Rumah Sakit.
Laras memandang kesal ke arah putrinya, tapi kembali matanya berkaca-kaca. Dan ia pun membalikkan badannya dengan cepat.
"Ibu..? Apa kau menangis? Aku tidak apa-apam bu. Aku akan sehat dan sembuh dengan cepat," ucap Ella.
"Lihat aku, bu. Aku sudah sangat baik," katanya lagi.
Sebuah *Neck brace (Penyangga leher) tersemat di leher Ella, kaki kirinya pun di gyps hingga menyenuh lututnya, ditambah dengan lengan kanannya yang ikut terluka, dan harus juga di gyps dan tali putih yang bertopang pada pundak kiri Ella.
"Bagaimana bisa, kau mengatakan kau dalam keadaan yang baik-baik saja, Ella Amber? Kau bisa saja kehilangan nyawamu!" Ucap Laras lebih kencang, sambil ia menyeka air matanya.
"Kau sudah tidak boleh mengurus kuda-kuda lagi." Wajah Laras menjadi sangat galak.
"Ibu! jangan lakukan itu! Nanti apa yang harus aku kerjakan?" Ucap Ella kesal.
Laras justru lebih kesal mendengar penolakan putrinya sendiri, yang hampir menghilangkan nyawanya sendiri.
"Kau bisa membantu Ibu, banyak pekerjaan rumah di keluarga Huxley." Jawab Laras.
"Sudah ada Helen, floretta, dan Alvin yang mengurus. Untuk apa aku ikut membantu? Kumohon... Lagi pula ini memang salahku, Jason sudah mencoba memperingatkan ku....."
"Tapi kau tidak mendengarnya! Dan lihat dirimu sekarang! Kalau bukan Tuan Edward yang membawamu dengan cepat ke rumah sakit, mungkin kau sudah...." Laras kembali menangis terisak.
"Apa...? Tuan Edward? Tuan Edward yang membawaku ke rumah sakit?" Tanya Ella, tapi ibunya masih saja terus menangis dan terus mengatakan...
"Kau ini putriku satu-satunya, apa kau tidak mau mendengar perkataan ibumu."
"Ibu..... Berhentilah bersikap seperti itu.. aku tau ibu hanya berakting... dan jangan harap aku akan menjadi iba," cibir Ella.
Laras langsung menegakkan wajahnya, dan kali ini ia memperlihatkan wajah normalnya.
"Huhhhh..... kau ini tidak bisa bersimpati pada ibumu sendiri? Kali ini ibu serius dengan perkataanku. Kau tidak boleh mengurus kuda-kuda lagi!" ucap Laras. Ucap Laras dengan wajah galak.
"Apa tuan Edward, tidak datang berkunjung untuk menengokku?" Tanya Ella, ibunya langsung menatap dengan curiga.
"Apa?"
"Maksudku, apa dia...."
"Kau harus berterimakasih kepadanya, ibu tahu kau sangat membenci Tuan Edward. Tapi dia benar-benar khawatir dengan keadaanmu. Bahkan dia bilang ibu tidak perlu khawatir dengan semua biaya pengobatan selama kau berada dirumah sakit."
"Karena Tuan Edward bilang ini adalah kecelakaan pada saat bekerja, dan keluarga Huxley akan menanggung semua biaya." Laras memberikan penjelasan dengan panjang.
Ella memikirkan perkataan ibunya, kembali ia teringat dengan Edward. Apakah dia benar-benar peduli dengan keadaan Ella?
Pintu kamar terbuka, seorang perawat dan seorang pria baru saja masuk kedalam kamarnya.
"Selamat sore Nona Amber." Ucap perawat wanita itu dengan ramah, dan Ella langsung mengenali pria yang berada disampingnya.
"Alfred..?"
"Dokter Alfred, ini hasil pemeriksaan Nona Amber yang terbaru, dan ini hasil pemeriksaan sebelum penanganan." Perawat tersebut memberikan beberapa lembar catatan ke arah Alfred, yang langsung memeriksa dengan teliti.
