Ketika matahari sudah ada persis diatas kepala, Di dalam sebuah bengkel pandai besi. Tampak seorang kakek yang terlihat sangat tua tetapi dia masih memiliki otot yang luar biasa. Dia menempa sebuah pedang yang besar diatas kuali dengan sebuah palu yang bersinar dengan warna yang transparan.
"Ding" "Ding"
"Ding" "Ding"
Kemudian setelah selesai membuat bentuk lengkap dari pedang itu dia langsung membasuh keringat yang terus menetes dari wajahnya.
"Dimana bocah malas ini? Apakah dia masih belum bangun? Haruskah aku membangunkannya." Orang tua itu bergumam sambil membicarakan seseorang.
Sementara itu di kamar yang Yano gunakan untuk tidur
Ketika ada seorang yang membicarakan Yano dia langsung terbangun dan dia ingat bahwa sekarang saatnya untuk pertama kalinya belajar tentang menempa sebuah senjata bersama Kakek tua itu.
"Tapi itu adalah ingatan orang lain, Kenapa aku bisa ingat. Dan apakah orang lain tidak akan curiga?"
Kemudian terdengar suara keras dari seorang Kakek tua.
"Axelle, bangun. Cepat, Bocah malas."
Yano langsung berteriak setelah bangun dan langsung dengan cepat merespon karena dia khawatir mungkin orang tua itu tahu bahwa Orang yang bernama Axelle sudah hilang tak tahu entah kemana. Mungkin jiwa Axelle pindah ke bumi atau yang lainnya. Jawabannya hanya ada di tangan Tuhan.
"Sebentar, Kakek. Aku akan mencuci wajah." Balas Yano dengan khawatir bagaimana kalau orang tua itu tahu kalau cucunya sudah berganti jiwa.
Karena kamar tidur yang berdekatan dengan bengkel hanya karena ruang yang tidak cukup. Kakek tua itu berteriak lagi.
"Cepatlah, Nak. Waktu tidak boleh terbuang sia-sia dan kau besok akan sekolah jadi sekarang adalah waktunya. Cepat aku akan menunggu."
Ketika Yano akan membasuh muka terdengar suara di kepalanya dan dia langsung terkejut. Apakah ini System seperti di beberapa novel?
Meskipun Yano dulu menjalani hidupnya sebagai koki yang muda. Ketika malam dia adalah seorang kutu buku yang nyata. Dia sudah lulus S3 di Jepang di umur 25. Kemudian dia bekerja di Jepang untuk mengalami sedikit tekanan selama satu tahun. Setelah satu tahun dia bahkan tidak mengalami tekanan tapi malah dipuji oleh bosnya dan dia diajari lebih mendalam dalam esensi masakan oleh bosnya. Dalam pelajarannya bosnya mengajarkan bahwa esensi masakan hanya bisa diperoleh dari memasak berbagai jenis masakan.
Oleh karena itu, Yano mencoba lagi merantau ke China. Dia mencari informasi tentang pekerjaan magang di Sichuan. Dan dia mendapatkan pekerjaan di restoran cepat saji.
Setelah dua tahun, Yano mulai merantau ke negara lain yang terkenal dengan masakannya dan dia hampir sudah merasakan seluruh cita rasa dunia. Ketika dia terakhir di Jerman dia sudah merantau dua tahun lagi ke negara-negara terkenal.
Setelah itu, dia kembali lagi ke Jepang untuk membuka restoran angin dan awan di Jepang yang membuat masakan kombinasi dari beberapa negara yang cocok untuk dikombinasikan. Juga ada beberapa makanan khas daerah di berbagai negara.
Anda pasti tidak tahu bagaimana rasa ramen yang dicampur dengan nasi dan tempe. Ditemani dengan tahu pedas Sichuan dan Kerupuk asli Indonesia. Rasanya nikmat sekali.
