Aku menjalani peran sebagai istri semestinya, bangun dalam keadaan pegal dan letih akibat bercinta seakan berada dalam musim kawain.
Gibran tidak bisa berhenti untuk berdekatan denganku, aku sedikit kewalahan sebenarnya mengikuti gairahnya yang besar. Aku baru menyadari itu setelah menikah, dulu dia menahan diri padaku pantas Gibran bermain api dengan Della.
Pantas saja dan aku terkekeh sambil menggeleng, menarik selimut untuk menutupi tubuhku.
Melihat jika kamar sudah sepi, sepetinya Gibran sudah berangkat. Aku tidak memiliki panggilan spesial, belum tapi aku tidak mau. Entah kenapa itu masih terdengar asing, begitu juga Gibran, sebab kami berdua pun belum membahas banyak tentang kami setelah menikah.
Setiap harinya Gibran di sibukkan dengan pekerjaan yang mengambil waktunya dariku, juga kami hanya bertemu ketika malam tiba bercinta dan melakukan pillow talk tentang keseharian kami sampai tertidur.