Semoga kalian suka
(Waktunya di cerita ini masih di bulan desember ya, guys...)
***
Unedited
"Kamu pasti capek kan, Lex? Sini, biar ayah bantu kamu gendong cucu ayah. " ucap Dean pura-pura mencoba membantu Alex. Padahal ia sudah tak tahan ingin segera memeluk cucunya.
Selama ini, ia hanya bisa melihat cucu-cucunya lewat foto dan vidio yang dikirimkan oleh Alex. Ia sebenarnya ingin setiap hari mengunjungi mereka di Bogor. Tetapi Alex hanya menginjinkannya untuk mengunjungi mereka seminggu sekali atau dua kali saja. Alex mengatakan bahwa ia terlalu tua untuk perjalanan jauh. Padahal jarak antara Bogor dan Jakarta hanya memerlukan waktu sejam atau lebih. Dan bagi Dean, umurnya juga tidak terlalu tua untuk perjalan Jakarta ke Bogor. Putranya saja yang terlalu meremehkannya. Sedangkan Sean, ayahnya itu lebih prihatin dibandingkan dengan dirinya.
Mengingat masih ada barang yang harus diturunkan dari mobil, Alex pun menyerahkan Jayden pada ayahnya.
"Jangan sampai jatuh, yah." guraunya.
"Kamu pikir siapa yang menggendongmu dari kecil sampai bisa sebesar ini?"
"Bukannya itu eyang? Ya kan, eyang?" seru Alex tersenyum melirik eyangnya.
"Benar sekali katamu, Lex. Eyang yang selalu menggendong dan menjagamu waktu kamu kecil dulu. Eyang juga yang lebih banyak mengganti popokmu daripada ayahmu ini. Ayahmu ini hanya sibuk dengan pekerjaannya saja. Dia lebih memilih pekerjaannya daripada kamu." Jelas Sean ikut memojokkan anaknya setengah bercanda. Ia sangat tahu bahwa karena dirinyalah sampai Dean, anaknya, lebih banyak menghabiskan waktunya dengan pekerjaan daripada dengan keluarganya.
"Makanya aku lebih sayang eyang daripada ayah..." jujur Alex.
Dean tak bisa berkata-kata. Ia seharusnya tidak mengucapkan kalimat itu. Apa yang dikatakan ayahnya memang benar. Ketika Alex masih kecil dulu, ia jarang sekali menghabiskan waktu bersama putra satu-satunya itu karena pekerjaannya. Selain istrinya, ayahnyalah yang paling banyak menemani Alex. Karena hal itulah sampai Alex begitu dekat dengan eyangnya.
Begitu memeluk cucunya, Dean langsung tersenyum lebar. Kerutan di samping matanya sampai kelihatan saking senangnya ia.
"Gak apa-apa kamu lebih sayang sama Eyang. Ayah gak cemburu. Toh ayah juga lebih sayang sama cucu-cucu ayah, Jayden dan Jordan daripada kamu kok."
Sean lantas mulai menciumi pipi Jayden. Melepaskan rasa rindunya terhadap cucunya itu. Ia mencubit pipi Jayden dengan gemas dan sesekali mengajaknya bicara, yang tentu saja hanya dibalas oleh ocehan anak itu.
Alex mendecih lalu menggelengkan kepalanya merasa geli dengan ucapan ayahnya. Sesaat kemudian ia pun membuka mulutnya dan berkata, "Yang penting aku masih punya eyang yang selalu sayang sama aku. Iya kan, eyang?"
Sean terdiam sejenak. Ia nampak memikirkan sesuatu sebelum menjawab cucunya. "Ah, kalo soal itu kamu salah, Lex. Eyang memang sayang kamu, cucu eyang. Tapi eyang lebih sayang cicit-cicit eyang daripada kamu."
"Ah, eyang. Kan kata eyang aku ini cucu kesayangan eyang, gimana sih..." rengek Alex pura-pura cemberut tidak terima.
"Yaa itu kan karena kamu cucu eyang satu-satunya, makanya kamu cucu kesayangan eyang. Tapi karena sekarang eyang sudah punya cicit, eyang jadi lebih sayang cicit eyang daripada cucu eyang. Tapi kamu tetap nomor dua di hati eyang kok."
"Ah, payah. Eyang mah pilih kasih. Mending aku ambil barang-barang aja di mobil deh." ucap Alex kemudian pergi meninggalkan mereka.
Delilah yang sedari tadi hanya diam, merasa terhibur dengan percakapan antara tiga generasi itu. Ia seperti sedang menonton sitkom keluarga saja. Dari tingkah laku dan cara bicara mereka, Delilah bisa melihat dengan jelas bagaimana erat dan dekatnya mereka. Ia merasa bersyukur Jayden dan Jordan dikelilingi oleh orang-orang seperti Alex dan keluarganya. Ia yakin bahwa anak-anaknya akan tumbuh dengan kasih sayang yang tak terbatas.
Melihat Dean memeluk Jayden, Sean jadi merasa iri. Dia juga ingin menggendong cicitnya. Pandangannya lalu tertuju pada Jordan yang saat ini sedang digendong Delilah. Merasakan pandangan eyang Alex yang sesekali melihat Jordan dan dirinya, Delilah pun tersenyum lemah.
"Eyang mau gendong Jordan?"
"Boleh eyang gendong, Del?" tanya Sean dengan mata berbinar-binar.
"Boleh, eyang. Eyang mau pakai kain gendongan atau gak usah?"