"Apa? Jadi kau seorang dokter??" Ucap Ella sambil melirik ke arah Alfred, walaupun pergerakannya seperti robot.
"Aaacchhhh..." Ella merasakan sakit di bagian lehernya, ketika ia mencoba untuk menggerakkan leher agar bisa melihat wajah Alfred dengan jelas.
"Ella.. Hati-hati, kau tidak boleh banyak menggerakkan lehermu." Laras mulai menasehati kembali.
Alfred hanya memandang dengan tersenyum.
"Selamat siang Miss.Amber, sepertinya kau sudah lebih baik. Tapi ingat, tulang-tulangmu masih belum merekat dengan sempurna. Kau tetap harus berhati-hati," ucap Alfred.
"Alfred? Umm ... Maaf Dokter Alfred." Ella mulai membuka mulutnya untuk bersuara.
"Jadi ... kau benar-benar seorang dokter? Kupikir usiamu sepantaran dengan Tuan Edward." Tanya Ella dengan bodohnya.
Alfred tertawa mendengar ucapan Ella, "Aku anggap itu sebuah pujian Ella, aku lebih tua tentunya dari Edward. Ahh aku tau, karena aku mengenakan jaket almamater adikku, kau jadi menduga seperti itu bukan." Jawab Alfred.
"Ella, kau tidak sopan. Maafkan anakku Dokter." Ucap Laras tampak tidak enak hati.
pintu kamarnya kembali terbuka, kali ini Ella melihat Kristy dan Calvin sudah masuk kedalam ruangannya.
"Ella.... Hahhhhh?? apa kau baik-baik saja." Ucap Kristy, langsung memberikan pelukan yang erat.
"Acchhh... Kristy, kau menyakitiku."Ella berusaha melonggarkan pelukan temannya. "Maafkan aku, aku tak sengaja." Kristy langsung melepaskan pelukannya.
"Tampaknya, ini waktuku untuk pamit. Dan ingat Nona Amber, untuk sementara ini kau tidak boleh melakukan aktivitas yang berbahaya. Termasuk berkuda." Ucap Alfred, Laras yang mendengar langsung mengangguk setuju dengan pernyataan sang dokter.
Alfred dan perawat sudah meninggalkan ruangan. Calvin sudah duduk di sisi tempat tidur, sedangkan Kristy mengambil kursi yang ia dekatkan dengan tempat tidur Ella.
"Ella, tidak apa-apa kalau ibu tinggal?" Tanya Laras, "Ada beberapa hal yang harus ibu urus."
Laras pun sudah meninggalkan kamar Ella, tinggallah mereka bertiga dalam ruangan tersebut. Calvin dan Kristy tidak henti-hentinya, menatap dengan takjub bahwa Ella masih bisa hidup.
"Wahh.. apa ini caramu untuk bunuh diri?" Ucap Calvin, sambil mengetuk pelan gyps kaki Ella. "Sepertinya kurang sukses, apa kau mau mengulangnya lagi?" Ejek Calvin.
"Apa kau mau ikut mencobanya denganku, Calvin?" Ella balik bertanya, dan Calvin malah menyeringai geli.
"Ella, apa karena lelaki itu? Jadi kau berbuat nekad seperti ini?" Kristy mulai menggodanya lagi, "Ha?? Apa maksudmu??" Ella memanyunkan mulutnya.
"Kau tau benar apa maksudku." Kristy mempertegas. "Aku harap otakmu masih waras, dan lupakanlah pria brengsek itu!!" Ucap Kristy.
"Kau tau Ell, Kristy sangat panik ketika tau kau mengalami kecelakaan. Lihat saja matanya menjadi sembab." Calvin menambahkan.
Setidaknya Ella merasa terhibur dengan kehadiran teman-teman baiknya, mereka berdua benar-benar mempedulikan Ella.
Ella menjadi mengingat pertemuannya pertama kali dengan Calvin, ketika dia hampir saja berduel karena hanya sebuah kesalahpahaman kecil di lab sekolah.
