Ella mengambil sticky notes, dan dengan cepat menempelkan pada layar monitor yang ada di hadapannya. Ia benar-benar tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya.
Wajah Edward dan Abigail terpampang jelas pada layar monitor nya, Daniel memintanya agar dia bisa belajar untuk membuat sampul bagian depan majalah yang akan terbit akhir bulan ini.
Sticky notes itu ia tempelkan pada wajah Edward dan Abigail, sengaja Ella melakukannya. Karena dia merasa tidak nyaman dengan pandangan mereka berdua.
"Ahhhh... tapi bagaimana bisa aku menyelesaikannya. Jika seperti ini." Keluh Ella dengan kesal.
Daniel yang memperhatikan Ella, menatap dengan bingung. Karena sticky notes yang menempel pada layar monitor milik Ella.
"Hei kau tidak apa-apa? Ini masih terlalu pagi untuk memulai bekerja. Kau ingin kopi?" Tanya Daniel.
"Pagi semua..." Suara Ashton terdengar nyaring dan menyapa Ella dan Daniel yang tidak merespon sapaannya bersikap cuek dan tidak peduli. Disusul dengan Simon yang sudah berjalan di belakang Ashton.
"Wah kalian berdua sudah disini pagi-pagi sekali. Daniel aku curiga kau sedang mendekati anak baru." Ledek Simon, yang mendekat ke arah Ella dan memperhatikan Ella dengan komputernya yang tertempel dengan sticky notes.
"Jaga bicaramu Simon." Hardik Daniel tidak suka dengan guyonan temannya.
Simon langsung mencabut sticky notes yang menempel pada layar komputer milik Ella,
"Wah.. Ella kenapa kau menutup wajah mereka? Kalian tau tidak kemarin ku dengar gosip." Ucap Simon dengan sengaja meninggikan suaranya.
Ashton tampak tertarik, dan memperhatikan dengan seksama. Sedangkan Ella langsung menatap dengan curiga,
"Apa maksudmu Simon?" Tanya Ella dan ia tidak suka dengan Simon yang semakin menyeringai.
"Harusnya kami yang bertanya padamu Ella, kudengar kemarin ada yang bertengkar dengan Edward Huxley. Bahkan pertengkaran kalian sangat jelas terdengar.... (Simon semakin mendekatkan dirinya).. Kudengar Edward menanyakan perasaanmu padanya." Simon tertawa kecil.
Seorang wanita dengan rambut bob dan warna silver, masuk kedalam ruangan tersebut. Membuat orang-orang dalam ruangan tersebut diam, termasuk Ella yang baru pertama kali melihatnya. Wajah wanita itu tidak terlihat ramah, padahal dia memiliki paras yang manis.
Simon langsung melirik ke arah Ashton, mendelik dengan aneh. Dan menempelkan kembali Sticky notes Ella kelayar komputer.
Ella yang baru sadar kalau Ashton dan wanita tersebut memiliki warna rambut yang sama persis.
"Itu Doris.." Bisik Daniel sangat pelan. Doris duduk di meja kerjanya yang bersebelahan dengan meja kerja Aubrey.
Doris pun menatap ke arah Ella, dan sadar dengan kehadiran orang baru.
"Hai.. " Ucap Ella tanpa ia sadari Doris berjalan ke arahnya,
"Jadi kau yang bikin heboh kemarin di tempat David." Ucap Doris.
"Ha?? Maksudmu.."
"Kenalkan namaku Doris, dan kau pasti Ella bukan. Yang sudah membuat gosip kemarin," Doris tidak mennyodorkan tangannya, hanya melipat tangannya dan menatap tidak suka ke arah Ella. Ia pun melirik ke arah layar komputer Ella, menatap foto Edward dan Abigail dengan wajah yang ditutupi oleh sticky notes.
"Aku tidak peduli apapun hubungan kalian berdua Ella... Amber.." Ucap Doris menatap kartu karyawan yang Ella sematkan di saku depan bajunya.
"Yang ku tau adalah, kau harus menyelesaikan sampul depan dalam waktu tiga hari ini. Dan ingat, aku tidak suka kalau kau hanya bermain-main." Ucap Doris.
Ella pun hanya bisa tersenyum hambar, wanita didepannya bukanlah wanita yang ramah. Dan jelas sekali dia layaknya seorang atasan Ella.
"Doris.. sudahlah. Kau tidak perlu sebegitu keras dengannya. Ella masih baru, dia masih banyak belajar.." Ucap Daniel merelai.