"Ada kainnya juga, Del?" Meskipun kesehatannya sudah membaik dan ia sudah lumayan kuat untuk menggendong cicitnya, untuk berjaga-jaga saja, Sean lebih memilih aman.
"Ada, eyang. Lagi diambil sama Alex."
Alex yang baru saja dibicarakan pun tak lama kemudian kembali dengan menjinjing sebuah tas jinjing berukuran sedang. Yang semua isinya adalah barang-barang keperluan Jayden dan Jordan.
"Babe, tolong ambilin dong, kain gendongan bayi di tas." ucap Delilah setelah Alex meletakan tas jinjing tersebut dilantai.
Dengan sigap dan tanpa bertanya, Alex langsung menuruti perintah istrinya. Ketika Alex ingin menyerahkan kain tersebut pada Delilah, tiba-tiba istrinya itu menghentikannya.
"Kamu tau kan cara buatnya?"
Alex mengangguk.
"Tolong kamu pakaikan itu ke eyang. Eyang kepengen gendong Jordan. Kamu bisa kan, babe?" Tanya Delilah memastikan.
"Bisalah, babe."
Alex lalu mulai memakaikan kain gendongan bayi tersebut pada eyangnya. Setelah sudah jadi, Delilah lantas menyerahkan Jordan pada eyang. Sedangkan Alex menguatkan dan mengecek sekali lagi kain gendongan bayi tersebut. Setelah yakin sudah aman, Alex lalu kembali berjalan ke mobilnya untuk mengambil stroller milik Jayden dan Jordan.
Setelah Dean dan Sean menggendong Jayden dan Jordan, mereka berdua lantas kembali duduk di kursi yang ada di teras rumah. Kedua pria paru baya itu bahkan tak sadar bahwa mereka sama sekali belum mengajak Delilah masuk ke dalam rumah saking fokusnya mereka dengan si kembar. Di mata mereka sekarang hanya ada Jayden dan Jordan. Tak ada orang lain selain kedua balita itu.
"Wah, cicit eyang ganteng sekali. Persis kayak eyang buyut dulu." celutuk Sean memuji Jordan.
"Eyang buyut terakhir liat kalian waktu kalian masih kecil sekali. Sekarang udah gede aja. Gembul pula."
Delilah tersenyum kecil ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan eyang Alex. Kedua anaknya itu memang jago makan. Makanya masih 6 bulan saja berat badan mereka sudah hampir 11 kg.
"Tuan, makanannya sudah siap." ucap Bi Ijah menarik perhatian Sean dan Dean dari si kembar.
"Astaga, Ayah sampai lupa. Kamu sudah makan, Del?" tanya Dean teringat pada menantunya.
"Sudah, yah. Tadi sempat sarapan sebelum berangkat."
Entah kenapa, Delilah merasa jika saja Bi Ijah tidak menghampiri mereka, mungkin ia benar-benar akan dilupakan oleh kedua pria tersebut.
"Makannya pasti dari pagi, kan? Sekarang sudah hampir jam 11 sianh. Sebentar lagi jam 12. Sekalian aja kita makan siang."
"Iya, yah." setuju Delilah.
Sebenarnya ia juga sudah merasa lapar, padahal baru sekitar 3 jam lalu dia sarapan. Mungkin karena tadi hanya sarapan roti dan bubur, makanya sekarang dia merasa lapar.
Mereka pun masuk ke dalam rumah. Delilah menaruh tas jinjing di dalam kamar Alex sebelum ia berkumpul lagi dengan ayah dan eyang Alex di ruang makan. Ketika ia sampai, ia mendapati suaminya sudah berada di sana. Meja makan juga sudah dipenuhi dengan lauk pauk.
Delilah lantas duduk di samping Alex. Melihat kedua putranya masih di pangkuan eyang dan eyang buyut mereka, ia pun menawarkan untuk menjaga si kembar dan membiarkan ketiga pria itu terlebih dahulu makan.
"Gak apa-apa, Del. Kamu makan saja. Ayah sudah siapin kursi makan buat mereka." jelas Dean lalu menyerahkan Jayden pada Alex kemudian pamit ke belakang sebentar.
Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa dua kursi makan bayi di tangannya. Delilah lantas mendudukkan kedua balita tersebut di kursi mereka masing-masing.
"Woah, ada opor ayam ternyata." seru Delilah ketika menyadari di meja makan ada makanan favoritnya.
"Kata Alex kamu suka opor ayam sama salad buah. Ayah sengaja bilangin ke Bi Ijah buat bikinin opor ayam dan salad buah buat kamu."
"Makasih, yah..." Sebelum mencicipi makanan favoritnya, Delilah tak lupa berdoa..
"Enak, yah..." katanya setelah mencoba masakan Bi Ijah.
"Ayah senang kamu suka."
Delilah hanya tersenyum sambil meneruskan makannya.
"Oiya, Lex. Kamu nginep kan ini?" tanya eyang Alex yang masih belum suka berpisah dari cucu dan cicitnya.
"Iya, eyang. Alex dan Delilah bakalan nginep sampai tahun baru di sini. Nemenin eyang sama ayah."
"Bagus sekali. Eyang senang dengernya, Lex."
"Eyang juga sudah buatkan kamar buat Jayden dan Jordan. Kamu dan Delilah bisa liat kamarnya selesai makan."
"Makasih eyang. Eyang memang the best eyang bagi aku." puji Alex tersenyum lebar sembari mengangkat jari jempolnya.
***