Matanya yang berwarna cokelat gelap itu menatap wajah Ella, wanita itu sedikit menarik bibirnya dan membentuk senyum simpul kecil.
Masih menandakan bahwa wanita itu masih menjaga keramahtamahannya. Sedangkan Ron masih berdiri bingung disamping Ella.
"Kumohon... Sarah..kumohon. Kau tidak bisa terus mengabaikanku seperti ini." Ella masih menahan pintu mobil, matanya masih menatap dengan tatapan penuh harapan.
Sarah sedikit menghela nafasnya, tidak ada gunanya saat ini ia menghindari Ella. Sarah mengambil tas kecilnya dan mulai mencari-cari sesuatu.
"Kau begitu keras kepala Ella, dan kau semakin mengingatkanku kepada seseorang." Gumam Sarah, dan menyodorkan sebuah kartu nama berwarna hitam dengan tinta emas yang terukir di atasnya.
"Jika kau ada waktu, datanglah pekan ini. Akan sangat menyenangkan jika kita dapat berbicara santai sambil menikmati jam makan siang." Sarah masih menyodorkan kartu namanya, sedangkan Ella tertegun sesaat memandangi kartu tersebut.
"Ahh.. Baiklah Sarah. Pekan ini, aku janji." Balas Ella dengan yakin.
***
Ruang rias terlihat sepi, hanya ada Liu teman modelnya sedang sibuk menata ulang rambut ataupun riasan mereka. Bahkan ia cukup terkejut dengan kedatangan Ella yang cukup siang,
"Kau masuk hari ini Ella? Nancy sedari tadi sudah berteriak-teriak mencarimu." Ucap Liu, matanya masih menatap cermin yang berada dihadapannya.
"Kalau aku jadi kau... " Liu terhenti, dan mulai menaikkan volume rambut belakangnya. Tangan kanannya masih sibuk menyemprotkan banyak hairspry dirambutnya yang pendek.
Ella duduk terkulai diatas sofa putarnya, pagi tadi ia sudah cukup lelah. Dan sore ini ia tetap memutuskan untuk tetap menuju tempat kerjanya.
"Lebih baik aku tidak datang sama sekali, daripada harus mendengar ocehannya. Tidak ada satupun yang terlewat darinya, dan semua kena ocehannya..."
Liu terhenti dari ucapannya, dari cermin ia bisa melihat sosok nancy dengan blouse hitamnya. Wajahnya tampak tidak ramah, dan Liu yakin Nancy sudah cukup banyak mendengar keluhannya.
"Apa kau akan terus bergosip LIU?? Atau aku harus mengganti posisimu sekarang, mencari model lain yang lebih banyak bekerja dari pada banyak berbicara?" Sindir Nancy dengan suara yang mulai meninggi.
"Tuh...kan sudah kubilang... Semoga Tuhan menyertaimu selalu Ella.." Ucap Liu teramat pelan, dan langsung saja pergi meninggalkan kedua orang tua tersebut.
Ella masih saja duduk dengan posisi tangannya menjuntai kearah lantai, sedangkan ia sedang menutupi matanya. Ia mulai merasakan rasa lelah, beberapa kejadian belakangan ini sudah cukup menguras energinya.
"Jadi apa lagi sekarang?" Tanya Nancy, memutar sofa putar Ella. Membuatnya berhadapan dengan Ella yang tidak bergeming, dan hanya membuka kedua matanya. Sedikit silau dengan pantulan lampu yang berada diatasnya, membuat ia memicingkan matanya.
"Nancy, bukankah sudah kuceritakan padamu. Aku benar-benar hampir membunuh seseorang tadi pagi." Jawab Ella, perlahan ia menegakkan tubuhnya.
"Bukan masalah itu, dan aku juga tidak ingin membahas masalah yang sudah aku ketahui." Ucap Nancy dengan tegas. Ella hanya memiringkan sedikit kepalanya, tampak bingung dan masih berpikir.
"Maksudmu?"
"Seseorang bernama Steward datang tadi pagi, saat kau tidak ada disini."
