'Rencana ini berhasil. Aku tidak menyangka kalau Arvin akan percaya dengan cerita konyol itu. Dia pria yang bodoh rupanya. Bunga dan Raya harus tahu hal ini. Mereka harus tahu betapa bodohnya adik mereka yang percaya dengan cerita dongeng seperti itu. Haha, ini sangat lucu.'
'Ini adalah langkah awalku untuk merebut Arvin dari gadis kotor itu. Meskipun dia bodoh, tapi aku tetap mencintainya. Kenapa saat seperti ini tidak datang dari dulu?'
'Tidak apa lah, yang terpenting, langkah awal sudah kulakukan. Selanjutnya, aku akan mengajaknya makan berdua di kafe, dan membuatnya semakin menempel denganku.'
'Apa yang kau lakukan disini?!' tanya Khansa ketika ia melihat Wanda muncul.
'Membuntutimu. Kenapa? Kau takut?' jawab Wanda.
'Kau menjijikkan.'
'Merasa berbahaya karena rahasiamu sudah terbongkar sekarang?'
'Tidak. Aku tidak akan gentar hanya karena wanita rendahan seperti kau. Lagi pula, rahasia apa yang kau tahu tentangku? Hm?'
'Tentang rencana busukmu untuk menghancurkan hubungan Arvin dan Salma, lalu merebut Arvin dan menyingkirkan Salma. Apa kurang detail? Kau mengarang cerita tentang pertunanganmu itu demi membuat Arvin semakin mendekat padamu. Jelas?'
'Kau, jangan macam-macam kau denganku.'
'Apa aku tidak salah dengar? Kau lah yang seharusnya tidak macam-macam denganku.'
'Kau bodoh. Kau tidak tahu siapa aku dan bagaimana aku sebenarnya. Kau sedang membahayakan dirimu sendiri, nona.'
'Ingin memutar-balikkan fakta? Maaf, tapi kau tidak akan bisa melakukannya, gadis malang.'
Khansa terdiam dan menatap Wanda dengan tajam dan dengan rasa geram.
'Siapa namamu? Dan apa maumu?' tanya Khansa.
----
Rekaman itu terputus di saat Khansa menanyakan nama Wanda, menghasilkan Arvin dan Salma yang saling menatap dalam diam.
"Khansa," lirih Arvin yang tidak percaya dengan rekaman itu.
"Tidak, ini palsu. Wanda pasti sengaja membuat rekaman bohongan seperti ini untuk membuatku menjauhi Khansa," sambung Arvin.
"Lalu sejak kapan dia ingin menyatukanmu dengan Salma? Dia tahu ketika kita mendengar rekaman ini, maka kau akan mulai mendekati Salma lagi, bukan dirinya," ucap Yahya.
"Tapi kenapa rekaman ini ada? Wanda tidak menjelaskan pada kita kapan rekaman ini dibuat, dia bahkan tidak menjelaskan hal penting apapun."
"Aku ragu, tapi sepertinya kejadian di dalam rekaman ini terjadi saat Khansa datang pertama kali ke rumah makan Populer."
"Di mana? Di mana mereka berbicara? Tidak ada saat mereka berbicara empat mata saat itu! Jadi rekaman ini tidak benar!"
"Ingat saat Wanda mengatakan kalau dia ingin membersihkan beberapa sampah di area parkir? Dia beralasan ada anak-anak nakal yang sengaja mengotori area parkir. Kupikir itulah saat di mana rekaman ini dibuat, yang artinya, Wanda sudah mencurigai Khansa sejak pertama kali mereka bertemu."
"Tapi kenapa rekaman ini terputus saat Khansa menanyakan nama Wanda? Sepertinya Wanda sengaja memberhentikannya supaya nama Khansa jadi jelek di mata kita," ujar Salma.
"Kita membutuhkannya untuk menjelaskan tentang rekaman ini. Besok kita akan menjenguknya lagi," kata Yahya.
"Ada satu hal yang kuingat sekarang: entah kenapa Wanda meminta maaf padaku ketika aku pergi dari kantor Polisi itu."
Yahya dan Arvin lantas menatap Salma.
"Apa?" ucap Salma.
"Huft, banyak sekali kemungkinan bagi kita sekarang, sebaiknya kita menjenguk Wanda lagi besok dan meminta penjelasan sejelas-jelasnya darinya," ujar Yahya.
"Baiklah."
