Faras berlari keluar menuruni tangga kayu rumahnya dan melihat ruang tengah yang sudah tak berbentuk. Banyak pecahan kaca berserakan di lantai juga sesuatu yang kering berwarna merah pekat di lantai, Faras takut. Semuanya pergi tanpa dirinya. Akhirnya air mata itu tumpah, kembali membanjiri pipi mulus Faras. Dia duduk di tangga sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Faras takut, bingung, marah dan kesal. Dia merasa bodoh karena tak tau apa yang terjadi, padahal baru saja kemarin keluarganya merayakan ulang tahunnya yang ke-10 dengan bahagia. Namun kenapa sekarang menjadi kacau. Seakan tuhan mendengar jeritan hatinya. Suara langkah kaki yang mendekat dengan suara teriakan dari luar membuatnya sadar, ia tak sendirian, Faras tak sendiri.
Faras segera menghapus air matanya kasar dengan punggung tangannya dan beranjak menuju pintu depan sambil berlari tak memperdulikan kakinya yang terkena pecahan beling, saat dirinya berlari melewati ruang tengah.