Sebagai chef atau kepala koki Yano harus menguasai semua jenis makanan yang ada di menu restoran. Tapi karena dari umur lima tahun Yang sudah memegang sebuah pisau. Itu semua adalah hal yang mudah seperti tidur bagi Yano. Karena itulah, Yano yang sekarang sudah memahami semua rasa masakan yang ada di menu berjalan di jalan seorang Chef Muda.
Ketika empat tahun restoran sudah berjalan dia sudah mendapatkan banyak keuntungan dan Yano sudah membuka cabang di Indonesia. Karena Indonesia adalah kampung halamannya dia lebih suka hidup di Indonesia. Dan dia memilih area yang berada di kaki gunung. Karena dia suka udara sejuk yang menyegarkan yang hanya bisa dirasakan ketika di gunung.
Meskipun tidak seperti bayangan orang lain. Di gunung ini sudah banyak jalan raya tetapi masih banyak pepohonan yang tumbuh di daerah gunung. Karena ini adalah kota gunung yang indah.
Tetapi nasib berkata lain dan dia harus pindah ke dunia lain. Dan dia sekarang sedang membayangkan sistem apa yang akan diterima.
Langsung ada suara lagi yang bertumpuk di pikirannya. Yano yang sekarang sebagai Axelle langsung menampar pipinya lagi.
"Apakah ini juga mimpi?"
Kemudian suara tadi terdengar lebih jelas.
"Setiap benda pasti memiliki bayangan dan setiap cahaya pasti memiliki kegelapan."
"Setiap kehidupan pasti bertemu dengan kematian dan kematian bisa mengendalikan kehidupan."
"Ultimate Undead System telah disinkronkan dengan host."
"Fungsi sistem telah disinkronkan di dunia host. Sekarang siap digunakan."
"Host telah menerima Beginner Undead Pack."
"Apakah host ingin membukanya?"
Yano langsung menjawab.
"Tentu saja. Ya"
"Selamat host telah menerima skill Soul Observe, Undead List Book, Elementary of Dark Magic Book. 100 Undead Point. 100 System Coin."
"Apakah Anda butuh deskripsi untuk menjelaskannya?"
"Ya." Yano langsung menjawab spontan dengan cepat.
Kemudian Yano langsung melihat sebuah layar di depannya yang transparan dan mengambang di udara.
"Soul Observe, skill untuk mengamati, melihat, mengetahui asal usul jiwa.
Undead List Book, buku lengkap tentang Undead yang dimiliki host. Karena host tidak mempunyai Undead buku ini akan kosong sementara.
Elementary of Dark Magic Book, buku tentang dasar dalam menggunakan sihir gelap."
"Wow. Bukankah ini keren? Tapi aku harus cepat kalau tidak aku akan dimarahi lagi oleh Kakek." Tanggapan Yano tentang sistem yang barusan diperolehnya.
Kemudian terdengar suara Kakek tua itu lagi.
"Ayo, Axelle. Bocah malas, kau sudah ditunggu oleh Kakek ini tapi belum datang juga. Apakah kau tidur lagi, Bocah malas?"
"Ya, Kakek. Sebentar, airnya kecil."
Sementara itu di bengkel pandai besi terlihat Kakek tua yang sedang mengetes ketajaman pedang. Dia mengayunkan ke kanan dan kiri. Atas dan bawah untuk mengetahui berat ringannya.
Sebuah sosok langsung masuk dari pintu belakang bengkel.
"Kakek, apa yang akan dipelajari sekarang?" Yano bertanya ketika masuk ke dalam bengkel pandai besi.
Setelah itu Kakek tua menaruh pedangnya di tempat dan dia duduk di bangku dekat kuali besar.
"Karena kau telah mempelajari banyak hal tentang penempaan. Sekarang saatnya untuk mempraktekkan. Sebuah ilmu tanpa digunakan adalah sampah. Cepat mulai menempa sekarang juga dan gunakan besi murah ini untuk membuat apapun, terserah kau. Yang terpenting adalah hasilnya. Ada banyak stok besi murah. Kalau gagal, coba lagi, gagal lagi, coba lagi. Ulangi terus sampai kau paham dengan besi murah ini dan gunakan teknik yang diajarkan Kakek." Kata Kakek tua itu yang telah duduk barusan di kursi kecil yang tersedia di samping kuali. Kemudian Kakek tua itu mulai berdiri lagi.