"Disini bukan sekolah, bukan juga tempat belajar. Disini tempat kita bekerja dan menghasilkan uang." Jawab Doris dengan ketus.
"Kau harus bersikap profesional Doris, atau aku akan melaporkanmu pada Aubrey." Daniel mulai mengancam.
"Hei..hei.. tenanglah. Ini masih terlalu pagi untuk kita mulai berdebat." Ashton angkat bicara, dan Doris menatap ke arah Ashton yang langsung menyeringai.
Doris pun menghela nafasnya dengan kesal, dan mengalihkan pandangannya dari mata Ashton.
"Doris dimana Aubrey?" Tanya Simon, melirik ke arah jam tangannya. "Bukankah ini terlalu siang untuknya datang bekerja?"
"Aubrey sedang menemui seseorang dari kantor penyelenggara acara." Jawab Doris singkat.
"Ahh.. acara tahunan karyawan akan segera dimulai." Ucap Simon tersenyum sendiri dan pikirannya mulai menerawang.
"Acara tahunan?" Tanya Ella bingung.
"Oh iya kau pastinya belum tau Ella, acara tahunan karyawan. Fogue akan menyelenggarakan setahun sekali, sebenarnya sebuah pesta khusus untuk para karyawan. Biasanya nanti akan di selingi oleh penghargaan untuk beberapa departemen dan karyawan terbaik." Daniel mencoba menjelaskan.
Mereka sudah kembali dengan kesibukan masing-masing, Ella dibantu dengan Daniel menyelesaikan sampul depan dengan Edward dan Abigail yang menjadi model.
Ella pun akhirnya bisa fokus pada pekerjaannya, walaupun ia merasa sorot mata Edward seperti selalu mengawasinya.
Jam makan siang pun datang, para pria memutuskan untuk keluar gedung dan menikmati restoran cepat saji yang tidak jauh dari gedung mereka.
Doris sudah lebih dulu meninggalkan mereka, Ella pun tampak enggan bergabung dengan para teman prianya.
Ella sudah berjalan keluar dari ruangannya, memutuskan untuk menikmati jam makan siangnya di kedai kopi yang berada di lantai dasar.
Hiruk pikuk karyawan sudah terlihat di jam makan siang, dan Ella merasa banyak mata dan suara yang berbisik di belakangnya.
Apakah kejadian kemarin itu benar-benar sudah membuatnya menjadi bahan gosip. Ella pun berusaha untuk tidak mempedulikan, dan tetap melangkahkan kakinya di lobi utama.
Ia melihat David melewati dirinya, sedang berjalan dengan beberapa model Fogue yang berjalan berbarengan dengannya.
Ella tidak peduli, apakah David berpura-pura untuk tidak melihatnya atau memang ia tidak melihat Ella? Karena pandangan Ella teralihkan oleh sebuah dinding.
Dinding itu tepat berada di tengah-tengah, sebuah dinding yang luas dan tinggi.
Banyak plat tembaga menempel pada dinding tersebut, setiap plat masing-masing terukir nama-nama dengan warna plat yang berbeda. Ada plat dengan warna emas, silver, dan merah.
Ella yakin ini adalah prestasi yang berhasil di dapatkan dari setiap orang yang bekerja di Fogue.
Tiba-tiba saja terbesit di pikirannya, apakah nama ibunya tertera di salah satu plat yang menempel pada dinding tersebut.
Mata Ella mulai mencari-cari, menelusuri secara perlahan dan tidak melewatkan nama satu pun yang tertera di setiap plat.
Tidak lama mata Ella terhenti pada sebuah Plat yang berada di ujung sekali, plat berwarna emas tersebut terukir nama ibunya. "Dewi Larasati" sebuah nama Asia yang sangat memiliki ciri khas.
"Ella apa yang sedang kau lakukan?" Doris tiba-tiba saja muncul, dan ikut melihat apa yang Ella lihat. "Mengapa kau menatap star wall seperti itu?"
"Apa? Star Wall?" Tanya Ella bingung,
"Iya Star Wall, setiap penghargaan karyawan akan tertera di dinding ini." Doris menjelaskan,
"Kenapa? Apa kau mulai termotivasi? Apa karena acara tahunan karyawan yang sebentar lagi?" Sindir Doris, dan Ella hanya memberikan seulas senyum tipis.
