*Flashback - Saat Acara Pernikahan Ella dan Alfred.
Alfred berjalan meninggalkan Ella yang masih bersama dengan teman-temannya. Acara pernikahan itu tidak terlalu meriah, tapi rasa lelah tetap saja ada. Alfred menatap jam tangannya, belum terlalu larut untuk ia mengganti pakaiannya saat itu.
Berjalan ke arah kamarnya, dan melepas setelan jas pernikahannya. Alfred mengeluarkan mantel abu-abunya, serta sweater hitam yang ia kalungkan antara lehernya.
Setelah berkemas, dan mengeluarkan koper kecilya. Ia mulai mengeluarkan ponselnya, sebuah nama langsung ia tekan untuk melakukan panggilan keluar.
Dering kedua kalinya, seseorang langsung mengangkat teleponnya. "Apa semua sudah siap, Steward?" Tanya Alfred dengan santai, ia pun menutup kopernya dengan hati-hati.
"Baiklah, temui aku dibawah sekitar lima belas menit lagi." Ucap Alfred dan menutup percakapannya.
"Kau akan pergi kemana Kak?"
Jhon sudah berdiri di ambang pintu, memandangi kakaknya dengan setelan pakaian yang terlalu rapi. "Biar kutebak kau tidak akan tidur bersama istrimu dengan pakaian tersebut, bukan?" Sindir Jhon.
Alfred tidak menunjukkan ekspresi terkejut, ketika adiknya memergokinya yang tengah akan berpergian di malam pengantinnya.
"Hmmm... Jhon... sayang sekali... Aku tidak bisa menemanimu terlalu lama. Duduklah.." Ucap Alfred dengan santai. Menarik kursi kerjanya ke arah adiknya, sedangkan dirinya duduk di sisi meja kerjanya.
"Oh ya ada yang lupa aku katakan kepadamu."
"Aku akan membawa ibu untuk segera pulang." Lanjut Alfred, sebuah senyum licik terpapar diwajahnya, Jhon menatap kaget dan tidak percaya.
"Apa...? Apa kau yakin? Itu bukanlah keputusan yang bagus Alfred.."
"Kenapa kau begitu takut dengan ibu? Kau sudah lama tidak bertemu dengannya bukan? Aku yakin ibu akan sangat merindukanmu.." Alfred kembali menyeringai, Jhon langsung saja bersikap panik. Bahkan tangannya bergetar saking ia merasakan takut dengan keputusan Alfred.
"Alfred.. apa kau sadar? Kalau ibu kembali..."
"Jhon tenanglah.. apa kau tidak melihatku? Bahkan aku baik-baik saja bukan.. Lagi pula harusnya kau yang khawatir saat ini."
"Apa maksudmu?" Tanya Jhon.
"Hmm... bagaimanapun kau adalah adikku. Yahh walaupun aku tau, kalau aku salah dalam mengajarimu mengenai wanita." Alfred menyilangkan kedua tangannya, Jhon masih menatap dengan penasaran.
"Aku lihat belakangan ini kau terlalu bersenang-senang dengan wanita. Ah... Abigail.."
Mata Jhon langsung saja mendelik, apa yang diketahui kakaknya mengenai dirinya dan Abigail. Bahkan ia harus mengingat nama itu untuk beberapa detik, agar dia tau kemana arah pembicarannya.
"Cinta semalam... setelah banyaknya kisah cinta semalam yang kau buat. Sungguh aneh kau bisa bertemu dengan Abigail.."
"Alfred apa maksudmu!! Sejak kapan kau menjadi peduli dengan siapa aku tidur Alfred? Bukankah kau sendiri yang mengajariku, bagaimana memperlakukan seorang wanita dengan baik." Jhon balik menyindir.
"Sebenarnya aku tidak peduli, bahkan itu adalah urusanmu. Tapi apa kau benar-benar tidak tau siapa wanita itu?" Alfred terkekeh, senang dengan adiknya yang semakin menjadi tertarik dengan arah pembicaraan mereka.
"Apa kau tau kalau cinta semalammu dengan Abigail, membuatnya harus mengandung anakmu sendiri?"
"Alfred!!! APA MAKSUDMU?!!"
Tangan Jhon sudah memegangi kerah Alfred dengan erat, sedangkan tangan lainnya sudah mengepal membentuk sebuh tinju. Nafas Jhon mulai menjadi tidak teratur, emosinya mulai ia kendalikan.
Perlahan ia melepas kesal cengkramannya pada kerah Alfred, dan kakaknya hanya sedikit menggerakkan lehernya dengan santai.
"Pasti kau tidak mengetahuinya bukan? Jhon, kau harus lebih banyak belajar lagi..." Lanjut Alfred.
"Untung saja Abigail memeriksakan kondisi kehamilannya disalah satu rumah sakit milik keluarga kita. Cukup mudah bagiku untuk memantau kondisi kehamilannya."
"Jangan kau pikir, aku selama ini hanya diam dan membiarkan kau dengan segala kebebasannmu." Alfred berjalan mendekati adiknya.
"Bagaimanapun kau adalah adikku, aku akan tetap mengawasimu tanpa kau sadari. Bahkan kau akan terkejut, karena aku mengetahui semua kisah cinta satu malammu, Jhon Lewis."
Mulut Jhon masih tertutup rapat, sudah lama ia merasakan ada yang aneh dengan sikap kakaknya. Tapi selama ini ia tidak begitu menghiraukan, pikirannya selalu teralihkan dengan segala fasilitas mewah yang disediakan oleh kakaknya.
"Hhh... aku tidak banyak waktu lagi Jhon. Aku rasa percakapan kita cukup, bersiap-siaplah kembali ke LA. Dan selesaikan study akhirmu. Setelahnya, kau akan menerima kabar dariku mengenai ibu. Disaat itulah kau bisa kembali ke rumah ini." Alfred mulai berjalan meninggalkan kamarnya.
"Oh ya satu lagi, aku rasa kau masih ingin menyimpan rahasia ini bukan? Jadi aku rasa, kau hanya bicara seperlunya saja pada istriku, OK." Alfred tersenyum dengan lebar, lalu benar-benar menghilang dari dalam kamar.
** Flashback end**
Jhon berjalan keluar melewati pintu gate, suasana terminal airport sangat ramai. Dia tidak banyak membawa barang bawaan, sebuah koper merah dengan ukuran sedang terseret teratur di lantai terminal yang licin.
Jhon memperhatikan area tunggu, mencari-cari seseorang yang harusnya sudah menjemputnya. Tapi sosok tersebut belum ia temukan, ia mengeluarkan ponselnya dan baru saja ia ingin menghubungi orang tersebut. Seseorang sudah menepuk bahunya.
"Maaf membuat anda menunggu, Jhon."
Steward tersenyum dengan ramah dan sopan, lelaki itu sama sekali tidak berubah. Kulit wajahnya masih saja pucat, mungkin orang-orang akan mengiranya sedang sakit.
"Steward.. "
"Silahkan... Kakak anda sudah menunggu anda dirumah." Steward langsung mengarahkan Jhon untuk keluar dari bandara.
Jhon tentu saja hanya menurut, walau pikirannya saat ini sedang terbebani dengan berbagai macam pertanyaan yang masih membuatnya bingung.
Lagi-lagi sebuah nama Abigail, muncul dipikirannya saat itu. Ia berniat untuk mengetahui keberadaan wanita itu, dan mencari tahu apakah yang dikatakan oleh kakaknya adalah benar atau hanya sebuah bualan untuk mengancamnya.