"Cepatlah duduk dan mulai. Kakek akan mengawasi dari belakang untuk bagian pertama dan memberi tahu bagaimana kesalahan yang terjadi dalam bagian pertama. Ingat, pahami kesalahanmu dan benahi lagi secara perlahan. Itu adalah dasar. Cepat mulai"
Kakek itu mengambil kursi di belakang dan membawanya ke bengkel. Duduk lagi dan mengawasi Yano. Kakek tua itu terus menceramahi Yano. Kalau dilihat lebih jelas maka akan terlihat senyumnya saat melihat Yano belajar praktek menempa.
"Suhu terlalu rendah."
"Suhu yang tinggi digunakan untuk memurnikan besi."
"Teknik kurang tepat."
"Pemurnian besi harus dilakukan secara perlahan."
"Senjata terkuat adalah senjata yang mempunyai kadar besi yang paling murni"
Koreksi Kakek tua itu terus menerus tiba ke pikiran Yano. Yano juga langsung tanggap dengan cepat membenarkan kesalahannya.
...
Setelah memurnikan besi berkali-kali. Kakek tua itu memulai ceramahnya lagi
"Gunakan gerakan yang benar. Dasar bocah malas."
"Cepat bentuk apa saja yang ingin kau buat, bocah malas. Cepatlah! Ini adalah langkah terakhir."
Sementara itu Yano yang bingung karena belum pernah menempa seperti langsung paham tentang menempa dalam sekejap. Jadi dia hanya mencobanya dengan kekhawatiran yang telah agak menghilang tapi masih tersisa. Karena itulah dia mendapat banyak kesalahan tetapi karena Yano adalah orang yang cepat belajar dia bisa mengatasi setelah diberi masukan oleh Kakeknya yang pemarah.
Dia sudah gagal berkali-kali tapi sekarang adalah langkah terakhir yaitu membentuk sebuah senjata. Karena ini adalah yang terakhir itu tidak terlalu sulit baginya setelah diceramahi oleh kakeknya setiap detik.
Bentuk senjata itu mulai terungkap. Itu adalah sebuah pisau. Yap, pisau yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ini adalah pisau yang sangat cocok untuk digunakan dimana saja karena ukurannya yang pas. Sebenarnya bentuk pisau ini sangat mirip dengan pisau yang dimiliki Yano sebelumnya yang digunakan mulai dari umur lima tahun.
Kakek tua itu terkejut.
"Axelle, apa yang kau buat? Apakah itu pisau? Bukan pedang? Apa kau tidak ingin menjadi seorang prajurit yang hebat? Seorang prajurit tidak akan menggunakan pisau. Hanya seorang koki dan pembunuh yang menggunakan senjata bernama pisau."
Kemudian Yano langsung mengambil pisau itu dan langsung mencoba untuk menebas di sekitar. Rasanya seperti mendapatkan kembali pasangan hidupnya karena pisau ini telah menemani masa kecilnya dan masa remajanya. Pisau ini telah menemani perjalanan berkeliling dunia bersama Yano dan mempunyai banyak kenangan karena ini adalah pisau pemberian orang tuanya di kehidupan sebelumnya. Sekarang dia akan membuatnya lagi karena itu adalah hal yang paling berharga baginya. Hal yang paling berharga bagi seorang koki adalah pisaunya.
"Tentu saja sebuah pisau, Kakek. Aku tidak membuat pedang karena perutku lapar. Pisau di sini juga sudah agak berkarat. Apakah kakek tidak lapar setelah menempa pedang dan memberikan masukan kepada cucumu ini. Tentu saja aku juga ingin menjadi seorang prajurit yang kuat. Karena biasanya kakek yang memasak. Sekarang saatnya giliran cucumu ini untuk memasak."
"Hei, Nak. Apa kau tidak sakit?"