***
Ella dan Doris, sudah berada di meja yang sama. Menikmati kopi yang baru saja mereka pesan, ide itu muncul begitu saja. Bagi Ella mungkin ini saatnya ia memulai mencari-cari informasi mengenai sejarah keberadaan ibunya di Fougue.
"Jadi apa kau dan Ashton berpacaran?" Tanya Ella, walau ia tau itu bukanlah topik yang tepat untuk berbicara dengan Doris. Dan benar saja, wanita di hadapannya menatap Ella dengan sorot mata yang kesal.
"Maaf, karena kemarin Aubrey dan Simon sempat membahas kalian berdua. Dan rambutmu, terlihat sama dengan Ashton. Pastinya kalian sengaja mengecat rambut dengan warna yang sama bukan." Ella menyeruput kopinya dengan santai, walau Doris masih menatap tidak suka.
"Semua itu tidak seperti yang kau bayangan Ella, memang benar aku putus dengan Ashton. Dan bukan karena itu alasanku tidak masuk kemarin." Ucap Doris ketus. "Hanya membereskan beberapa masalah pekerjaan."
"Maaf Doris, sebenarnya aku juga tidak mau membahas masalahmu dengan mantanmu. Tapi setidaknya dengan begini, kita bisa berbicara. Dan aku benar-benar tidak peduli dengan kau dan Ashton yang putus atau sekalipun kalian ingin berbaikan kembali." Ucap Ella dengan yakin dan pasti.
"Yeahh.. baiklah. Kau berhasil mendapatkan perhatianku." Doris menyeringai dengan lebar,
Tapi kenapa kau bekerja di Fogue Ella? Maksudku kenapa kau bekerja di bagian design. Dengan postur dan parasmu, kau bisa saja menjadi model Fogue." Doris melihat Ella seperti sedang meneliti dirinya.
"Aku tidak tertarik, Doris. Itu bukan keahlianku." Ucap Ella.
"Tapi ngomong-ngomong soal model, aku lihat Fogue sangat detail dalam memilih model mereka. Bahkan tadi aku sempat melihat beberapa nama model Asia." Ucap Ella.
"Yahh.. seperti yang kau lihat. Fogue merupakan majalah fashion yang berdiri sudah sangat lama, itu karena keluarga Prime yang mengelola selama ini dengan baik. Bukankah kau juga mengenal Aaron Prime?" Tanya Doris dan Ella yakin gosip mengenai dirinya yang waktu itu sudah menyebar.
"Ahh itu?? Jujur aku sama sekali tidak mengenal Aaron Prime, bahkan aku tidak tau seperti apa wajahnya." Jawab Ella jujur, dan Doris semakin tertarik dengan pembicaran mereka.
"Ternyata gosip itu tidak benar ya."
"Apa gosip? Gosip mengenai..." Ella pun juga penasaran dengan pernyataan Doris.
"Sudahlah tidak perlu kau pikirkan Ella, mulai terbiasalah dengan keadaan disini." Doris menyeruput kopinya. Dan tersenyum kepada Ella.
"Kau tau Ella, Aubrey mengatakan padaku hanya ada dua orang yang membuat Aaron Prime turun tangan untuk menangani bawahannya sendiri." Doris terhenti sebentar dan kembali meminum kopinya.
"Pertama seorang model Asia yang dia bawa, Aubrey bilang di masanya model tersebut sangat berjaya dan terkenal. Bahkan mengangkat nama Fogue menjadi lebih berkelas, dan kedua... Adalah kau Ella. Oleh karena itu, kupikir kau akan menjadi model tetap Fogue. Tapi teryata kau hanya seorang karyawan biasa.." Doris tertawa kecil pada saat memberikan penjelasannya.
"Model Asia?? Siapa namanya?" Tanya Ella semakin penasaran. "Ahh.. namanya...itu nama yang sulit dan aneh menurutku..." Doris semakin berpikir mencoba mengingat percakapannya dengan Aubrey.
"Apa namanya Dewi Larasati?"
"Ah iya benar... tapi bagaimana kau bisa tau?" Tanya Doris bingung.
Ella pun menegakkan tubuhnya, pikirannya kembali bekerja. Aaron Prime adalah satu-satunya orang yang tau mengenai sejarah ibunya.
Tapi bagaimana caranya, agar dia bisa mengetahuinya tanpa dicurigai. Bahkan dia dan Aaron Prime tidak pernah bertemu sama sekali, Ella mengendurkan tubuhnya dan merasa sedikit frustasi. Doris masih saja menatapnya dengan curiga.