Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 52 - Bagaimana Bisa? Kau dan Ella...

Chapter 52 - Bagaimana Bisa? Kau dan Ella...

Sesaat Sebelumnya - Perayaan Pesta karyawan. 

George merenggangkan kedua tangannya, karena puas dengan hasil kerjanya. Ia berjalan ke arah meja minuman, karena mulai merasakan rasa haus.

Tanpa sengaja ia melihat Alfred, pria yang sudah lama tidak ia jumpai. Dan justru ia sangat ingin menghindarinya saat itu. Namun sayangnya kedua pria itu saling bertatap, pandangannya keduanya tidak terlihat ramah. 

"Alfred? Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanya George, yang tidak memberikan sapaan yang ramah. 

Mata hitam Alfred langsung menatap dengan tatapan yang dingin.

"Aku memenuhi undangan dari kekasihku, kau sendiri apa yang sedang kau lakukan di tempat ini? Apa kau sedang mencari wanita yang bisa kau goda dan tipu?" Jawab Alfred dengan teramat santai, seraya meminum minumannya.

"Hhh... jaga ucapanmu barusan! Dan... Kekasihmu? Maksudmu?"

"Jangan bilang jika kau dan Ella?" George mulai menebak, dan Alfred tersenyum karena George yang mulai benar memberikan tebakan.

"Yah... begitulah. Asal kau tahu, belakangan ini aku dan Ella semakin dekat, kau pasti sudah bisa membayangkan kedekatan kami berdua."

"Alfred!!" Bentak George, "Apa yang sedang kau rencanakan? Aku harap kau tidak berbuat jahat pada Ella." Ucap George semakin marah dan geram pada pria di hadapannya. Tapi Alfred tampak tidak takut dengan gertakannya.

"Apa perlu aku ingatkan, siapa yang berbuat jahat dengan siapa?" Alfred menyerigai dengan keji, "Bukankah kau sendiri yang berbuat jahat kepadanya?"

Ella baru saja tiba, ia menatap cemas dengan dua pria yang ia kenal. Kedua wajah pria itu tampak tegang. 

"Alfred? George?" sapa Ella membuat keduanya mengalihkan pembicaraan sebelumnya. 

George melihat Ella yang baru saja tiba, ia pun tidak melanjutkan perdebatannya dengan Alfred. Memilih diam dengan tatapan mengawasi akan sosok Alfred, yang masih berada di hadapannya. 

"George, perkenalkan ini Ella. Dan dia adalah kekasihku saat ini." Ucap Alfred dan George sadar pria itu sengaja mengatakan hal tersebut di hadapannya.

"Hhh?! Alfred aku harap kau tahu apa yang akan kau lakukan." Ucap George, dan berlalu begitu saja

***

Flashback - Saat Perayaan Pesta di Keluarga Huxley. 

"Kalian sudah bersiap-siap?" Ucap Alfred yang baru menuruni anak tangga, melihat adiknya John Lewis yang sudah rapi begitu juga dengan George. 

"Wah... sepertinya kalian akan bersenang-senang," Alfred mendekat pada dua pria yang tidak terganggu akan kehadirannya. 

"George, apa kau lihat bagaimana dengan koleksi foto-fotoku?" Ucap John memperlihatkan ponsel miliknya,

"Mmm.. apa itu tidak terlalu berlebihan?" Ucap George tampak ragu, melihat seorang gadis muda berpose sensual. 

"Payah sekali kau George, kakakku bilang lelaki berani itu tidak boleh ragu dengan wanita-wanita seperti ini." Ucap John, meletakkan ponsel kembali ke dalam sakunya.

"Hei John, gunakan kosakatamu dengan benar. Jangan sampai George mengira kita adalah kakak adik yang brengsek ataupun bajingan. Ayolah... aku ini pria yang baik hati, dan tidak akan mampu melukai perasaan wanita baik-baik," ucap Alfred dan Gerorge pun hanya terkekeh.

"Ayo kita harus segera bergegas, Edward sedang merayakan pesta lagi." Ucap Alfred dan masuk ke dalam mobilnya.

George berkenalan dengan John Lewis, dikarenakan sebuah kejadian yang tidak terduga dan tidak di sengaja di sebuah tempat tongkrongan permainan.