"Lalu bagaimana dengan rekaman ini?" tanya Arvin.
"Tinggalkan saja di sini, kita tidak membutuhkannya, kan?" usul Yahya, Arvin kemudian hanya mengangkat bahunya.
***
[8 HARI MENUJU PERNIKAHAN ISA & DINA]
Keesokan harinya, di rumah makan Populer, Arvin dan Salma sudah mulai kembali akrab seperti sedia kala. Pagi ini, Pak Toni datang dan berdiskusi dengan Yahya, Arvin, Salma dan Andra, mereka memanfaatkan momen selagi rumah makan Populer belum buka dasar.
"Dia membuat semuanya menjadi kacau, sebaiknya rumah makan ini mendapatkan karyawan baru yang menggantikannya, Pak," usul Andra pada Pak Toni.
"Lalu bagaimana dengan gajinya yang masih ada di tanganku? Aku baru bisa memberikan gajinya kepada dia sekitar dua minggu lagi, saat tanggal di mana seharusnya dia gajian," ucap Pak Toni.
"Ambil saja, Pak, tidak usah diberikan kepada dia."
"Well, tidak ada yang menyuruhnya untuk menipu, kan? Jadi mau bagaimanapun yang terjadi berikutnya, seharusnya dia lapang dada menerimanya, itu yang namanya resiko." Salma juga bersuara.
"Apa saya tidak akan terkesan memakan uangnya?" tanya Pak Toni.
"Memang begitulah kenyataannya, tapi mau bagaimana lagi? Saya setuju dengan Salma dan Andra," ujar Arvin.
"Tapi Pak Toni tidak punya hak atas gajinya. Itu adalah gaji Wanda, dia bekerja untuk mendapatkan gaji walaupun sekarang baru terkumpul setengah, bapak harus tetap memberikan uang itu padanya, setidaknya tunggu dia bebas," kata Yahya.
"Kita tidak tahu kapan dia bisa bebas, siapa tahu hukumannya diatas lima tahun penjara, kan? Jadi gajinya tidak akan berarti lagi," ucap Arvin.
"Hmm, benar juga." Yahya mulai berpikir.
"Bagaimana ya." Sementara Pak Toni ragu untuk mengambil uang gaji Wanda yang baru terkumpul setengah, ia juga berniat untuk membuka lowongan kerja baru bahkan di saat Joshua belum masuk.
"Untuk membuka lowongan baru yang menggantikan Wanda, saya rasa itu sah-sah saja, Pak. Bapak boleh dengan bebas menganggap kalau Wanda sudah keluar dari pekerjaannya. Tapi untuk uang, saya hanya memberikan saran, saya tidak berusaha meyakinkan bapak." Salma kembali buka suara.
Pak Toni kini sedang benar-benar bingung. Ia harus membuat keputusan dengan cepat, namun keputusan ini sangat sulit untuk dibuat.
"Ada yang sedang membicarakanku?" Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar dari arah jam 3 dalam jarak 10 meter. "Mari selesaikan ini," sambung Wanda.
Ya, yang barusan itu adalah Wanda, ia sukses membuat semua orang terkejut dan benar-benar tidak menyangka akan kehadirannya. Wanita itu kemudian duduk berhadapan dengan Pak Toni.
"Pak Toni, saya tidak akan mengambil gaji saya yang masih setengah itu, dan saya akan keluar dari pekerjaan ini dengan cara yang terhormat: saya mengundurkan diri," ujar Wanda pada Pak Toni.
"W-wanda?" Pak Toni sendiri masih terfokus kepada sosok yang sedang dilihatnya sekarang. "Kau benar-benar Wanda?" lanjutnya.
"Bagaimana kau bisa keluar?! Apa yang terjadi?!" tanya Salma.
"Aku tidak akan menjelaskan tentang hal itu pada kalian. Aku datang ke sini untuk dua hal. Pertama, kalian pasti bingung dengan rekaman percakapanku dengan Khansa yang menggantung, dan yang kedua, aku datang untuk mengundurkan diri dari sini," kata Wanda.
"Pak Toni, saya rasa semuanya sudah cukup jelas. Saya mengundurkan diri dari sini, saya tidak akan mengambil gaji saya dan bapak berhak untuk mencari karyawan baru yang menggantikan posisi saya," sambung Wanda.
"O-ok," ucap Pak Toni yang masih heran dengan kehadiran Wanda.
