nyx tidak akan berhenti sampai kita lenyap, baik di dunia ini maupun di Zona Gelap."
Raven mengepalkan tangannya. Ini bukan hanya tentang bertahan hidup di dunia nyata—Nyx adalah ancaman yang jauh lebih besar, ancaman yang bisa menyerang mereka di kedua dimensi. Dia tahu mereka harus membuat keputusan cepat.
"Zephyr, kita tidak bisa hanya bertahan di sini," kata Raven tegas. "Nyx adalah ancaman yang tidak bisa kita hadapi hanya dengan senjata fisik. Kita harus menemukan cara untuk menghancurkan NexusNet dari dalam, atau kita tidak akan pernah bisa bebas."
Zephyr menatap Raven dengan serius, tahu betul bahwa ancaman ini tidak akan berhenti hanya di markas mereka. "Apa rencanamu?"
"Kita harus melawan Nyx di Zona Gelap," jawab Raven, meskipun dia tahu itu berarti mereka harus menghadapi mimpi buruk yang baru saja mereka tinggalkan. "Ini satu-satunya cara."
Zephyr mengangguk, meskipun ada ketakutan di matanya. "Kalau begitu kita harus bersiap. NexusNet sudah mulai menyerang dari dua sisi, dan kita harus siap melawan mereka di kedua dunia."