"Apa Steward.. Laki-laki itu..." Seru Ella terkejut, "Apa maunya datang tiba-tiba?"
"Kau masih mengingat laki-laki itu bukan?? Dia datang dengan membawa banyaknya berkas-berkas mengenai penjelasan hukum dan lain-lainnya yang sudah membuatku cukup muak."
Nancy yang kesal, langsung menarik kursi dan memandang dirinya dalam cermin.
"hahh....kerutanku jadi semakin bertambah dengan semua masalah yang timbul."
Nancy menyentuh beberapa kerutan yang terletak di area matanya, kembali ia menatap Ella yang masih penasaran. Menyilangkan kedua tangannya, dan memasang wajah tegasnya.
"Aku tidak mengerti maksudmu Nancy, untuk apa Steward bertemu denganmu???"
"Suamimu Ella.. "
"Suamiku?"
"Yaa.. Suamimu Alfred Lewis. Ingin kau keluar dari agencyku. Bahkan ia menyanggupi untuk membayar semua sanksi pembatalan kontrak kerja, dan segala ganti rugi yang ditimbulkan." Jelas Nancy.
Ella semakin menegakkan tubuhnya, tanpa ia sadari ia menggelengkan dengan perlahan. Matanya menatap tajam kearah Nancy,
"Kau tidak bisa membiarkan itu terjadi padaku, Nancy."
"Kalau kau ingin protes, proteslah pada suamimu. Apa kau tau Ella, berapa banyak pasal yang dijelaskan oleh si pria aneh itu (Steward)?? Jika aku mencoba untuk menghalangi keinginan suamimu??"
Ella terdiam, dia sendiri sudah dibuat terkejut dengan tindakan Alfred yang sudah berani melangkah hinggah sejauh ini. Ella kesal dengan dirinya, dia pun terlebih sangat kesal dengan tindakan Alfred.
***
"Abigail!!"
Suara Edward cukup menggelegar dalam ruang kamarnya, menatap wanita yang menjadi istrinya dengan tatapan teramat kesal.
"Edward, kenapa kau tiba-tiba menjadi kesal seperti ini!!"
"Katakan kepadaku!! Sudah berapa lama kau tau mengenai rencana ibumu?" Tanya Edward kembali, mendekati Abigail yang sedang terduduk di sisi tempat tidur. Abigail pun takut untuk membalas tatapan Edward.
"Edward, aku tidak tau apapun!!" Jawab Abigail lantang, bersamaan terdengar suara gemuruh petir tidak lama disusul dengan suara rintik hujan yang mulai turun.
"Aku tidak percaya kau tidak tau apapun. Apa yang sedang kalian rencanakan? Katakan!!"
"Ibumu dan pamanku, menikah!!! Ini bukan sebuah kebetulan bukan??" Ucap Edward dengan lantang.
Abigail dengan perutnya yang sudah membesar, terlihat lelah dengan semua rongrongan Edward belakangan ini.
"Edward!! APA KAU SELALU TIDAK AKAN PERCAYA PADAKU!! AKU INI ISTRIMU!!"
"Sudah cukup muak dan sabar, aku menghadapi semua tindakanmu selama ini!!!" Ucap Abigail, kali ini ia mencoba untuk tidak mengeluarkan airmatanya.
Mengambil mantelnya, mengenakannya dengan cepat dan mengambil tas serta dompetnya.
"Yaa, aku tau Edward kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku. Aku memang tidak bisa membuat kau mencintaiku!! TAPI...!!! Setidaknya aku senang aku bisa kau untuk tidak bersama dengan wanita itu." Ucap Abigail.
"KAU!!! Berani-beraninya..."
Edward langsung saja memegangi wajah Abigail, dengan telapak tangan kanannya. Tatapannya teramat benci, Abigail langsung saja menghempaskan tangan Edward dengan kasar.
Susah payah ia berlari menutu pintu luar kamarnya, dan masih meneriaki Edward dengan umpatan kesal yang pastinya terdengar di kediaman keluarga Huxley.
"Abigail!!"