"Mungkin bapak bisa meninggalkan kami dulu di sini? Kecuali kau." Wanda menujukan 2 kata terakhirnya barusan kepada Andra. Pak Toni dan Andra lantas membiarkan Wanda mengobrol dengan Yahya, Arvin dan Salma.
Wanda lalu meraih tangan Arvin dan Salma, kemudian menyatukan keduanya dalam genggaman, dan hal ini tentu saja membuat siapa saja menjadi semakin bingung. "Kalian harus bersatu lagi, sekarang untuk selamanya."
"Berhentilah bersikap aneh seperti itu!" ujar Arvin.
"Baiklah, aku akan langsung ke intinya saja. Rekaman itu adalah kejadian saat Khansa pertama kali datang ke sini, kami berbicara di area parkir karena aku curiga dia berbohong atas ceritanya kepadamu, Arvin."
"Aku sudah menduganya sejak awal! Kau berbohong tentang anak-anak itu," kata Yahya.
"Anak-anak mana? Oh, astaga, kurasa tidak masalah bagiku untuk mengakuinya sekarang. Ya, aku berbohong saat itu, karena itu bukan urusanmu, kan? Sekarang, biarkan aku melanjutkan ceritaku. Kejadian di dalam rekaman itu tidak ada yang di rekayasa, semuanya benar-benar terjadi, aku melihat Khansa berbicara sendiri waktu itu, jadi aku mengeluarkan ponselku. Ada satu alasan kenapa aku menghentikan perekam itu: aku tahu ke mana arah pembicaraan kami akan pergi," papar Wanda. "Kami bekerja sama untuk memisahkan kalian," lanjutnya.
"Apa?!" ucap Salma sembari mengernyitkan dahinya.
"Ya, aku akui, aku memang pernah menyukai Arvin, dan aku bahkan sempat memiliki niat buruk padamu, Salma. Sampai akhirnya Khansa datang ke kehidupanku. Rekaman itu aku putus karena setelahnya terjadi tawar-menawar di antara kami. Kami membuat sebuah kesepakatan yang seharusnya menguntungkan kami berdua, karena Khansa juga ingin memisahkan kalian dan memiliki Arvin dengan segala cara, bahkan sampai mengarang cerita palsu." Wanda kemudian menjelaskan semuanya, mulai dari Khansa yang bergerak sendiri untuk memisahkan Arvin dan Salma, sampai ketika dirinya ditipu oleh gadis itu yang memberikannya uang palsu.
"Lalu bagaimana caramu bisa keluar dari penjara? Kau bahkan belum ditahan selama dua puluh empat jam," tanya Yahya.
"Itu adalah bagian yang tidak perlu kalian ketahui. Yang perlu kalian ketahui sekarang adalah, Khansa tidak tahu tentang kebebasanku, jadi dia bakal masih berusaha untuk memisahkan Arvin dan Salma, dia pasti merasa sedang di atas angin sekarang. Bersatulah kalian, Arvin, Salma, tunjukkan saja rekaman ini padanya. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi, kurasa aku akan menghilang dari kehidupan kalian semua mulai sekarang, aku akan memulai hidup baru yang jauh lebih baik. Percayalah pada semua perkataanku jika kalian ingin bahagia, karena hanya itu yang bisa kulakukan agar bisa menebus kesalahanku pada kalian di masa lalu," ujar Wanda sambil memberikan sebuah kartu memori langsung di atas telapak tangan Salma yang di topang oleh telapak tangan Arvin.
Arvin dan Salma lantas melakukan kontak mata usai Wanda memberikan kartu itu. Wanda tersenyum melihat hal itu. "Aku mendoakan agar kalian selalu bahagia, dan akan menjadi pasangan sampai kalian menemui kenyataan bahwa saatnya untuk kalian menjadi tulang-belulang di bawah tanah telah tiba. Permisi." Wanda melepaskan tangan Arvin dan Salma yang saling bersentuhan, dan pergi setelah itu, menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di dalam sebuah mobil di area parkir.
"Tampaknya semua sudah beres," ujar Raya, orang yang menunggu Wanda di mobil.
"Ya, semua. Kecuali satu," ucap Wanda.
"Ayo kita selesaikan dia."
Wanda hanya mengangkat alis kanannya sebagai jawaban, ia lalu mengirimkan pesan kepada seseorang. "Ok, ayo kita pergi," katanya usai mengirim pesan tersebut.