Dan sampai akhirnya seorang Calvin si anak tukang ribut, jatuh cinta kepada gadis cantik bernama Kristy.
Calvin yang meminta bantuan Ella untuk bisa sangat dekat dengan Kristy waktu itu. Dan pertemanan mereka pun terus berlanjut, hingga tahun terakhir mereka di sekolah.
***
Laras terlihat ragu menatap perawat yang berada diruang administrasi. ia menghela napasnya, dan mulai melangkah.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya perawat yang menjaga ruangan tersebut. Laras menatap ragu untuk beberapa saat. "Saya ingin memeriksakan kondisi kesehatan saya." Ucap Laras.
"Anda ingin kami bantu ke dokter umum, atau kami bantu anda ke dokter spesialis?" Perawat itu kembali bertanya.
"Bisa bantu untuk dokter spesialis penyakit dalam?" Tanya Laras kembali.
Alfred baru saja berkeliling, dan sudah cukup lelah dengan jadwal rutinnya. "Apa masih ada jadwal pasien yang harus saya kunjungi lagi?" Tanya Alfred kepada perawat yang berada disampingnya.
"Tidak ada Dok," Ucap perawat tersebut, sambil membolak-balikan kertas yang ia pegang.
"Ok, kalau ada apa-apa aku ada di ruangan ku hingga pukul lima sore nanti." Ucap Alfred yang langsung berjalan menuju ruangannya.
Namun Alfred memelankan langkahnya, dan melihat seseorang yang dia kenal.
"Bukankah itu Nyonya Laras?" Ucap Alfred pelan pada dirinya sendiri.
Laras sudah masuk kedalam ruangan, ditemani dengan seorang perawat yang menyambutnya dengan ramah.
Alfred tampak bingung, karena Laras masuk kedalam ruangan khuus untuk pengecekan penyakit dalam serius.
"Apa dia sakit?"
Di dalam ruangan Laras duduk dengan sikap yang gelisah, ia mengingat kembali pertemuannya dengan dokter yang baru saja ia temui. Laras banyak menjawab pertanyaan sang dokter, dan hampir semua gejala yang disebutkan ia alami.
Batuk berdarah, nyeri di area dada atau tulang rusuk, mudah lelah, berat badan yang turun karena nafsu makan yang berkurang, dan kadang semua gejala tersebut di sertai dengan demam.
"Nyonya Laras. Saya sangat sarankan anda harus melakukan perawatan serius untuk kedepannya. Memang untuk kanker paru-paru, tidak bisa dideteksi dengan cepat, karena anda sendiri merasa bahwa anda hanya terkena flu yang disertai batuk." Ucap sang dokter.
Laras menatap dengan serius semua penjelasan dokter tersebut.
"Mohon pertimbangkan lagi semua perkataan saya, karena ini demi kebaikan anda. Untuk sementara ini saya akan berikan obat yang sesuai, dan anda jangan meneruskan obat lama anda"
Ucapan sang dokter, masih terus membayangi pikirannya, Laras menatap ke arah obat yang sudah ia tebus. Dan obat sementara tersebut berjumlah lima macam, dan ia harus meminumnya secara rutin.
Laras juga melirik ke arah struk pembayaran yang ia genggam dengan erat. Ia menatap jumlah nominal yang baru saja ia bayarkan.
"Hhh... untuk obat seperti ini saja harganya sudah menguras kantongku." Ucap Laras dengan sedih, yang ia pikirkan saat itu adalah biaya pengobatan dirinya yang pasti akan mahal.
Dia memang memiliki tabungan, tapi uang itu akan ia gunakan untuk biaya kuliah Ella. Tidak terasa satu tetes air mata sudah membasahi pipinya.
"Laras?" Seorang pria sudah berada di depannya, memandangnya dengan tatapan yang terkejut.
Alan Smith masih berdiri dan sama terkejutnya dengan Laras.