Semenjak berteman dengan Jhon, George mulai diajari untuk melakukan suatu tindakan yang lucu dan seru – menurutnya saat itu. Yaitu dengan cara mempermainkan dan menggoda wanita yang mudah di rayu dan dipancing.

Mereka berpikir akan seru mengencani wanita penggoda, membuat mereka benar-benar jatuh cinta, lalu meninggalkannnya begitu saja. 

Jhon selalu bercerita, bahwa kakaknya sendiri yang mengajarinya. Jhon tidak beranggapan kakaknya aneh atau apapun. Karena Jhon beranggapan, kakaknya hanya tidak ingin Jhon terjebak dengan wanita-wanita yang tidak memiliki perasaan tulus dengannya.

Alfred, Jhon dan Geroge sudah berada di kediaman Edward Huxley, suara musik yang sangat nyaring sudah terdengar walaupun mereka belum memasuki pintu utama kediaman Huxley.

George yang baru saja tiba, bertabrakan dengan seseorang. Ella yang sedang mengenakan pakaian pelayannya, menatap tertegun ke arahnya. "Ella?" Batin George.

Jane, wanita dengan rambut pendek berwarna merah, menghampiri George yang sedang bertatap-tapan dengan Ella. "Sayang, akhirnya kau datang juga. Apa kau mengenal dia?"

"Aku..? ah tidak aku tidak mengenalnya sama sekali." George menjawab dengan cepat, ia sadar bahwa ia telah melukai hati Ella, tapi ia tidak mau Jhon tahu kalau dia memiliki perasaan pada wanita tersebut.

Pastinya akan muncul ide-ide aneh, yang akan membuat Ella menjadi korban tidak bersalah. 

"Maafkan aku, Ella," batin George. 

Ella berjalan cepat, dan ia menerobos kerumunan banyak orang. Air matanya mulai berlinang, karena merasakan sakit pada perasaannya. Mengetahui pria yang ia taksir, tidak mengingat akan dirinya sama sekali. 

Saat Ella berjalan cepat, ada seseorang yang menepuk pundaknya. Senyuman lebar yang khas, dan berkesan ramah. 

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya Alfred sopan.

Tidak lama Alfred pun bertanya mengenai lokasi toilet pada Ella. Alfred hanya berpura-pura bertanya pada Ella, dia hanya mencoba meyakinkan bahwa gadis itu adalah gadis yang bersama George tadi siang.

Seorang gadis yang berjalan kaki sambil menenteng sepedanya, dan Alfred tahu kalau gadis itu sangat menyukai George. Terlihat jelas dari cara dia memandangi George, ditambah air mata yang terlihat tadi.

"Brug..."

Ada keributan yang terjadi membuat para tamu melihat kearah sumber suara. 

Alfred melihat dari kejauhan seorang pelayan wanita yang tanpa sengaja menubruk tamu yang baru tiba.

"Maafkan saya," ucap Laras menyesal. 

Dia mencoba mengimbangi nampan yang ia bawa , berisikan banyak makanan ringan. Alfred masih mengamati Laras dari kejauhan, matanya membelalak tidak percaya.

"Dia...?" Batin Alfred terkejut. 

Setelah bertahun-tahun dia mencari perempuan tersebut, takdir mengatakan hal lain dan mempertemukan mereka di sini - di kediaman Huxley?

Akhirnya dia bisa menemukan Laras di kediaman keluarga Huxley, Alfred bahkan terkekeh kecil dengan tatapan mencemooh karena melihat Laras yang mengenakan seragam pelayan.

"Ella..?" Panggil Laras memanggil Ella dari kejauhan, dan Ella pun langsung menghampirinya.

"Ya bu..? Astaga... apa ibu baik-baik saja?" jawab Ella cepat dan menghampiri Laras yang terlihat kewalahan, merasa cemas jika ibunya terlalu lelah bekerja.

"Tolong bantu aku. Apa kau bisa mengantar makanan ini, Tuan Edward dan Nona Rose sudah menunggu," pinta Laras.

Alfred semakin mendengus tidak percaya, Ella adalah anak dari Laras? 