Emma Huxley, keluar dari ruang kerjanya. Ia sendiri usai berdebat dengan Thomas-suaminya, sebelum pertengkaran Abigail dan Edward dimulai. Dan Thomas sudah lebih dulu meninggalkan rumahnya dengan perasaan kesal.
"Abigail..!!" Panggil Emma kembali.
Emma berhasil menyusul langkah menantunya, menepuk bahunya dan langsung membuat Abigail terpaksa menengok dengan kesal.
"Kau akan pergi kemana?" Tanya Emma dan benar-benar khawatir, dengan kondisi Abigail pada usia tua kehamilannya. Mulut Abigail terlihat bergetar karena menahan kesal, sebelum ia sempat mengucapkan sepatahkata apapun. Edward sudah muncul diruang utama, terdiam memandangi Abigail dan Emma.
"Kau tidak perlu berpura-pura peduli padaku, aku sudah MUAK untuk berada disini!!" Abigail langsung membalikkan tubuhnya, dan langsung saja membuka pintu luar rumah.
"Edward, kau harus mengejarnya!!" Perintah Emma,
"Biarkan saja dia pergi, dan ini bukan urusanmu!" Ucap Edward tidak sopan, Emma yang juga sudah cukup bersabar tanpa sengaja langsung memberikan tamparan keras pada wajah Edward.
Edward menatap kesal pada Emma, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh ibu sambungnya.
"Kenapa!!?? Kau memang sudah terlanjur membenciku bukan Edward? Jadi tidak apa-apa bukan jika aku semakin menambah kebencianmu saat ini."
"Sudah cukup dengan kekacauan malam ini!! Aku masih harus mencari tau keberadaan ayahmu!! Dan.. mengenai Abigail."
"Kalau kau memang tidak peduli dengannya, setidaknya kau harus peduli dengan anakmu sendiri Edward. Jadilah pria yang bertanggung jawab!!" Ucap Emma kesal, berharap Edward paham akan semua kekesalannya.
Hanya butuh beberapa detik untuk Edward berpikir cepat, ia langsung saja menyusul ke arah pintu luar.
Seketika langsung saja hujan deras menjadi pemandangan didepannya. Ia belum mendengar suara deru mobil melaju. Mungkin saja Abigail masih berada dalam area parkir keluarga Huxley.
Edward mengakui bahwa Emma benar saat ini, Abigail sedang mengandung anaknya. Itulah yang harus ia khawatirkan. Edward berjalan menembus deras hujan, pintu gerbang dikejauhan terlihat masih tertutup.
Ia pun melihat sosok Abigail disekitar petak bunga yang berjarak sepuluh meter dari area parkir mobil. Abigail sedang duduk terkapar diantara deras hujan, memegangi perutnya dengan wajah penuh kesakitan.
"ABIGAIL!!"
Edward langsung menghampirinya, langsung merasa bersalah ketika melihat ada cairan kental berwarna merah berada disekitar Abigail.
Abigail langsung saja mengcengkram kemeja Edward, air hujan terus membasahi mereka berdua.
"Edward... aku tergelincir tadi!! Dan...akkkhhh... perutku sakit sekali.." Abigail semakin mencengkram kemeja Edward. Pria itu langsung saja menggendong hati-hati
Abigail masih terus meringis kesakitan ketika mereka memasuki pintu masuk, mereka berdua dalam keadaan basah kuyup.
Emma langsung terkejut panik, dan dengan xepat menghampiri Abigail yang terlihat pucat. Seketika ruangan tersebut sudah dipenuhi dengan beberapa pelayan yang ikut membantu membawakan beberapa selimut.
"Aku akan memanggil ambulance, kau harus segera dibawa ke rumah sakit Abigail.." Ucap Edward, dan baru saja ia ingin beranjak untuk berdiri. Abigail langsung meraih dan menggenggam tangannya,
"Edward.. kumohon... jangan tinggalkan aku. Aku takut... kumohon... akkhhh sakit sekali."
"Edward, aku sudah menghubungi pihak medis. Mereka akan tiba sebentar lagi." Ucap Emma memotong pembicaraan Abigail, dan masih terus menyelimuti Abigail yang terlihat kedinginan dan pucat.