"Alan, kenapa kau bisa ada disini?" Ucap Laras dan ia pun bangkit dan ingin segera meninggalkan pria tersebut.
"Kumohon. Jangan pergi." Alan yang sudah bisa menebak, memegangi lengan Laras dengan kencang dan menahan sekuat mungkin.
***
Sebuah Kedai Kopi
"Anda ingin memesan apa Nyonya?" Tanya pelayan pria tersebut dengan sangat sopan, menatap ke arah wajah Laras yang menegang.
"Aku hanya ingin segelas kopi," jawab Laras singkat.
"Kopi apa yang anda inginkan?" Tanya pelayan itu lagi.
"Apapun itu, dan tolong jangan bertanya lagi." Ucap Laras, dan pelayan pria itupun pergi meninggalkan mereka berdua.
Alan berdeham tidak jelas, wanita di depannya tidak banyak berubah, wajah Asianya yang cantik tetap memukau Alan Smith yang sudah lama tidak berjumpa dengan Laras. Mengingatkan kembali akan kenangan di masa lalunya bersama dengan Laras.
"Apa yang ingin kau bicarakan Alan? Aku tidak bisa meninggalkan putriku terlalu lama." Ucap Laras ketus.
"Kau masih terlihat cantik Laras." Puji Alan dengan pandangannya masih belum teralihkan oleh wajah Laras.
"Jadi kau sudah menikah?" Tanya Alan. Laras terlihat menjadi salah tingkah, dia masih memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan untuk Alan Smith.
Laras terdiam dan membuat Alan Smith tersenyum tipis, senang dengan wajah Laras yang menjadi panik karena pertanyaan yang diberikan olehnya.
"Mmmm... Jadi kau belum menikah bukan begitu?" Alan mulai menebak. "Jadi gadis muda itu putrimu, siapa namanya?" Alan mulai bertanya kembali.
"Apakah kau akan diam saja, atau aku harus menemui putrimu langsung, hanya untuk menanyakan siapa namanya?" tanya Alan. Laras bisa merasakan ada nada ancaman yang keluar dari mulut Alan Smith.
"Alan! Jangan kau berani untuk mendekati putriku Ella." Laras sudah mulai kesal, baru saja ia ingin berkata kasar kembali. Tapi pelayan pria datang membawa kopi pesanannya.
"Jadi... namanya Ella. Namanya yang cantik, seperti wajahnya yang cantik dan sama seperti dirimu yang canti Laras," puji Alan. Dia tidak begitu takut dengan kemarahan Laras.
Laras mulai meminum kopinya perlahan, berusaha untuk tidak mengeluarkan emosinya. Alan masih saja menatap dengan curiga.
"Kau tahu Laras, setelah kau keluar dari penjara. Aku terus mencari keberadaanmu. Temanmu mengatakan bahwa kau tengah hamil saat itu." Ucapan Alan sudah mulai bertanya pada hal yang sedari tadi ingin ia ketahui.
"Apa kau masih punya keberanian, Alan Smith? Setelah apa yang kau dan istrimu perbuat padaku? Berhentilah untuk mencari tahu, karena aku hanya ingin hidup dengan tenang saat ini," ucap Laras.
Alan Smith mengangkat sedikit dagunya, ia mencoba untuk tidak marah atas perkataan kasar Laras. Padahal apa yang ia beritahukan adalah sebuah kebenaran, kalau dia masih sangat peduli dengan Laras hingga saat ini.
"Marioline melihatmu, malam itu di ruang makan keluarga Huxley. " Ucap Alan kembali.
"Aku tau soal itu." jawab Laras ketus.
"Bahkan dengan melihatmu saja, sebagai seorang pelayan di keluarga Huxley. Sudah membuatnya menjadi sangat cemburu." Alan melanjutkan ceritanya.
"Apa yang ingin dia lakukan, dia sudah merusak hidupku, karirku. Dan sekarang aku bukanlah siapa-siapa, bilang pada istrimu aku tidak akan pernah mengambil suaminya." Laras sudah semakin kesal.