Sebuah senyum simpul kecil tersirat di wajah Alfred, pikirannya sedang merencanakan sesuatu. 

"Wah... menarik sekali, Ella... ternyata kau adalah putrinya?" 

***

Saat Ella menghajar Jhon, George di rumah singgah dekat tepi danau. 

Alfred sedang menatap adiknya dan George, kondisi kedua orang tersebut sangat memprihatinkan. Ella benar-benar memberikan pelajaran pada kedua orang tersebut.

"Aku tidak terima wanita itu memperlakukanku seperti ini, Alfred!" John yang masih kesal, tapi tampak malu mengakui kekalahannya karena Ella telah memberikan pukulan telak ke arah pipinya. Sebuah memar dan bengkak masih terlihat jelas.

"John!! kau bilang kau akan melakukannya diam-diam. Ini semua SALAHMU!!" Ucap George lebih kesal, sepertinya ia siap berduel dengan Jhon. 

"Apa kau bilang, salahku? Aku hanya menuruti semua rencana yang sudah kita susun, seharusnya semua berjalan sempurna. Bukan begitu Alfred? " John membela dirinya sendiri.

"Apa maksudmu?" George melirik ke arah John dan bergantian ke arah Alfred yang masih duduk dengan santai.

"Sudahlah, kalian tidak perlu bertengkar seperti itu." Ucap Alfred, "Dan John, kompreslah lukamu atau wajahmu akan semakin membengkak seperti balon."

"Kau tidak ingin kehilangan wajah gantengmu, kan?" cibir Alfred. 

John sudah berlalu meninggalkan ruang tengah, di kejauhan masih terdengar umpatan kesalnya. Afred menatap ke arah George yang masih kesal.

"Aku lihat kau tidak terlalu luka parah. Aku pikir kau bisa pulang, sisanya biar aku yang mengurus masalah yang kalian buat." Ucap Alfred.

"Apa aku tidak salah dengar? Masalah yang kami buat? Bukankah John bilang ini idemu, Alfred!!" Hardik George.

"Memang ini ideku, tapi kalian kan yang melakukannya. Dan terimakasih karena kau telah membuat wanita yang sangat menyukaimu, menjadi patah hati." Ucap Alfred menyeringai dengan puas.

"Apa!! Apa maksudmu?? Jadi kau sudah tahu akan berakhir seperti ini !?"

"Pelankan suaramu anak kecil, bagaimana kalau kedua orangtuamu tahu. Bahwa putra tersayang mereka, memiliki koleksi pribadi yang tidak senonoh," ancam Alfred dengan seringai liciknya. 

George menggertakkan giginya yang mulai beradu dengan kesal, membuat kepalan tinju yang padat dari kedua tangannya yang bergetar karena menahan kesal.

"SIALAN kau Alfred !!" Umpat George, dan dengan kesal lalu meninggalkan kediaman Alfred.

Alfred menatap puas dengan hasil malam ini, puas dengan rencana yang berjalan sesuai dengan apa yang ia rencanakan.

*** Flashback end

Present

George sudah tiba di apartemennya, duduk di salah satu bangkunya. Kembali ia mengingat kejadian beberapa tahun lalu, yang terus mengganggunya malam ini.

Mengetahui Alfred, yang saat ini dekat dengan Ella. Justru membuat perasaanya semakin tidak nyaman dan was-was. George merasa bahwa ini adalah kesalahannya, kesalahannya karena membuat Ella menjadi patah hati terhadapnya.

Seandainya, malam itu ia tidak mengikuti rencana John untuk mengerjai Ella pada kencan pertama mereka. Mungkin Ella sudah menjadi kekasihnya sekarang ini,

mungkin Ella bisa jauh dengan Alfred yang pastinya sedang merencanakan sesuatu pada Ella.

George masih saja diliputi kegundahan, apakah dia harus memberitahu Ella. Tapi ancaman Alfred, kembali terngiang di pikirannya. George yang kesal menendang keras meja kecil di depannya, dan mulai mengeram kesal.

"Argghh... sialan! Lebih baik aku tidak ikut campur untuk sementara ini," ucapnya sambil menendang sisi tempat tidur.