Alan terdiam, dan ia tersenyum dengan cara yang aneh. Seakan-akan ia tidak percaya dengan pernyataan Laras.
"Jadi.... apa dia putriku?"
"Apa maksudmu Alan? Ella?? Tidak dia bukan putrimu." Laras berbohong.
"Kau tidak bisa membohongiku Laras, bahkan aku bisa melihat ami berdua sangat mirip. Kalau dia memang bukan putriku, katakan pria mana yang sudah tidur denganmu?"
Plakk.....
Laras sudah memberikan sebuah tamparan ke arah wajah Alan. "Jaga ucapanmu, Alan Smith. Aku tahu... kau memang seorang pria terhormat!"
"Kau yang berbohong!! kau sendiri yang mengatakan bahwa kau tidak memiliki seorang Istri. Tapi nyatanya apa?! Teriak Laras.
"Kami sudah akan bercerai Laras! waktu itu ... seharusnya ... sedikit lagi saja... kami akan benar-benar bercerai!" Alan mencoba memberikan sebuah pembelaan.
"Kalau saja aku tidak pernah bertemu denganmu, Alan. Karirku pasti tidak akan hancur karena semua fitnah yang istrimu lakukan, hanya demi menjatuhkan masa depanku sebagai seorang model." Laras sudah mulai berkaca-kaca.
"Ya Ella adalah Putrimu, tapi tenang saja. Karena yang gadis itu tahu, jika ayahnya sudah lama meninggal. Jadi kau tidak perlu repot-repot untuk bertanggung jawab. atau merasa bersalah" Ucap Laras, Alan langsung mendongak dengan kaget.
"Apa? Kau ingin bertemu dengannya dan mengatakan bahwa kau adalah ayahnya?"
Laras menunjukkan ekspresi merendahkan Alan.
"Coba saja, silahkan kalau kau memang berani. Agar Ella tahu bahwa ayahnya bukan pria yang bertanggung jawab . Dan aku yakin, kau juga tidak akan berani membuat pengakuan pada Ella. Kau terlalu takut dengan istrimu bukan?" Laras sudah mulai bangkit.
"Alan, kau tidak tahu berapa banyak penderitaan yang sudah aku dan Ella alami. Sebuah kata maaf, tidak akan pernah cukup untuk menebus semua kesalahanmu di masa lalu."
Laras sudah meninggalkan Alan, air matanya berlinang. Ia mulai menangis meratapi penyesalan yang pernah ia lakukan.
Lelaki itu Alan Smith, adalah awal mula kehancuran hidupnya. Laras kembali mengingat masa kejayaannya sebagai model terkenal di Indonesia.
Sampai ia ditawarkan untuk bekerja sebagai model di Inggris, saat itu usianya masih sangat muda 22 tahun.
Seorang kolega, mengenalkannya dengan Alan Smith 35 tahun - saat itu. Seorang pria karismatik, dan dengan lidah yang manis.
Sampai akhirnya, wanita yang masih sah menjadi istrinya - Marioline mengetahui hubungan mereka berdua. Sungguh Laras bernasib sial, karena kemarahan Marioline yang sangat besar kepada dirinya.
Alan sendiri tidak bisa banyak membantu, dan lebih memilih menjadi seorang pengecut. Karena istrinya lah yang sebenarnya memiliki suatu hal yang besar dibandingkan dengan dirinya.
Ia terjerat kasus pembunuhan, semua uang hasil jerih payahnya terkuras hanya untuk mengeluarkan dia dari balik jeruji.
Pekerjaannya pun menjadi tidak jelas, tidak ada satupun agensi yang mau menerimanya kembali. Terancam dideportasi, tapi Ia pun takut dan tidak berani kembali ke Indonesia dengan perut yang semakin membesar.
Ia sungguh sangat takut saat itu, terlalu muda dan tidak tau harus berbuat apa. Sampai akhirnya semua pekerjaan pun ia ambil, termasuk menjajakan dirinya sendiri.